maaf email atau password anda salah


Jebakan Populisme Hukum Mengusut Korupsi Timah

Kerugian ekologi dugaan korupsi timah Pulau Bangka sangat besar. Pelaku utama harus diseret ke pengadilan.  

arsip tempo : 171448287160.

Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko. tempo : 171448287160.

BANYAK faktor yang membuat kasus dugaan korupsi pengelolaan tambang timah di Pulau Bangka begitu menarik perhatian publik. Demi tegaknya rasa keadilan, Kejaksaan Agung tidak boleh mengendur, apalagi main-main, dalam membongkar kasus korupsi ini. 

Selain melibatkan jajaran direksi PT Timah yang merupakan badan usaha milik negara, kasus ini menyeret-nyeret dua nama terkenal: Helena Lim, yang terkenal crazy rich Pantai Indah Kapuk, dan Harvey Moeis, suami pesohor Sandra Dewi. Kedua orang itu terkenal karena sering menunjukkan gaya hidup mewah yang luar biasa di media sosial mereka.

Lebih dari itu, jaksa telah mengumumkan perkiraan kerugian negara yang sangat fantastis. Menurut jaksa, nilai kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 271 triliun. Konsekuensinya, selain membuktikan bahwa para tersangka bersalah di pengadilan atas tindak pidana korupsi, jaksa memiliki beban untuk membuktikan bahwa kerugian negara sebesar itu memang benar adanya.

Dalam menaksir kerugian negara akibat korupsi pengelolaan timah ini, jaksa tidak hanya menghitung kerugian keuangan negara, tapi juga kerugian ekonomi dan lingkungan serta biaya pemulihan lingkungan. Memasukkan kerugian ekologi dalam menghitung kerugian kasus korupsi merupakan langkah yang progresif. 

Selama ini, penghitungan kerugian ekologis didasarkan pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup. Dalam kasus korupsi, kerugian ekologis masih jarang diperhitungkan.

Tantangan bagi jaksa adalah menunjukkan bahwa perhitungan mereka valid, sesuai hukum, dan berpijak pada bukti yang kuat. Jika tidak, bukan saja dakwaan jaksa yang rawan dipatahkan oleh tim pengacara para tersangka, jaksa juga akan sulit menepis anggapan bahwa mereka menegakkan hukum demi mencari popularitas. Jebakan populisme hukum ini, yang terkesan berani mengusut kasus korupsi dengan kerugian negara sangat besar, hanya akan merugikan penegakan hukum.

Jaksa hendaknya belajar dari kasus korupsi alih fungsi lahan di Riau yang melibatkan pemilik PT Duta Palma, Surya Darmadi. Dalam kasus tersebut, jaksa mendakwa Surya merugikan keuangan dan perekonomian negara sekitar Rp 78,8 triliun. Namun, meskipun menyatakan Surya bersalah dan memvonisnya 16 tahun penjara, majelis hakim kasasi di Mahkamah Agung menolak perhitungan kerugian negara versi jaksa.

Selanjutnya, jaksa juga perlu bekerja lebih serius untuk menjerat semua pihak yang terlibat dalam kasus korupsi timah ini. Kasus korupsi yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 271 triliun tidak mungkin terjadi tanpa adanya persekongkolan para pelaku di lapangan dengan pejabat dan aparat yang membekingi mereka.

Kerusakan ekologis dengan nilai ratusan triliun rupiah seharusnya menjadi petunjuk bagi penegak hukum untuk menjerat lebih banyak lagi pelaku. Penegak hukum tidak boleh berhenti pada 16 tersangka. Para aktor utama dalam kasus megakorupsi ini harus dicari dan diseret ke pengadilan. Jika tidak, para aktor utama tersebut tidak hanya akan bebas melenggang, tapi juga mungkin merencanakan lagi penggarongan sumber daya alam secara lebih besar lagi.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 30 April 2024

  • 29 April 2024

  • 28 April 2024

  • 27 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan