Sosok seperti Mickey Mouse itu mengenakan topeng ala Romawi. Ia menunggangi kuda rodeo yang seolah-olah bergerak liar dan sulit dikendalikan. Ia seperti pasrah menghadapi sang kuda. Dalam karya berjudul Mauz 2 itu, Oky Rey Montha Bukit mengekspresikan kegundahan, ketakutan, dan kekhawatiran, serta melepaskan energi untuk menghadapi pandemi Covid-19.
Patung itu dibuat ketika ia dalam situasi kalut menghadapi istrinya yang sedang hamil, yang mendadak demam tinggi hingga menggigil. Ia khawatir sang istri terinfeksi virus corona. Kekhawatiran dan ketakutan itu memuncak ketika istrinya harus dirawat, sementara Oky menunggu di luar ruang isolasi. Namun hasil tes menunjukkan bahwa istrinya tidak terserang virus itu.
Oky menggambarkan pengalaman itu seperti naik kuda rodeo: ia harus tetap bertahan dan mengendalikan permainan agar tak jatuh. “Kalau saya khawatir terus, malah saya jadi ikut lemah. Makanya, saya coba salurkan energi buruk ini melalui karya ini,” ujar Oky saat siaran langsung di Instagram Story Can’s Gallery, Senin, 21 Desember lalu.
Ia akhirnya bisa keluar dari situasi tersebut. Hal itu digambarkan dalam karya berjudul Survivor. Ia melukis sesosok bertubuh kekar dan berotot dan di belakangnya berlindung seorang perempuan. Kedua sosok itu sangat mendominasi lukisan dengan latar berwarna cenderung gelap itu. Karya itu mencitrakan keperkasaan dan kemenangan di tengah suasana suram.
Karya-karya tersebut bagian dari sejumlah karya Oky yang dipamerkan di Can’s Gallery bertajuk “Note From Darkness” pada 19 Desember 2020 hingga 10 Januari 2021. Karya seniman asal Sumatera Utara itu diciptakan sejak pandemi melanda Indonesia pada Maret lalu. Sebagian foto-foto karya itu bisa disimak di akun Instagram @cansgallery dan @okyreymontha.
Semua karya tersebut saling berhubungan dan berurutan. Ia memulainya dengan respons awal ketika Covid-19 mulai masuk ke Indonesia. Ketika kasus pertama muncul, sama seperti banyak orang lainnya, ia masih merasa santai dan belum menganggapnya sebagai sesuatu yang serius. Hal itu diwujudkan dengan karya berjudul Deer Hunter. Lukisan itu memperlihatkan sosok yang tengah bersantai di bak mandi sambil bermain pistol. Masih ada kesan main-main pada karya ini.
Pada karya kedua, Oky mulai merasa sesuatu telah terjadi ketika pemerintah mengumumkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Dia mulai merasakan ada ketakutan yang menyelusup. Orang mulai ramai membicarakan corona di media sosial.
Kondisi itu seperti menariknya ke situasi dan perasaan ketika ayahnya meninggal. Kala itu, ia harus tetap menari dan bergumam dalam upacara pelepasan jenazah dengan adat Karo. Karena itu, ia mewujudkan karyanya dalam sosok seseorang bermasker oksigen dalam balutan baju adat yang tengah menari. Karya itu diberi judul Dancing in the Dark.
Selanjutnya, ketika pandemi makin lama tak kunjung membaik dan angka kasus terus membesar, ketakutannya semakin menjadi-jadi. Ia pun membuat karya berjudul God, I am Scare. Meski muncul dalam goresan cat akrilik berwarna merah jambu, latar belakangnya berwarna kelabu dengan sebentuk wajah di balik masker yang berlinang air mata.
Ia juga menghadirkan jam meja sebagai penanda waktu, lentera, dan berbagai benda lain. “Pada titik ini, aku menyadari kita tidak sedang baik-baik. Aku takut, sama seperti mereka,” ujar Oky.
Waktu pun terus bergulir. Orang-orang yang harus mengurung diri serta beraktivitas di balik dinding rumah mulai merasa bosan dan lelah. Ia mengabadikan suasana itu dengan imaji sepasang tokoh Mickey Mouse di kanvas terpisah. Ia memberi judul kedua lukisan itu dengan Quarantine 1 & 2.
"Mauz #2", 160 x 115 x 115 cm, hand painting, alumunium, 2020. Foto-foto: Oky Rey Montha’s 9Th Solo Exhibition
“Dinding-dinding rumah semakin sempit. Terus menyempit dan semakin gelap. Dudukku tak lagi nyaman. Kutoreh ke kiri dan ke kanan tak ada yang berubah,” tulis Oky pada caption foto karya tersebut itu di akun Instagram-nya.
Karya berikutnya berjudul Summer Mood. Ia melukis sebuah mobil berwarna oranye, yang menyiratkan keinginan untuk menengok dunia luar, sekadar berjalan-jalan, dan berekreasi ke pantai atau tempat lain. Namun ia hanya bisa membayangkannya ketika situasi belum memungkinkan. Suasana di luar masih sepi karena orang-orang masih harus berada di rumah.
Ketika situasi makin tidak terkontrol dan orang-orang yang terpenjara di rumah mulai lapar, mereka pun berpikiran aneh-aneh. Bahkan ada yang berpikir bahwa pandemi ini adalah setting-an, padahal korban terus berjatuhan. Sebagian orang pun merasa tidak perlu memakai masker. Kondisi itu digambarkan dalam karya berjudul Should I.
Fear of Symphony menutup karya Oky tentang pandemi. Ia melukis suasana seperti sebuah orkestrasi: orang-orang menyanyi dan menari. Pandemi menghadirkan ketidakpastian serta menciptakan irama ketakutan, ketidakpercayaan, keputusasaan, dan ketidakstabilan energi. “Aku menari mengikuti alunan lagu yang terus mengalun. Meliuk. Ke arah kabar angin bergerak,” demikian ditulis Oky pada caption foto lukisan itu.
"Fear Symphony", 200 x 150 cm, acrylic on canvas, 2020. Foto-foto: Oky Rey Montha’s 9Th Solo Exhibition
Karya-karya Oky seperti mengajak kita ke imaji masa kecil dengan tokoh-tokoh dongeng ala Hollywood. Lukisan-lukisannya “ramai” dengan berbagai obyek yang menyertai obyek utama. Ia menghadirkan obyek-obyek itu secara detail dan hidup. Suasana ramai dalam karya-karya itu seperti merefleksikan karut-marut dan ketidakpastian hidup selama masa pandemi ini.
DIAN YULIASTUTI
Oky Rey Montha lahir di Yogyakarta, 3 Januari 1986. Ia tumbuh di daerah pegunungan Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Sejak kecil, ia sudah sering melukis dan bermusik. Ia mulai aktif berkesenian pada 2006 dan memulai karier profesionalnya pada 2010, yang ditandai dengan pameran tunggal pertamanya.
“Note From Darkness” adalah pameran tunggalnya yang kesembilan kali. Sebelumnya, alumnus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini telah mengadakan pameran tunggal di Indonesia, Singapura, dan Italia. Seniman dengan karya bercorak surealis pop ini pun telah mengikuti puluhan pameran bersama di dalam dan luar negeri.
Karya Oky memuat simbol-simbol yang akrab dengan situasi sosial, yang terkadang full color dan di lain waktu menggunakan warna-warna minimalis. Ia suka menggunakan tokoh komik untuk merespons berbagai persoalan guna mengekspresikan gagasan dan kegelisahannya. Sosok-sosok yang hadir dalam karyanya mirip karikatur. *