maaf email atau password anda salah


Masih Bergantung pada Impor

Indonesia belum bisa lepas dari ketergantungan pada impor bawang putih. Sektor hulu perlu dibenahi agar tercipta swasembada. 

arsip tempo : 173057160974.

Penjual bawang putih di Pasar Senen, Jakarta, 12 Januari 2024. Tempo/Tony Hartawan. tempo : 173057160974.

WARNO, petani di Desa Senden, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, masih ingat betul bagaimana produksi bawang putih menurun dari tahun ke tahun. Pada 2020, produksi bawang putih yang dihasilkan petani bisa mencapai 5 ton. Seiring dengan berjalannya waktu, jumlahnya terus merosot dari 1 ton pada 2022 hingga tahun lalu yang mencapai 700 kilogram bawang putih.

Produksi yang menurun berjalan selaras dengan berkurangnya jumlah kelompok tani bawang putih di Desa Senden. Sementara pada 2019 ada sekitar 10 kelompok tani, saat ini yang tersisa hanya satu kelompok tani, yaitu Kelompok Tani Argoayuningtani.

"Pada 2019 ada jaminan pasar dari perusahaan yang membeli semua panenan. Tapi mulai 2020 sudah tidak dibeli lagi sehingga banyak petani bawang putih beralih ke tanaman lain yang lebih menjanjikan," kata Warno kepada Tempo, kemarin.

Kondisi serupa terjadi di Desa Sukatani, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Menurut Ayi Sopandi, petani bawang putih di Desa Sukatani, tahun ini tidak ada petani yang menanam bawang putih di kawasan Cipanas dan sekitarnya.

"Tahun lalu memang ada, tapi tahun ini tak ada yang menanam lagi. Alasannya cuaca sehingga hasilnya kurang bagus dan harganya pun tidak bagus," tutur Ayi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, produksi bawang putih nasional pada 2023 sebanyak 30.194 ton. Sedangkan kebutuhan domestik 554 ribu ton. Data Kementerian Pertanian menunjukkan kenaikan angka konsumsi bawang putih mencapai 1,38 persen per tahun. Kesenjangan kebutuhan bawang putih nasional sebesar 532 ribu ton mau tak mau dipenuhi dari impor. 

Indonesia tidak bisa lepas dari ketergantungan impor bawang putih karena pasokan lokal yang sangat terbatas. Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mencatat kapasitas produksi domestik sebesar 4-5 persen dari kebutuhan bawang putih nasional. Kondisi tersebut, kata dia, akibat rencana swasembada bawang putih yang ditargetkan pada 2021 tidak tercapai. Program swasembada dimulai pada 2017, dengan menargetkan luas tanam dan produksi bawang putih domestik hanya untuk stok bibit. “Ambyar karena luas panen tidak tercapai, banjir bibit impor dari Cina, dan produktivitas bibit lokal kecil,” katanya.

Pedagang mengupas bawang putih di Pasar Senen, Jakarta, 12 Januari 2024. TEMPO/Tony Hartawan

Penyebab Gagalnya Swasembada Bawang Putih

Khudori merunut penyebab kegagalan program swasembada bawang putih karena hancurnya basis produksi bawang putih setelah Indonesia menjadi pasien Dana Moneter Internasional (IMF) pada 1998. IMF, kata dia, kala itu mensyaratkan pemerintah membuka proteksi bahan pangan agar barang impor bebas masuk ke pasar domestik. 

Setelah tidak ada kebijakan proteksi bawang putih lokal di pasaran, produksi domestik terus menurun karena kalah bersaing dengan bawang impor. “Tidak mudah mendorong petani kembali ke bawang putih. Mereka juga makhluk ekonomi yang menghitung risiko kegagalan. Kalau tidak ada proteksi dan jaminan harga, saat harga domestik jatuh, petani merugi.”

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menyarankan pemerintah menata sektor hulu agar swasembada bawang putih berjalan lancar. Salah satunya menyiapkan program dan anggaran untuk sarana dan prasarana produksi komoditas bawang putih. 

Tak hanya itu, inovasi benih unggul dan tata kelola hingga proses distribusi juga perlu diperbaiki pemerintah. Kementerian Pertanian, kata dia, harus menunjukkan keberpihakan ke para petani bawang putih, seperti pemberian bantuan benih, pupuk, serta pendampingan teknik khusus. “Semua kebijakan tersebut perlu dilakukan secara konsisten dan masif.”

Sementara itu, pemerintah menjamin pemberian rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) pada 2024 sesuai dengan kuota yang telah ditetapkan, yakni 650 ribu ton. Kuota tersebut ditetapkan melalui rapat koordinasi terbatas (rakortas). “Untuk 2024 intinya tidak boleh lewat dari kesepakatan rakortas,” kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. 

Amran berjanji mengevaluasi teknis pemberian RIPH imbas temuan Ombudsman yang menyebutkan pemberian rekomendasi impor 2023 mencapai 1,2 juta ton. Angka tersebut melebihi keputusan impor tak lebih dari 560 ribu ton. 


Amran tak ingin aturan wajib tanam oleh impor dihapuskan. Aturan wajib tanam, kata dia, belum diterapkan optimal. Sebelumnya, Ombudsman menyebutkan aturan wajib tanam tidak efektif karena komitmen dan realisasi wajib tanam importir di lapangan tidak sesuai. 

Amran berencana berkoordinasi dengan Ombudsman agar aturan wajib tanam berjalan dengan baik. Kementan, kata Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto, telah mendata 50 persen dari 400 perusahaan yang mengantongi RIPH tidak menjalankan wajib tanam. “Kami sudah mengevaluasi yang taat dan tidak taat. Kalau yang taat ya dilanjutkan, kalau tidak taat ya diblokir."

Dalam beberapa waktu terakhir, BPS mengingatkan harga bawang putih yang terus naik. Kenaikannya mencapai 4,86 persen menjadi Rp 39.678 per kilogram dibanding pada Desember 2023. Direktur Statistik Harga BPS Windhiarso Putranto mengatakan kenaikan harga bawang putih semakin meluas di berbagai kabupaten atau kota. 

Pada pekan pertama Januari 2024, sebanyak 304 kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga bawang putih menjadi 326 kabupaten/kota pada pekan kedua Januari. Adapun pada Desember 2023, kenaikan harga bawang putih hanya terjadi di 268 kabupaten. "Komoditas ini perlu diwaspadai karena jumlah wilayah kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga bertambah," kata Windhiarso.

Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Kementerian Perdagangan Bambang Wisnubroto mengatakan harga bawang putih yang sudah berkisar Rp 40 ribu per kilogram menjadi perhatiannya. Pada saat yang sama, Kemendag belum bisa menerbitkan izin impor karena Kementerian Pertanian belum mengeluarkan RIPH.  "Analisis kami terjadi spekulasi. Karena RIPH belum terbit, izin belum terbit, disinyalir ada spekulasi. Kami akan sampaikan hal ini ke Direktorat Tertib Niaga," katanya.

ALI AKHMAD NOOR HIDAYAT | DEDEN ABDUL AZIZ | SEPTHIA RIYANTHIE | ANTARA 

Konten Eksklusif Lainnya

  • 2 November 2024

  • 1 November 2024

  • 31 Oktober 2024

  • 30 Oktober 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan