Maya (bukan nama sebenarnya), 30 tahun, akhirnya mengundurkan diri dari kantornya. Pekerja swasta ini cukup trauma dan jengah mendapat pelecehan di tempat kerjanya. Perempuan yang mempunyai ukuran dada agak menonjol itu kerap mendapat komentar dan pandangan mata tidak senonoh. Hal itu tidak hanya dilakukan beberapa rekan kerjanya, tapi juga atasannya.
Lain Maya, lain pula Retno (juga bukan nama sebenarnya), jurnalis di sebuah media. Ia kerap mendapat siulan menggoda dari jurnalis lain saat datang ke pos liputannya. Karena sebal, biasanya ia akan memasang tampang jutek, memelototi pelaku, bahkan jika perlu menegur si pelaku. Kasus-kasus pelecehan ini sering terjadi dan diremehkan oleh masyarakat.
Pelecehan di dunia kerja sering terjadi dan dialami oleh pekerja perempuan. Baru-baru ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menonaktifkan Kepala Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa DKI Jakarta, Blessmiyanda, karena diduga melakukan pelecehan seksual terhadap stafnya. Beberapa tahun lalu, Kasus lain, yang mendapat perhatian besar adalah pelecehan kepada guru Baiq Nuril oleh atasannya dan dia malah dijerat UU ITE karena melaporkannya. Kasus pelecehan juga menimpa staf ahli seorang anggota DPR.
Vivi Widyawati dari Aliansi Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja, gabungan dari beberapa organisasi, mengatakan kasus pelecehan di tempat kerja ada di semua tempat dan sektor. “Dan dialami hampir semua perempuan,” ujar Vivi kepada Tempo, Kamis, 1 April 2021. Aliansi ini mengingatkan semua pihak untuk tidak menutup mata terhadap kasus pelecehan karena sangat merugikan perempuan.
Kerugian itu, misalnya, kesehatan mental terganggu (tidak konsentrasi, menjadi minder, dan trauma), kehilangan akses berkarier, bahkan kehilangan pekerjaan. Sebab, sering kali pelakunya adalah atasan atau rekan kerja. Apalagi jika pelaku punya jabatan lebih tinggi, yang menyebabkan korban tak berani buka suara agar tetap bisa bekerja.
Shutterstock
Perempuan Mahardhika, salah satu anggota aliansi ini, pada 2017 mengadakan penelitian terhadap 773 buruh perempuan di sektor garmen, di Kawasan Berikat Nusantara, Cakung. Hasilnya memperlihatkan bahwa setidaknya 437 orang (56,5 persen) pernah mengalami pelecehan seksual dan 94,05 persen tidak melaporkan peristiwa itu. Menurut Vivi, mereka juga mengalami beberapa jenis pelecehan, seperti pelecehan secara fisik, non-fisik (pelecehan seksual verbal), dan ada pula yang mengalami keduanya sekaligus.
Bentuk pelecehan non-fisik seperti siulan, godaan, rayuan, pandangan nakal, ejekan terhadap tubuh, diintip baju, diintip di kamar kecil, hingga ajakan berhubungan seksual. Sedangkan pelecehan seksual fisik seperti menyentuh tubuh, diraba-raba, tubuh dipepet, dipeluk, digendong paksa, dicium paksa, dipaksa buka baju, tali bra ditarik, body check berlebihan, meremas pantat dan payudara, hingga dipaksa berhubungan seksual.
Vivi mengatakan pelecehan di tempat kerja seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah serta segenap instansi, lembaga, dan perusahaan. Organisasi Buruh Internasional (ILO) telah mengeluarkan Konvensi No. 190 Tahun 2019 tentang Penghapusan Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja. Namun, hingga kini, pemerintah belum meratifikasi konvensi tersebut. “Kami ingin pemerintah memberi perhatian terhadap masalah ini dan meratifikasi konvensi tersebut,” ujar Vivi, yang juga pengurus Perempuan Mahardhika.
Para korban selama ini tak mudah untuk mengungkapkan peristiwa pelecehan. Menurut Vivi, butuh perlindungan khusus untuk melindungi korban dan menangani kasusnya. Selama ini, korban tak berani melapor karena terkait dengan relasi kuasa (pelaku adalah atasan atau jabatan penting) dan belum ada mekanisme pelaporan yang aman yang menjamin korban. Penting pula undang-undang payung hukum seperti RUU PKS segera disahkan.
Selain itu, kata Vivi, sebaiknya semua lembaga, institusi, atau perusahaan mempunyai prosedur operasi standar dan mekanisme penanganan yang berperspektif korban. *
Jangan Diamkan Pelecehan Seksual
1. Kenali peristiwa yang terjadi.
2. Tegur pelaku.
3. Catat atau dokumentasikan peristiwa yang dialami, simpan secara aman.
4. Sampaikan kepada orang yang Anda percaya.
5. Laporkan peristiwa pelecehan ke HRD atau serikat pekerja.
6. Jika tak ada serikat pekerja atau sulit melapor ke HRD, cari bantuan organisasi perempuan atau penyedia layanan itu.
7. Jika belum berani lapor sendiri, mintalah kawan yang dipercaya untuk menemani membuat laporan.