JAKARTA – Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Fernando Repi, mengatakan industri retail berupaya mengubah pola bisnis dalam dua tahun terakhir. Salah satu yang tengah dicoba adalah pola omnichannel, yaitu bentuk kolaborasi antara belanja online dan konvensional. "Misalnya menjual barang secara online, lalu barang bisa diambil di toko. Perpaduan itu harus diciptakan," ujar dia kepada Tempo, kemarin.
Menurut Fernando, keberadaan toko fisik tidak bisa diabaikan karena masih berkontribusi besar dalam penjualan. Hal ini terlihat dari anjloknya penjualan hingga 80 persen selama pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) akibat pandemi Covid-19. Pemasaran online tak mampu mendongkrak kinerja karena hanya berkontribusi sekitar 8 persen dari total penjualan. "Perubahan akan berjalan empat bulan ke depan. Saya yakin akan lebih cepat setelah Covid-19 ini karena secara tanpa sengaja masyarakat dipaksa untuk belanja online," kata dia.
Fernando mengatakan penurunan omzet retail selama pandemi Covid-19 memberikan pembelajaran kepada peretail untuk membuka gerai pada platform e-commerce. Layanan omnichannel juga bisa menciptakan pengalaman yang berbeda bagi konsumen untuk datang ke toko fisik. "Strategi omnichannel untuk retail besar sudah dimulai. Kendalanya ada di organisasi, ada hal yang masih sulit diubah, seperti sistem operasional," ujar Fernando.
President Corporate Communication PT Trans Retail Indonesia, Satria Hamid, mengatakan tengah beradaptasi dengan perkembangan teknologi, termasuk omnichannel. Dia menilai omnichannel merupakan salah satu bentuk evolusi industri retail karena ada perubahan pola konsumsi yang berbeda. "Ke depan kami pastikan siap secara korporasi," ucapnya.
Satria menuturkan akan mengembangkan layanan yang mengedepankan pengalaman konsumen. Transmart mendorong konsep 4 in 1, yaitu menopang kegiatan belanja, bersantap, bermain, dan menonton dalam satu lokasi. "Kami melihat perkembangan konsep itu lebih cepat di daerah karena masyarakatnya haus hiburan," kata dia.
Vice President Online to Offline (O2O) Blibli, David Michum, mengatakan sudah menjalankan tiga layanan omnichannel, yaitu Blibli InStore, Blibli Click&Collect, dan Blibli Mitra. Ketiga layanan tersebut mendapat respons sangat baik dari pasar. "Hal ini direfleksikan oleh tingkat penggunaan layanan omnichannel oleh para seller Blibli," tuturnya.
Hingga Maret lalu, David mengatakan perusahaannya sudah mencetak 200 ribu transaksi melalui Blibli Mitra. Hingga akhir tahun lalu tercatat sudah 17 ribu mitra toko offline Blibli Click&Collect dan Blibli InStore yang tersebar di 40 kota di seluruh Indonesia. "Melalui layanan Blibli Click&Collect, pelanggan bisa memesan produk melalui platform dan mengambil barang pesanan secara langsung di toko pilihan," ujar David.
Menurut David, omnichannel pada jaringan minimarket bisa meningkatkan efisiensi belanja di tengah pandemi. Pelanggan tidak perlu repot menunggu dan antre karena mereka tinggal mengambil barang yang sudah dikemas toko. "Layanan omnichannel ini bisa meningkatkan pengalaman retail para pelanggan, dari kenyamanan berbelanja hingga ketersediaan varian produk."
Platform e-commerce kecantikan, Sociolla, juga menjajal konsep omnichannel dalam lini bisnisnya. Saat ini, setidaknya sudah ada dua gerai omnichannel, yaitu Lippo Puri Mall dan Mall Kota Kasablanka. Chief Executive Officer Sociolla John Marco Rasjid mengatakan omnichannel ini berperan sebagai pelengkap. Meski begitu, Rasjid mengatakan tak ingin menjadikan toko fisik sebagai lini bisnis utama.
"Kami akan sangat selektif dalam memilih lokasi. Dari media sosial kami, banyak sekali permintaan konsumen agar omnichannel hadir di kota mereka," ujar Rasjid, beberapa waktu lalu.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan adaptasi teknologi mendesak dilakukan oleh peretail. Menurut dia, saat ini banyak konsumen yang melihat lapak online sebagai katalog, tapi lebih percaya jika pembelian dilakukan secara langsung di toko konvensional.
Menurut Bhima, faktor perkembangan generasi menjadi hal penting dalam menyusun pola bisnis. Saat ini, kata dia, banyak retail yang dikelola generasi baby boomer dan generasi X sehingga menjadi kurang lincah berjualan di platform online. "Kini konsumen butuh informasi lebih detail, atau karena harga barangnya relatif mahal, jadi lebih percaya dengan toko fisik," ujarnya. LARISSA HUDA
Survei penjualan eceran Bank Indonesia mencatat penurunan penjualan eceran pada Maret lalu masih berlanjut.