JAKARTA — Jalan menuju lokasi program lumbung pangan alias food estate di Desa Ria Ria, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Sumatera Utara, belum mulus. Jarak dari permukiman petani ke lokasi food estate juga sangat jauh. Untuk sampai ke lumbung pangan itu dari Simpang Hutapaung—akses jalan besar Kabupaten Humbang Hasundutan—para petani harus menempuh jarak sekitar 7 kilometer dengan berjalan kaki.
"Memang, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura memberi bantuan dump truck roda tiga kepada petani di kawasan food estate. Tapi jumlahnya sedikit," kata salah seorang petani, Nurhati Siregar, kepada Tempo. Ia juga berharap pemerintah serius menyediakan fasilitas pendukung, seperti alat transportasi, bibit, dan pupuk bagi petani.
Kondisi irigasi, ujar Nurhati, jauh lebih baik. Tempo berkesempatan masuk ke lokasi embung atau bak penampung air jumbo untuk disalurkan ke lahan petani menggunakan pipa. Embung tersebut dibangun dan dikelola Balai Wilayah Sungai Sumatera II, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Sumber air yang ditampung di embung berasal dari sungai atau air yang berada di sekitar kawasan food estate.
Masalah lainnya adalah soal cuaca ekstrem. Dalam kondisi lembap, cendawan akan membentuk massa spora yang sangat banyak dan bisa menginfeksi daun. Akibatnya, lapisan luar daun menjadi layu dan mengering, bahkan bisa mengakibatkan umbi membusuk.
Selain cuaca, faktor tanah yang belum matang atau tanah garapan baru dapat berpengaruh pada kesuburan tanaman. Sementara itu, Kepala Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Pollung, Wisler Lumbanbatu, mengatakan kendala utama di lahan food estate adalah cuaca karena letaknya berada di ketinggian 1.645 meter di atas permukaan laut.
Gudang food estate di lahan lumbung pangan Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Tempo/Sahat
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah menargetkan penanaman di lahan lumbung pangan Humbahas bisa mencapai 3.000 hektare pada tahun ini. Fokus penanaman pada food estate ini adalah tanaman hortikultura, yang terdiri atas kentang, bawang merah, dan bawang putih.
"Sudah ada 215 hektare yang ditanami dari tahap pertama seluas 1.000 hektare, yang tanahnya sudah dibagi-bagi kepada masyarakat," ujar Luhut dikutip dari video pada postingan akun Instagram resminya.
Sementara itu, sisa lahan 785 hektare tersebut sedang dalam persiapan untuk penanaman. Pemerintah juga tengah menyiapkan lahan seluas 2.000 hektare di Humbahas untuk bisa digarap pada tahun ini. Targetnya, pembersihan lahan bisa rampung pada pertengahan tahun. "Kita harapkan selesai juga pada bulan enam (Juni 2021), sehingga penanaman bisa dimulai tahun ini," kata dia.
Berdasarkan laporan perkembangan food estate dari Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Pertanian telah melaksanakan survei identifikasi dan desain untuk area seluas 785 hektare per Januari lalu. Kementerian Pertanian juga disebut sudah memiliki desain jalan usaha tani dan diusulkan pendanaannya serta dilaksanakan pembangunannya.
Kemudian, reservoir dengan kapasitas 1.000 meter kubik oleh Kementerian PUPR sedang diselesaikan. Menurut laporan itu, konstruksi irigasi untuk area seluas 200 hektare diselesaikan hingga triwulan kedua tahun ini. Saat ini, proses lelang sudah terlaksana. Akses jalan food estate di area 1.000 hektare dan akses menuju area 3.000 hektare diharapkan rampung pada Juni mendatang.
Penyediaan pengairan baku lahan food estate di lahan lumbung pangan Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Tempo/Sahat
Adapun Kementerian Agraria dan Tata Ruang mencatat sudah ada 87 bidang tanah yang disertifikatkan di area seluas 200 hektare. Survei inventarisasi status tanah juga sudah dilakukan di area seluas 1.009,05 hektare dan teridentifikasi 474 bidang tanah. "Kementerian berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten untuk identifikasi kepemilikan tanah," begitu bunyi laporan tersebut.
Sementara itu, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih, mengatakan ada potensi kerusakan alam yang cukup besar di kawasan Humbahas karena selama ini tanah itu dimanfaatkan untuk air tangkapan Danau Toba. Apabila lahan tersebut dijadikan kawasan hortikultura, seperti untuk penanaman kentang ataupun bawang, hal itu sama seperti membangun pertanian di Wonosobo yang berujung pada erosi.
"Harusnya bukan hortikultura, melainkan agro-forestry karena di sana sudah ada petani kemenyan, kopi, dan lainnya. Harusnya multi-cropping, bukan monokultur," ujar Henry.
Pengamat pertanian dari Universitas Santo Thomas Medan, Sumatera Utara, Posman Sibuea, menuturkan hal serupa. Pengembangan food estate di Sumatera Utara akan berpotensi terjadi kerusakan hutan atau disorientasi ekologi.
Saat ini, ujar Posman, di kawasan itu sudah banyak terjadi perambahan hutan dengan kerusakan lingkungan yang sangat masif, sehingga kelayakan ekologi dipertanyakan. "Ada disorientasi ekologi yang terjadi akibat perambahan hutan ini," kata Posman.
KARANA WIJAYA W. | SAHAT SIMATUPANG