maaf email atau password anda salah


Kegagalan Polisi Melindungi Kebebasan Berekspresi

Pembubaran diskusi Forum Tanah Air makin menunjukkan polisi tak paham menegakkan hukum. Preseden buruk kebebasan berekspresi.

arsip tempo : 173058295398.

Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko. tempo : 173058295398.

PENGGERUDUKAN dan intimidasi diskusi Forum Tanah Air bertema “Silaturahmi Kebangsaan Diaspora Bersama Tokoh dan Aktivis Nasional” kembali membuktikan polisi tak memahami esensi dan arti penting kebebasan berekspresi. Alih-alih mengayomi dan melindungi masyarakat berekspresi, polisi malah “ramah” kepada para preman yang mengganggu forum tersebut.

Puluhan laki-laki masuk ke ruang diskusi Forum Tanah Air di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, pada Sabtu siang, 28 September 2024. Sambil berteriak, mereka merobek baliho dan layar monitor. Sebagian memukul meja dengan mikrofon. Polisi yang berada di ruang diskusi baru mencegah intimidasi para preman itu setelah terjadi chaos. Mereka terlihat pasif sejak para perusuh berorasi mengecam para pembicara yang terkenal kritis terhadap pemerintah.

Polisi memang bisa menggiring para perusuh itu keluar hotel, tapi acara telanjur bubar. Baru esoknya polisi menangkap lima pemuda yang menjadi biang onar. Namun hanya dua orang yang menjadi tersangka. Polisi dari Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya kemudian memeriksa 11 personel yang menjaga diskusi pada hari itu, tapi pemeriksaan tersebut terkesan basa-basi karena mendapat kritik publik polisi tak berusaha mencegah para perusuh.

Penetapan dua perusuh sebagai tersangka semestinya mengungkap motif dan pesuruh mereka. Klaim pengacara keduanya yang menyebutkan para preman itu membubarkan diskusi karena khawatir forum tersebut digunakan untuk menggagalkan pelantikan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober 2024 sungguh tak masuk akal.

Kebebasan berpendapat dalam pelbagai bentuk, jika para polisi belum paham, dijamin UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dengan begitu, polisi wajib melindungi masyarakat yang hendak menyampaikan pendapat atau gagasan di muka publik. Jadi, tak ada alasan bagi polisi bersikap ramah kepada siapa pun yang menghalangi setiap orang menyuarakan pendapatnya.

Selain Undang-Undang Hak Asasi Manusia, polisi punya kewenangan menangkap langsung para perusuh dan pengganggu kebebasan berpendapat dengan menggunakan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Artinya, polisi yang menjadi saksi keributan tak perlu menunggu laporan dari siapa pun agar bisa menindak pengganggu ketertiban. Dengan demikian, pembiaran kepada preman atau organisasi kemasyarakatan yang mengintimidasi sebuah acara sekaligus pelanggaran aparat negara terhadap pasal itu.

Polisi lagi-lagi gagal melindungi hak paling asasi rakyat Indonesia dalam sistem demokrasi. Sebab, peristiwa Grand Kemang itu bukanlah yang pertama kali. Sepanjang 2024, setidaknya lima acara diskusi dibubarkan para preman. Di semua intimidasi itu, polisi diam dan cenderung pro kepada para perusuh. Penangkapan perusuh setelah mendapat kritik publik pun tak pernah diikuti dengan pengungkapan motifnya.

Semua peristiwa itu menunjukkan polisi kita gagal menjadi “polisi”, penjaga kegiatan warga negara. Slogan “melindungi dan mengayomi” masyarakat sudah lama tak sesuai. Maka, jangan salahkan masyarakat yang tak lagi percaya kepada institusi ini. Hasil survei tingkat kepuasan publik yang meningkat pada Juni 2024 sebesar 73,1 persen dari 66 persen pada Agustus tahun lalu makin menguatkan kecurigaan tingkat kepuasan itu hanya akal-akalan survei untuk memoles citra kosong.

Peristiwa Grand Kemang mungkin akan diikuti oleh peristiwa lain yang serupa di kemudian hari. Sebab, alih-alih menegakkan hukum, polisi makin menunjukkan diri berpihak, bahkan tunduk, kepada penguasa, mereka yang berduit, dan massa suruhan yang merongrong demokrasi. Sikap dan tindakan polisi yang berkebalikan dengan tugas mereka itu akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di masa depan.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 2 November 2024

  • 1 November 2024

  • 31 Oktober 2024

  • 30 Oktober 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan