maaf email atau password anda salah


Janji Parsial Memangkas Peran BUMN

Prabowo berjanji mengurangi peran BUMN pada sektor usaha non-strategis. Janji bersayap tanpa dukungan rekam jejak.

 

arsip tempo : 171426114154.

Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko. tempo : 171426114154.

JANJI calon presiden Prabowo Subianto memberi ruang lebih luas kepada swasta di samping badan usaha milik negara (BUMN) terdengar seperti bunyi tong kosong. Selama ini, Prabowo tak punya rekam jejak dalam mendukung ide ekonomi pasar terbuka yang memberi ruang lebih luas kepada swasta.

Prabowo menyuarakan perlunya mengurangi peran BUMN, terutama yang bergerak di bidang perhotelan, dalam acara Mandiri Investment Forum pada Selasa lalu. Prabowo berpendapat tak perlu ada BUMN di bidang perhotelan, yang dia anggap tidak strategis.

Prabowo, calon presiden terpilih versi hitung suara cepat, juga menegaskan pentingnya memberi ruang lebih luas kepada investasi swasta. Pilihan itu, menurut dia, akan membantu capaian target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen dalam lima tahun ke depan.

Tentu saja terlalu dini untuk membaca pernyataan Prabowo sebagai arah kebijakan pemerintahan baru lima tahun ke depan. Prabowo sendiri belum resmi menjadi presiden yang sah secara konstitusional. Selain itu, selama masa kampanye pemilihan presiden, Prabowo kerap menggaungkan “nasionalisme sempit” dengan mengusung peran negara yang dominan dalam perekonomian.

Berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka, dalam kampanye pemilihan presiden 2024, Prabowo pun mengumbar janji melanjutkan strategi pembangunan Presiden Joko Widodo. Padahal, kita tahu, dalam 10 tahun masa pemerintahannya, Jokowi terus-menerus menugasi BUMN untuk menggarap pelbagai proyek, terutama di bidang infrastruktur, yang secara perhitungan bisnis tidak layak. Akibatnya, banyak BUMN menanggung kerugian besar. Pada akhirnya BUMN pun membebani keuangan negara lewat suntikan penyertaan modal berskala puluhan triliun rupiah.

Pada masa pemerintahan Jokowi pula, BUMN banyak yang salah urus karena menjadi ajang bagi-bagi posisi sebagai imbalan politis. Sistem merit dan profesionalisme tak menjadi acuan dalam pemilihan direksi serta komisaris BUMN. Pengawasan pun menjadi asal-asalan sehingga membuka lebar peluang korupsi.

Karena itu, barisan pendukung ekonomi pasar bebas semestinya tidak terlalu bersemangat menyambut pernyataan Prabowo tersebut. Apalagi Menteri Pertahanan ini masih memakai kata “strategis” sebagai tolok ukur apakah BUMN perlu berperan atau tidak. Itu pernyataan bersayap karena kata “strategis” bisa saja dimanipulasi.

Misalnya, dengan dalih usaha strategis, peran BUMN dalam bisnis senjata bisa terus dipertahankan, meski tidak efisien dan melanggar prinsip good corporate governance. Padahal di negara sekelas Amerika Serikat saja tidak ada BUMN yang mengurus bidang pertahanan. Industri pertahanan di sana semuanya digarap swasta. Toh, Amerika tetap menjadi juara dunia dalam hal teknologi ataupun industri senjata.

Jika konsisten dengan gagasan bahwa swasta perlu lebih berperan dalam perekonomian, Prabowo tak cukup merujuk pada BUMN di bidang perhotelan. Banyak sektor usaha lain yang digarap BUMN—dengan magnitudo lebih besar—yang seharusnya diserahkan kepada swasta. Singkat kata, Prabowo seharusnya berani membongkar total tata kelola BUMN, bukan hanya mengumbar janji secara parsial.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 28 April 2024

  • 27 April 2024

  • 26 April 2024

  • 25 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan