JAKARTA – Kontribusi ekspor produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih relatif kecil, yaitu sekitar 14 persen. Untuk itu, Presiden Joko Widodo menargetkan volume ekspor dari produk UMKM naik dua kali lipat dari 14 persen menjadi 28 persen pada 2024.
Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih mengatakan salah satu strategi pemerintah adalah memetakan kemampuan industri kecil dan menengah (IKM) serta industri besar. Menurut Gati, pelaku industri kecil dan menengah perlu memasok industri besar karena mereka harus masuk ke rantai pasok global. Mereka yang sudah bisa mensuplai industri besar akan mudah masuk pasar ekspor.
"Tujuan link and match ini supaya pelaku IKM mengetahui persyaratan untuk menjadi pemasok industri besar. Industri besar akan memberikan penilaian, baik bahan baku maupun proses produksi," tutur Gati kepada Tempo, kemarin.
Untuk mendukung tujuan tersebut, pemerintah bekerja sama dengan akademikus dan perguruan tinggi untuk menggodok bahan bakunya. Pemerintah juga menyiapkan program restrukturisasi mesin dan peralatan produksi dengan memberikan potongan harga sebesar 30 persen.
Gati menuturkan pemerintah bekerja sama dengan atase perdagangan atau Indonesian Trade and Promotion Center (ITPC) untuk memetakan kondisi pasar ekspor. Kementerian pun gencar mencari inovasi produk yang menggunakan bahan baku lokal melalui, misalnya, Indonesia Food Innovation (IFI), Indonesia Fashion & Craft Awards, ataupun Creative Business Incubator (CBI).
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Kasan Muhri mengatakan Kementerian sedang mengkaji produk yang memiliki kekuatan pasar di negara akreditasi para perwakilan dagang. Kajian itu akan dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu excellent products, emerging products, dan losing products. "Nantinya, pada setiap kategori akan diterapkan strategi yang berbeda untuk pengembangan ekspornya," ujar Kasan.
Kasan menjelaskan, untuk excellent products, pemerintah mendorong diversifikasi karena telah memiliki kekuatan pasar yang besar. Untuk emerging dan losing products, peran perwakilan dagang diperlukan untuk mempelajari keunggulan produk dari negara pesaing yang belum dimiliki oleh Indonesia.
Untuk saat ini, terdapat beberapa produk yang berpotensi didorong untuk ekspor, di antaranya produk kayu, furnitur, perikanan olahan, olahan rempah-rempah, dan kopi.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan, untuk mendorong ekspor, UMKM memerlukan peran pedagang eksportir dalam pemasaran dan konsolidasi logistik. Selain itu, pelaku UMKM masih melakukan pembayaran secara tunai. Sementara itu, eksportir menggunakan letter of credit.
Ketua Komite Tetap Bidang Ekspor Kamar Dagang dan Industri Indonesia Handito Joewono mengusulkan agar pelaku UMKM tidak dipaksakan untuk menjadi produsen eksportir, melainkan produsen produk ekspor saja. Sedangkan pedagang ekspornya, ujar Handito, bisa menggunakan produk UMKM.
Direktur Utama Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dan UKM (Smesco Indonesia) Leonard Theosabrata mengatakan target kenaikan ekspor hingga 28 persen pada 2024 merupakan target jangka panjang. Menurut Leo, Smesco sudah mulai dengan beberapa langkah, seperti pelatihan dan pendampingan. Langkah tersebut juga difasilitasi, baik secara online atau offline.
"Semua butuh waktu karena ini baru tahap awal. Kami sudah ada pusat konsultasi, kampus, dan laboratorium," ujar Leo.
Apabila tahap tersebut telah dilalui, Leo menuturkan, Smesco mulai mengarahkan kepada perdagangan yang lebih komprehensif, misalnya, dengan menaikkan angka penjualan. “Pada tahap itu, kami tak bicara ekspor dulu, tapi distribusi lokal, termasuk on boarding digital, pembinaan, dan pasokan material. Tahun depan, kita mulai bicara ekspor," ujar Leo.
LARISSA HUDA
Mengejar Ekspor Dua Kali Lipat