Meidilla Wardiono bingung, kala itu. Pasalnya, ia akan segera menjadi ibu. Dokter bilang bayinya akan kembar. Dia merasa perlu banyak belajar, termasuk dari pengalaman ibu lainnya. “Kalau sakit harus apa dulu yang dilakukan biar tidak panik,” ujar dia. Di tengah kegelisahan itu, ia mendapatkan informasi dari kawan-kawannya tentang Parenting Bandung Modern Mom. Ia pun segera bergabung dengan kelompok itu.
Sejak pertengahan 2017 itu, sampai kini, Meidilla mengaku masih belajar menjadi orang tua. Gurunya para pakar dan rekan sebaya di komunitas beranggotakan 150 orang itu. Ia terus mengikuti perbincangan aneka hal, termasuk menanyakan perkembangan anak perempuan kembarnya yang kini berumur 4 tahun. “Wajar atau tidak perkembangan anak kita bisa coba sharing di grup dengan ibu-ibu lain,” kata perempuan berusia 30 tahun ini.
Fia Nur Sofia, anggota lainnya, mengaku tidak hanya mendapat pengetahuan tentang parenting di komunitas itu. Dia juga menyerap ilmu soal mengelola keuangan rumah tangga dan menjaga keharmonisan keluarga. Tak hanya itu, di grup yang anggotanya terus bertambah itu, mereka seperti sebuah keluarga. “Sehingga bisa saling menguatkan dan memotivasi di saat lelah menjadi ibu rumah tangga,” ujar dia baru-baru ini.
Komunitas yang didirikan Nadinna Marie, 29 tahun, dan seorang rekannya, pada 6 Desember 2016, itu berangkat dari kebutuhan ibu muda. Menikah di usia 22 tahun, Nadinna merasa lingkaran pergaulannya terbatas. Pada 2009, lulusan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung itu mencari kawan senasib sesama ibu rumah tangga. Mereka kumpul kecil-kecilan di grup media sosial dan sesekali bertemu langsung. Hal utama yang mereka obrolkan adalah soal parenting. “Bagaimana menjadi orang tua, mengasuh, dan mendidik anak.”
Grup mereka kian aktif dan semarak oleh anggota mamah muda dari jaringan pertemanan. Menurut Nadinna, usia anggota dipatok maksimal 40 tahun. “Supaya asyik aja mengobrolnya sama ibu-ibu seumuran,” ujar dia. Namun mayoritas anggota usianya kurang dari 30 tahun dan semua tinggal di Bandung. Latar belakang dan profesi anggota pun beragam, termasuk dokter dan apoteker. Adapun para ibu rumah tangga itu, sekitar 80 persen di antaranya, berwirausaha, seperti berjualan pakaian dan kuliner.
Melihat latar seperti itu, pengurus membuka waktu khusus sepekan sekali untuk berjualan di grup komunitas. Kesempatan lain menggelar lapak dagangan adalah saat pertemuan langsung tiga bulan sekali. Bentuknya seminar tentang parenting atau kumpul santai yang bisa diikuti anak dan suami. Acara-acara itu wajib diikuti anggota. Setidaknya dalam setahun anggota bisa hadir dua kali dari empat kali pertemuan itu. “Kalau enggak kami kasih teguran atau kami kick dari grup,” kata Nadinna.
Seminar biasanya mereka adakan di hotel dengan mengundang pembicara ahli. “Enggak selalu yang serius bawainnya. Tema biasanya studi kasus,” ujar Nadinna. Topiknya seperti tumbuh kembang, kesehatan anak dan organ kewanitaan, hingga pengasuhan damai dengan filosofi Montessori. Tapi selama masa pandemi corona, kegiatan mereka beralih ke virtual, seperti webinar.
Pendanaan kegiatan-kegiatan komunitas berasal dari kocek peserta dan sponsor. Mereka tidak mengenakan iuran bulanan karena keanggotan komunitas tidak mengikat. Anggota bebas keluar dan masuk. Tapi, selama masa pandemi, perekrutan anggota baru dihentikan sementara karena ingin berfokus pada anggota yang ada.
Tak hanya ruang saling berbagi pengetahuan, pengalaman dan kumpul-kumpul, sejak awal tahun ini mereka juga punya kegiatan sosial. Selama masa pandemi, mereka menggalang donasi dari anggota dan sponsor sehingga dana sebesar Rp 21 juta berhasil terkumpul. Donasi itu digunakan untuk menyalurkan paket bantuan kepada warga yang terkena dampak Covid-19, seperti tukang becak di sekitar Bandung, hingga membeli alat perlindungan diri bagi para dokter.
Belakangan, Nadinna dan kawan-kawan juga memasang Wi-Fi gratis di beberapa panti asuhan agar para siswa bisa belajar secara daring. ***
ANWAR SISWADI