JAKARTA – Kementerian Perhubungan meningkatkan status kesiagaan pelayaran di berbagai wilayah yang berpotensi dilanda cuaca buruk. Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Ahmad, mengatakan Maklumat Pelayaran Nomor 44/PHBL/2021 yang diteken pada Selasa lalu berisi instruksi untuk syahbandar agar mewaspadai bahaya cuaca ekstrem selama tujuh hari ke depan. “Memantau kondisi cuaca serta menyebarluaskan hasil pemantauan kepada pengguna jasa,” ujar Ahmad, kemarin.
Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi wilayah yang paling terkena dampak badai siklon tropis. Merujuk ke hasil pemantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), cuaca ekstrem akan memicu gelombang laut setinggi lebih dari 6 meter di Samudera Hindia bagian selatan NTT, pada 5 hingga 11 April mendatang.
Gelombang setinggi 4–6 meter pun diprediksi menyapu perairan barat Lampung, Samudera Hindia sebelah barat Bengkulu, Selat Sunda bagian barat dan selatan, perairan selatan Banten hingga Jawa Barat, Samudera Hindia sebelah selatan Banten hingga Jawa Tengah, perairan Pulau Sawu, perairan Kupang di Pulau Rote, serta Laut Sawu. Ada pula perkiraan gelombang setinggi 2,5-4 meter di 12 kawasan perairan dari Aceh hingga NTT.
Kementerian Perhubungan menginstruksikan operator ataupun nakhoda kapal untuk memantau cuaca sebelum pelayaran maupun selama perjalanan. Catatan anomali wajib dilaporkan kepada stasiun radio pantai (SROP) terdekat. Ahmad memastikan lembaganya selalu menyiagakan kapal patroli KPLP dan kapal navigasi di lokasi rawan.
Suasana terminal tipe A di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, 1 Mei 2020. ANTARA/Adeng Bustomi
Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Agus Purnomo, mengatakan empat pelabuhan penunjang di NTT masih beroperasi, meski beberapa bagian gedungnya rusak. Dua pelabuhan yang menurut dia terkena dampak paling parah adalah Pelabuhan Baa di Kabupaten Rote Ndao serta Pelabuhan Biu di Kabupaten Sabu Raijua. “Kerusakan melebar akibat gelombang pasang yang terus menerjang selama beberapa hari, hingga mengakibatkan jebolnya dermaga,” kata dia.
Cuaca ekstrem memaksa operator kapal menutup sejumlah rute. PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), misalnya, membekukan lintasan Bira-Pamatata di cabang Selayar, Sulawesi Selatan, serta lintas Teluk Bungus-Mentawai di Sumatera Barat. Gelombang setinggi 2-4 meter dianggap mengancam pelayaran kapal jarak dekat. “Kami mengimbau seluruh pengguna jasa agar bersabar dan menunda perjalanan dulu,” kata Corporate Secretary ASDP, Shelvy Arifin.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap), Aminuddin Rifai, mengatakan terdapat sejumlah rute kapal feri di Indonesia bagian tengah dan timur yang terganggu badai. Rute penyeberangan yang terganggu adalah Padangbai-Lembar, Lembar-Ketapang, Kayangan-Pototano, dan Bajoe-Kolaka. “Pendapatan harian kami otomatis turun,” kata dia kepada Tempo.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Bidang Perhubungan, Carmelita Hartoto, meminta semua pemilik kapal memprioritaskan keselamatan pelayaran ketimbang urusan bisnis. “Tidak boleh ditawar-tawar,” kata dia.
Carmelita, yang juga Ketua Umum Indonesia National Shipowners Association (INSA) dan membawahkan lebih dari 840 pemilik kapal, mengakui pelayaran kargo laut terganggu cuaca buruk. Namun kondisi ini dianggap tidak signifikan. “Cuaca ekstrem kan temporer, jadi operator sudah menyiapkan antisipasi.”
YOHANES PASKALIS