JAKARTA – Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mulai memberikan sosialisasi dan pelatihan untuk membantu pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mengikuti pengadaan barang dan jasa pemerintah. Sejumlah dispensasi turut disiapkan untuk memperlancar keikutsertaan mereka.
Dengan kemudahan tersebut, UMKM dapat menawarkan produk kepada kementerian dan lembaga melalui aplikasi Bela Pengadaan, Sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), serta laman UMKM pada e-katalog. "Kami menargetkan 160 UMKM on boarding dalam aplikasi tersebut," kata Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan UKM Victoria Simanungkalit.
Untuk mengejar target tersebut, Kementerian melakukan sosialisasi virtual kepada hampir seluruh Dinas Koperasi dan UKM di Indonesia. Mereka yang menjaring dan mendampingi pelaku UMKM agar dapat memanfaatkan platform penjualan produk tersebut.
Victoria menuturkan pendamping akan memberikan edukasi agar pelaku UMKM meningkatkan kualitas produk sesuai dengan standar dan izin yang berlaku. Pelaku usaha juga dilatih untuk meningkatkan kualitas produksi sesuai dengan kebutuhan kementerian dan lembaga.
Akses pembiayaan UMKM akan dibantu melalui kerja sama dengan bank badan usaha milik negara (BUMN). Menurut Victoria, kontrak pengadaan dengan nilai di bawah Rp 50 juta langsung dibayarkan pemerintah melalui Bank Himbara, sehingga tak ada penundaan pembayaran. "Kami sedang mengusahakan agar proyek Rp 50-250 juta juga bisa melibatkan Himbara dengan skema lain," katanya.
Untuk memudahkan UMKM, Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Roni Dwi Susanto mengatakan pengadaan barang dan jasa dengan nilai di bawah Rp 50 juta tak perlu kontrak. "Cukup dengan kuitansi atau bon biasa," tutur dia. Lembaganya juga telah mengizinkan pengadaan langsung secara elektronik melalui UMKM dengan nilai di bawah Rp 200 juta.
Roni menyatakan ruang penyerapan produk UMKM oleh pemerintah telah tersedia sejak lama. Sejak 2008 hingga 2020, sekitar 47 persen atau 180 ribu UMKM telah mengikuti pengadaan pemerintah secara elektronik. "Sekarang tinggal keberpihakan dari kementerian dan lembaga, mau membeli atau tidak," katanya.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyusun standar audit pengadaan barang dan jasa melalui UMKM. Aturan tersebut dibuat untuk memastikan penyerapan produk UMKM oleh kementerian dan lembaga.
"Hal ini penting karena kalau BPKP tidak melakukan audit sejauh mana mereka belanja produk UMKM, mungkin ke depan mereka tidak akan serius," tuturnya. Teten menargetkan kementerian dan lembaga menggunakan anggaran sekitar Rp 321 triliun untuk belanja produk usaha kecil.
Pengadaan barang dan jasa pemerintah melalui UMKM kembali digenjot tahun ini setelah pandemi Covid-19 merebak. Sebelumnya, pemerintah memberikan sejumlah bantuan pembiayaan kepada UMKM, dari subsidi bunga, jaminan kredit, hingga jaminan kredit modal kerja agar pelaku usaha bertahan. Pandemi membuat permintaan produk anjlok. Bank Indonesia hingga pertengahan tahun lalu mencatat sekitar 72 persen pelaku UMKM terkena dampak pandemi dengan mengalami penurunan penjualan hingga penyaluran modal.
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menyatakan, selain sosialisasi, pemerintah harus memastikan usaha mikro turut terbantu dari program ini. Pasalnya, pengadaan barang dan jasa pemerintah kemungkinan hanya bisa dipenuhi pengusaha kecil dan menengah. "Kemitraan harus dibangun antara usaha menengah dan mikro, misalkan sebagai sub kontrak," katanya.
Faisal menuturkan penyerapan barang dan jasa pemerintah berpotensi mendorong UMKM di tahun depan, dengan catatan pemulihan kesehatan berjalan dengan baik. Anggaran penanggulangan penyakit yang mendominasi belanja pemerintah tahun ini bisa dialihkan untuk menyerap produk UMKM pada masa mendatang.
VINDRY FLORENTIN
21