Tak Realistis Program Makan Gratis
Pemerintahan Prabowo Subianto perlu menahan diri tak menjalankan program yang memboroskan anggaran seperti makan bergizi gratis.
RENCANA presiden terpilih Prabowo Subianto menjalankan program makan bergizi gratis pada tahun pertama pemerintahannya tidak realistis. Pada saat penerimaan pemerintah belum optimal dan sempitnya ruang fiskal yang tersedia, mengalokasikan dana untuk program tersebut yang mencapai Rp 71 triliun jelas tak bijaksana.
Angka Rp 71 triliun itu hasil rembukan antara pemerintah Joko Widodo dan Tim Gugus Sinkronisasi Prabowo. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan alokasi tersebut akan masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2025. Sri Mulyani mengklaim anggaran tersebut masih berada dalam kisaran defisit 2,29-2,83 persen dari produk domestik bruto pada APBN tahun depan yang telah disepakati pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Kisaran defisit memang telah diketok, tapi postur resmi rancangan APBN 2025 belum diumumkan. Badan Anggaran DPR memperkirakan APBN tahun depan sekitar Rp 3.500 triliun. Pendapatan negara diproyeksikan Rp 2.900 triliun, yang sebagian besar bersumber dari penerimaan perpajakan yang ditargetkan mencapai Rp 2.500 triliun. Untuk menambah kekurangannya, pemerintah perlu berutang lebih dari Rp 500 triliun, dengan asumsi defisit berada di level 2,29 persen.
Di tengah situasi ekonomi global masih diselimuti ketidakpastian dan perekonomian nasional yang lesu, perkiraan di atas bisa meleset. Sebagai pembanding, tahun ini penerimaan perpajakan hingga Mei turun dibanding periode yang sama tahun lalu. Target Rp 2.300 triliun hingga Desember nanti diragukan bisa tercapai, apalagi target tahun depan yang angkanya lebih besar. Penerimaan yang tidak optimal bisa membuat defisit melebar. Hal ini bisa memicu pemerintah mengeluarkan surat utang baru dengan bunga yang tinggi untuk menarik minat pasar.
Situasi ini akan membuat kita terperosok lebih jauh ke dalam jebakan utang. Padahal saat ini kita sudah dalam kondisi gali lubang tutup lubang. Utang baru yang dibuat tidak berfaedah untuk pembangunan karena dipakai untuk menutup utang lama yang kian menganga. Pada tahun pertama pemerintahannya saja, Prabowo harus membayar utang warisan pemerintahan sebelumnya sebesar Rp 800 triliun.
Karena itu, pemerintahan Prabowo perlu menahan diri untuk tidak menjalankan program yang memboroskan anggaran seperti makan bergizi gratis. Apalagi tujuan program yang sebelumnya bernama makan siang gratis ini, yakni untuk mengentaskan angka stunting, diragukan efektivitasnya karena tujuan dan sasaran programnya tidak klop. Selain itu, jika bahan bakunya diimpor, seperti sebagian besar susu sapi yang dikonsumsi di Indonesia, program ini malah akan menekan neraca perdagangan kita.
Meski anggaran makan bergizi gratis sekitar 2 persen dari perkiraan APBN mendatang, porsi belanja program ini bisa menyebabkan realokasi anggaran kementerian atau lembaga lain. Ini akan menimbulkan dampak ekonomi, seperti pengurangan subsidi energi yang bisa menyebabkan melemahnya daya beli.
Untuk menyehatkan APBN dan menyelamatkan negara ini, tiada pilihan bagi pemerintahan mendatang selain mengetatkan ikat pinggang. Selain program makan bergizi gratis, proyek mercusuar warisan Jokowi yang kurang bermanfaat bagi khalayak dan menyedot anggaran, seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara, perlu ditimbang lagi. Prabowo punya kesempatan untuk mengakhiri kekacauan penganggaran di era Jokowi.