JAKARTA - Indonesia masih belum mengantongi komitmen pengadaan vaksin buatan Pfizer dan BioNTech. Pendekatan melalui pemerintah serta bisnis antar-perusahaan masih terus dilakukan.
Pemerintah berupaya mendapatkan vaksin tersebut melalui program distribusi vaksin gratis dari World Health Organization, COVAX Facility. Dari program tersebut, Indonesia berpotensi menerima hingga 108 juta dosis vaksin buatan sejumlah perusahaan, termasuk Pfizer. Di kuartal pertama tahun ini, COVAX sudah mulai mengalokasikan vaksin. Untuk Indonesia, mereka mengalokasikan vaksin buatan AstraZeneca. Namun lembaga tersebut tidak menyediakan vaksin Pfizer untuk Indonesia.
Juru bicara vaksin Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidzi, menyatakan salah satu alasannya adalah keterbatasan pasokan vaksin Pfizer. Pasalnya bukan hanya Indonesia yang tertarik. COVAX menerima 72 permohonan pengadaan vaksin ini. Selain itu, Indonesia dinilai masih perlu melengkapi persiapan pengadaan vaksin tersebut.
COVAX memperkirakan pasokan vaksin buatan Pfizer akan meningkat pada April 2021. Direktur Pelaksana COVAX, Aurelia Nguyen, dalam suratnya kepada Menteri Kesehatan Indonesia pada 29 Januari 2021 menyatakan membuka kembali kesempatan untuk mengajukan pengadaan. Jika Indonesia tertarik, mereka menanti surat permohonan hingga 14 Februari mendatang serta detail kesiapan pengadaan vaksin tersebut. "Kami sudah kirim surat komitmen pengadaannya," ujar Nadia, kemarin.
Vaksin Pfizer-BioNTech (Covid-19) di Newcastle, Inggris, 29 Januari lalu. REUTERS/Lee Smith
Nadia menuturkan, pemerintah masih terus mencari solusi distribusi vaksin Pfizer. Antivirus ini membutuhkan fasilitas pendingin dengan suhu minimal -70 derajat Celsius. Pemerintah belum memiliki fasilitas tersebut.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi sebelumnya menyatakan terdapat opsi untuk bekerja sama dengan Pfizer dalam proses distribusi. "Kami mungkin akan menggunakan logistik Pfizer untuk menangani logistik sampai ke titik tempat vaksinasi," ujarnya.
Kendala yang dihadapi PT Bio Farma (Persero) dalam pengadaan vaksin Pfizer lain lagi. Pfizer menolak perjanjian bisnis antar-perusahaan dan memilih meneken kontrak dengan pemerintah.
Direktur Utama Bio Farma, Honesti Basyir, sebelumnya mengatakan Pfizer mengajukan klausul pembebasan dari tuntutan hukum, baik jangka pendek maupun jangka panjang, terhadap kasus efek samping dari vaksin mereka.
"Ini karena vaksin Pfizer menggunakan platform baru yang efek jangka panjangnya belum terbukti sehingga mereka meminta perlakuan khusus dari pemerintah," katanya.
Seorang tenaga kesehatan menjalani vaksinasi di Puskesmas di Bandung, Jawa Barat, 2 Februari 2021. TEMPO/Prima Mulia
Perseroan telah mengusulkan agar pemerintah mengambil alih pembahasan mengenai klausul tersebut. Sedangkan perjanjian pengadaan vaksin tetap dilakukan antar-perusahaan. Namun pemerintah masih mengkaji opsi tersebut.
Untuk distribusi, Bio Farma juga berencana menggunakan fasilitas pendingin ultra-dingin milik Pfizer. Vaksin tersebut nantinya akan didistribusikan ke daerah-daerah tertentu saja mengingat keterbatasan rantai dingin yang tersedia.
Vaksin dari Pfizer akan menambah pasokan antivirus Indonesia untuk mengimunisasi 181,5 juta orang. Saat ini pemerintah dan Bio Farma telah mengantongi komitmen pengadaan vaksin dari Sinovac sebanyak 142 juta dosis bulk vaksin dan 3 juta dosis jadi. Selain itu, terdapat komitmen pengadaan 50 juta dosis vaksin dari Novavax serta opsi tambahan 80 juta dosis. AstraZeneca juga bersedia mengalokasikan 50 juta dosis vaksin serta tambahan 50 juta dosis untuk Indonesia.
VINDRY FLORENTIN