JAKARTA -- Pandemi Covid-19 bukan satu-satunya tantangan yang dihadapi para pelaku industri asuransi pada tahun ini. Di tengah pelemahan daya beli, tingkat kepercayaan masyarakat terusik oleh kasus gagal bayar klaim sejumlah perusahaan asuransi, di antaranya PT Asuransi Jiwasraya (Persero), AJB Bumiputera 1912, dan PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life). Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank 2A Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ahmad Nasurullah, mengatakan rentetan kondisi tersebut menyebabkan upaya menggenjot pendapatan premi kian menantang. “Masyarakat menjadi lebih cermat dan teliti sebelum membeli premi asuransi,” ujarnya dalam diskusi virtual di Jakarta, kemarin.
Tak hanya itu, kinerja fundamental perusahaan asuransi juga akan menjadi fokus perhatian nasabah untuk memastikan perusahaan sehat dan kredibel. Nasrullah mengatakan kondisi pandemi sebenarnya menjadi momentum yang tepat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya asuransi sebagai perlindungan risiko di kemudian hari. Namun tekanan terhadap daya beli membuat masyarakat cenderung bersikap menunggu.
Asuransi jiwa terbukti terkena dampak paling dalam. Pendapatan premi hingga Agustus 2020 tercatat merosot 9,3 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Adapun asuransi umum dan asuransi terkontraksi 0,2 persen. Padahal dalam kondisi normal, pendapatan premi bisa tumbuh hingga 10-17 persen. “Tapi khusus untuk lini usaha asuransi kesehatan, trennya masih meningkat,” ujar Nasrullah. Pendapatan preminya tercatat tumbuh 13,2 persen pada masa pandemi.
Meski kinerjanya terkontraksi, otoritas memastikan industri asuransi nasional tetap sehat. Hal itu tecermin dari tingkat solvabilitas, yaitu indikator risk based capital (RBC) yang masih jauh di atas threshold yang ditetapkan. “Industri asuransi jiwa masih 502 persen dan untuk asuransi umum 330 persen, dari threshold 120 persen,” kata Nasrullah.
Investasi dana kelolaan perusahaan asuransi juga menghadapi situasi naik-turun yang patut dicermati. Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK, Riswinandi, mengungkapkan bahwa kinerja pasar modal akan berdampak pada performa investasi industri asuransi. “Kami mengingatkan kembali agar perusahaan senantiasa melakukan analisis terhadap risiko investasi,” ujarnya. Perusahaan juga dinilai perlu terus melakukan kajian yang memadai, serta melakukan dokumentasi dalam melakukan penempatan dan pelepasan setiap portofolio investasi.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu mengatakan, hingga Juni lalu, total investasi industri mencapai Rp 432,87 triliun, yang didominasi oleh portofolio investasi pasar modal. “Paling tinggi reksa dana, disusul saham, lalu surat berharga negara (SBN), sukuk, dan obligasi lainnya,” kata dia. Tak mengherankan bila situasi pasar modal begitu mempengaruhi kinerja industri asuransi jiwa.
Di tengah dinamika yang terjadi, pelaku industri semakin gencar melakukan sosialisasi dan memberikan literasi untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Terlebih, saat ini tingkat penetrasi asuransi jiwa di Indonesia masih rendah, yaitu di bawah 5 persen, dari total jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 270 juta jiwa. “Kami juga terus menguatkan komitmen terkait dengan pembayaran klaim kepada nasabah karena ini penting sekali untuk menjadi pertimbangan nasabah,” ujarnya. Adapun hingga Agustus 2020, total klaim industri asuransi jiwa yang telah dibayarkan mencapai Rp 99 triliun.
Adapun strategi pengembangan bisnis lain yang terus dijajaki adalah digitalisasi proses bisnis asuransi (insurtech). Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody A.S. Dalimunthe berujar bahwa digitalisasi perlu mendapat perhatian besar, khususnya dari regulator, karena berkaitan dengan penjaminan keamanan proses bisnis serta perlindungan konsumen. “Kami sudah melakukan kajian agar bisa paperless. Namun sekarang masih terhambat regulasi yang mengharuskan polis masih harus dicetak. Makanya kami mengusulkan polis elektronik kepada regulator,” kata Dody. Regulasi berikutnya yang dibutuhkan adalah perihal penggunaan tanda tangan elektronik untuk berbagai dokumen terkait. Saat ini ketentuan tanda tangan basah masih menjadi keharusan.
GHOIDA RAHMAH
Bisnis Asuransi Terusik Kasus Gagal Bayar