maaf email atau password anda salah


Agar Kopi Tahan Krisis Iklim

Peta genom kopi arabika yang baru ini dapat membantu pengembangan varietas kopi yang lebih tahan terhadap krisis iklim.

arsip tempo : 171462755418.

Ilustrasi petani memetik kopi arabika. Shutterstock. tempo : 171462755418.

PETA genetik baru tanaman kopi arabika, Coffea arabica, akan membantu para pemulia kopi membuat minuman yang lebih tahan terhadap krisis iklim.

Kopi adalah minuman kedua terbanyak yang dikonsumsi di dunia, dengan lebih dari 2 miliar cangkir diminum setiap hari. Komoditas ini menjadi yang paling berharga di pasar global pada 2023, dengan nilai menembus US$ 93 miliar (sekitar £ 74 miliar).

Dengan rasa yang sangat lembut dan banyak varian yang bagus, jumlah biji kopi arabika mencapai 60-70 persen produksi kopi global. Budi daya kopi juga secara langsung mendukung mata pencarian 25 juta keluarga petani serta 100 juta orang lainnya yang terlibat dalam pembuatan dan penjualan eceran kopi.

Namun tanaman kopi juga terancam oleh perubahan iklim di berbagai belahan dunia dan kita perlu melakukan pemuliaan untuk membantunya beradaptasi dengan kondisi baru, serta menanamnya di daerah yang kurang terpengaruh faktor tertentu, seperti kekeringan.

Buah kopi Arabica. TEMPO/Gunawan Wicaksono

Studi ini dapat membantu menghasilkan varietas kopi dengan hasil lebih tinggi dan lebih tahan terhadap krisis iklim. Wawasan baru ini muncul pada momentum yang tepat untuk tanaman kopi.

Rahasia Genetik Kopi

Sebuah studi penting dari sekelompok ilmuwan internasional telah mengungkapkan faktor genetik mengejutkan yang mendasari keragaman ratusan varietas kopi arabika di seluruh dunia. Penelitian yang dipimpin oleh tim dari University of Udine, Italia, yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Communications pada 23 Januari 2024 tersebut juga mengungkapkan persamaan yang mengejutkan antara genetika kopi dan tanaman penting lainnya, seperti kentang, sawi, dan gandum.

Tanaman ini dikenal sebagai tetraploid karena mempunyai empat salinan dari setiap gen, bukan dua salinan (satu dari setiap induk) yang ditemukan pada manusia dan hampir semua hewan lainnya. Seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah, genom arabika berisi sebelas kelompok kromosom yang masing-masing berisi dua salinan dari setiap induknya: Coffea canephora berwarna biru dan Coffea eugenioides berwarna hijau. Dalam beberapa kasus, bagian dari segmen kromosom biru dan hijau itu tercampur.

Berbeda dengan tanaman pangan seperti gandum atau kentang yang dibiakkan secara intensif selama beberapa dekade atau abad agar tahan terhadap kekeringan dan hama, kopi tertinggal dari sisi penerapan pemuliaan modern.

Pemuliaan ini mencakup penggunaan teknik berbasis asam deoksiribonukleat (DNA) yang lebih tepat, seperti pengeditan genom yang berdampak pada perubahan DNA. Metode-metode tersebut—digunakan juga dalam pengobatan—memungkinkan kita mengidentifikasi dan memanipulasi secara tepat bagian-bagian genom atau kode genetik suatu tanaman untuk meningkatkan kinerjanya.

Dengan informasi yang lebih rinci mengenai susunan genetik kopi, para peneliti bisa mulai menggunakan metode tersebut untuk meningkatkan jumlah varietas kopi. Salah satu persoalan kopi arabika adalah varietasnya yang saat ini tidak terlalu beragam.

Namun banyak spesies kopi liar yang sangat beragam, dan tujuan kita adalah menghasilkan hibrida yang lebih tangguh daripada spesies kopi liar serta budi daya tersebut. Hal ini memungkinkan para pemulia menghasilkan lebih banyak varietas kopi yang mampu tumbuh subur di berbagai wilayah di dunia.

Ilustrasi kopi arabika. Shutterstock

Kopi Tahan Iklim?

Pada 2022, sebuah penelitian di Swiss menunjukkan bahwa tanaman kopi arabika menghadapi ancaman perubahan iklim yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang bisa buruk terhadap wilayah penghasil utama kopi, seperti Brasil dan Etiopia. Sebagian kawasan ini mungkin tidak cocok untuk budi daya kopi karena peningkatan kekeringan serta ancaman hama atau penyakit baru.

Para pemulia sudah menerapkan metode canggih untuk mengembangkan tanaman lain yang kebal terhadap kekeringan. Pada masa depan, cara itu bisa diterapkan pada kopi. Memang benar, penelitian sebelumnya di Portugal dan Amerika Latin menunjukkan bahwa varietas hibrida baru dari Timor Timur memiliki ketahanan terhadap penyakit serta bentuk peningkatan vitalitas yang disebut heterosis.

Pengetahuan baru ini akan memperluas kemampuan untuk menghasilkan kopi hibrida baru yang sesuai dengan lokasi, seperti India dan Kaledonia Baru, tempat di mana hibrida itu bisa dijadikan tanaman baru bagi para petani.

Meskipun tanaman kopi terancam secara signifikan oleh perubahan iklim, sungguh menggembirakan bahwa kita kini dapat memahami kompleksitas genetik tanaman kopi yang luar biasa dengan rincian yang belum pernah ditemukan. Pengetahuan genetik baru juga dapat mengarah pada pengembangan rasa baru yang menambah keragaman daya tarik kopi di berbagai belahan dunia.

Dengan pengembangan alat pemuliaan yang lebih tepat untuk menghasilkan varietas yang lebih tangguh, kopi bisa menjadi titik puncak era baru bagi petani ataupun konsumen.


Artikel ini ditulis oleh Denis J. Murphy, Profesor Emeritus Bidang Bioteknologi di University of South Wales, Inggris. Terbit pertama kali dalam bahasa Inggris di The Conversation dan diterjemahkan oleh Yohanes Paskalis dari Tempo.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 2 Mei 2024

  • 1 Mei 2024

  • 30 April 2024

  • 29 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan