JAKARTA - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan pada akhir tahun ini akan lahir unicorn baru yang akan menyusul Ovo, Gojek, Bukalapak, Tokopedia, dan Traveloka. Dia mengatakan unicorn atau perusahaan rintisan dengan valuasi di atas US$ 1 miliar itu beririsan dengan program pemerintah di bidang pendidikan.
Namun Rudiantara mengelak menjawab ketika ditanyai apakah unicorn tersebut adalah Ruang Guru, start-up di bidang pendidikan. "Perusahaannya saya tidak bisa sebut karena transaksinya tidak dengan pemerintahan, tapi dengan investor," kata dia di kantor Bukalapak, Jakarta Selatan, kemarin.
Selain unicorn baru, Rudiantara menyebutkan salah satu e-commerce nasional dalam waktu satu tahun sudah mencetak valuasi US$ 10 miliar atau berstatus decacorn. Karena itu, dia mengaku optimistis atas hasil studi terbaru Google, Temasek, dan Bain & Company yang menyebut omzet ekonomi digital Indonesia bisa mencapai US$ 130 miliar pada 2025. "Sejak awal sudah saya prediksi seperti itu," katanya.
Dalam riset berjudul "e-Conomy SEA 2019", Google menyebutkan sepanjang tahun ini nilai ekonomi digital Indonesia akan menyentuh US$ 40 miliar. Angka tersebut bertumbuh dari tahun lalu yang mencapai US$ 27 miliar. Ada empat subkategori ekonomi digital, yakni e-commerce, travel online, media online, dan transportasi online, yang menjadi penggerak.
E-commerce menjadi sektor yang paling moncer dengan prediksi omzet US$ 21 miliar, tumbuh dari US$ 12,2 miliar tahun lalu. Sedangkan transportasi online atau ride hailing bertumbuh dari US$ 3,7 miliar menjadi US$ 6 miliar tahun ini. Media online naik dari US$ 2,7 miliar menjadi US$ 4 miliar dan travel online tumbuh dari US$ 8,6 miliar menjadi US$ 10 miliar.
Namun nilai investasi tumbuh tipis. Tahun ini, investasi industri digital Indonesia diperkirakan mencapai US$ 4 miliar, naik sedikit dari tahun lalu yang mencapai US$ 3,8 miliar. Pada pertengahan tahun ini, investasi yang masuk sama dengan tahun lalu sebesar US$ 1,8 miliar.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Thomas Lembong, mengatakan kondisi ekonomi global tidak mendukung pertumbuhan investasi. Demikian pula dengan turbulensi politik Indonesia. "Wajar jika ada kekhawatiran, tapi kami jamin pemerintah sedang mempersiapkan kebijakan yang mendukung investasi, termasuk di dunia digital," kata dia.
Joint Head Investment Group Temasek, Rohit Sipahimalani, mengatakan tren investasi digital tahun ini menurun hingga 17 persen. Namun, kata dia, investasi di Asia Tenggara tetap bertumbuh. "Meski hanya tumbuh sedikit, ini menandakan iklim dan potensi yang sehat," ujarnya. Hingga semester I 2019, investasi ekonomi digital di Asia Tenggara mencapai US$ 7,6 miliar, tumbuh dari paruh pertama tahun lalu sebesar US$ 7,1 miliar.
Sementara itu, Managing Director Plug & Play Indonesia, Wesley Harjono, mengatakan potensi investasi ekonomi digital di Indonesia semakin besar. Saat ini, kata dia, semakin banyak konglomerat dan perusahaan besar yang masuk ke sektor ini. Dalam tiga tahun terakhir, Plug & Play, selaku lembaga akselerator start-up, sudah menggandeng perusahaan besar seperti PT Astra International Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, hingga Grup Sinarmas sebagai mitra.
EKO WAHYUDI | FRANSISCA CHRISTY | ANDI IBNU