maaf email atau password anda salah


Terpuruk Bulu Tangkis di Olimpiade Paris

Indonesia gagal mengembalikan tradisi emas bulu tangkis Olimpiade. Terganjal regenerasi. 

 

arsip tempo : 172657089094.

Ilustrasi: Tempo/Kuswoyo. tempo : 172657089094.

PRESTASI bulu tangkis Indonesia terpuruk di Olimpiade Paris 2024. Hanya meraih satu medali perunggu dari Gregoria Mariska Tunjung, Indonesia gagal mengembalikan tradisi emas badminton di pesta olahraga dunia itu. Capaian ini tentu menjadi pukulan bagi bulu tangkis Indonesia. 

Olimpiade Paris seakan-akan menjadi puncak kejatuhan prestasi. Sejak awal tahun, terdapat 17 turnamen BWF World Tour level Super 200-100. Sayang, Indonesia hanya meraih lima gelar juara. Kemerosotan prestasi ini mengulang pengalaman pahit Olimpiade London 2012. Kala itu, Indonesia gagal meraih satu pun medali dari cabang olahraga badminton. 

Sebelumnya, Indonesia nyaris tak pernah absen membawa pulang emas Olimpiade dari bulu tangkis. Saat olahraga tepok bulu ini dipertandingkan secara resmi di Olimpiade Barcelona 1992, Indonesia meraup medali emas di nomor tunggal putri (Susi Susanti) dan tunggal putra (Alan Budikusuma). Sejak saat itu, pemain bulu tangkis Indonesia terus membawa pulang medali emas—kecuali di Olimpiade London 2012.

Hilangnya tradisi emas bulu tangkis Olimpiade menuai sorotan. Apalagi setelah Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia berdalih bahwa persoalan mental sebagai salah satu penyebab anjloknya prestasi atlet. Alasan itu sulit diterima mengingat sejumlah pebulu tangkis yang berlaga sudah punya cukup pengalaman. Bahkan ada yang pernah meraih medali pada Olimpiade sebelumnya. 

Pangkal soalnya apalagi kalau bukan regenerasi. Ketidakmampuan PBSI menutup jurang antara atlet senior dan pemain di lapis bawahnya membuat nama yang tampil itu-itu saja. PBSI tidak mampu melahirkan pelapis yang setara dengan mereka. 

Jonatan Christie dan Anthony Ginting di tunggal putra, misalnya, saat ini berusia 26 dan 27 tahun. Begitu pula Fajar Alfian dan Muhammad Rian Ardianto di ganda putra yang sama-sama berusia 29 tahun. Dalam Olimpiade berikutnya, Los Angeles 2028, usia mereka bakal menyentuh kepala tiga. 

Kemerosotan prestasi sudah terlihat jauh sebelum Olimpiade. Prestasi bulu tangkis Indonesia redup di sejumlah turnamen. Di Asian Games Hangzhou, Cina, pada 23 September-8 Oktober 2023, untuk pertama kali dalam sejarah bulu tangkis gagal menyumbang medali. Prestasi Indonesia sedikit terobati setelah Jonatan Christie dan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto meraih gelar juara All England 2024.

Fondasi untuk meraih prestasi adalah pembinaan dan kompetisi berjenjang sejak level paling rendah. Ini yang dilakukan negara-negara lain, seperti Cina, Jepang, dan Thailand. Mereka menjaring pemain muda sejak tingkat sekolah dasar, menggodoknya di pemusatan latihan nasional, lalu memberikan kesempatan kepada mereka belajar dari kompetisi internasional. Dengan begitu, regenerasi tak pernah putus. 

Di tengah melimpahnya jumlah turnamen berbagai kelas, sistem pembinaan kita jauh tertinggal dari negara lain. Wajar banyak atlet hebat muncul dari berbagai negara. Persaingan menjadi lebih ketat dan prestasi pemain bulu tangkis kita tersalip oleh atlet negara lain. 

Yang tak kalah krusial adalah manajemen kepelatihan. Bukan rahasia lagi bila ada pelatih bulu tangkis yang tak punya kontrak hitam di atas putih. Amburadulnya manajemen kepelatihan itu pulalah yang membuat sejumlah pelatih Indonesia berbondong-bondong meninggalkan pelatnas, pindah menjadi pelatih badminton negara lain. 

Pekerjaan rumah itu bisa dimulai dari tubuh PBSI. Sudah saatnya bulu tangkis diurus secara profesional oleh orang yang tidak hanya paham, tapi juga menjiwainya. Menempatkan bekas pejabat atau jenderal sebagai pemimpin induk olahraga tidak lagi relevan. 

Konten Eksklusif Lainnya

  • 17 September 2024

  • 16 September 2024

  • 15 September 2024

  • 14 September 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan