maaf email atau password anda salah


Jaga Harimau Sumatera

Populasi harimau Sumatera terus menurun. Pemerintah mesti segera mengambil langkah serius untuk menjaga kelestariannya.

arsip tempo : 171424619112.

Ilustrasi: Tempo/Kuswoyo. tempo : 171424619112.

HARIMAU Sumatera dari hari ke hari kian terancam oleh pembalakan hutan dan perburuan ilegal. Populasi mereka terus menurun. Pemerintah mesti segera mengambil langkah serius untuk menjaga kucing besar ini agar tidak punah dari bumi Andalas.

Deforestasi menjadi penyebab utama menyusutnya populasi harimau Sumatera. Di Aceh, misalnya. Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan serta Yayasan Ekosistem Lestari mencatat, pada 2019 saja, hutan di daerah ini menyusut seluas 15.140 hektare atau setara dengan 14 ribu luas lapangan sepak bola. Angkanya hampir sama dengan penyusutan pada tahun sebelumnya, yakni 15.071 hektare. Luas Kawasan Ekosistem Leuser, yang semula 2.255.577 hektare, diperkirakan tinggal 1,8 juta hektare pada 2019. Mayoritas lahan yang awalnya hutan tersebut kini berubah menjadi perkebunan kelapa sawit, tambang, hingga food estate.

Nafsu membuka lahan hutan menyebabkan harimau kehilangan tempat tinggal alaminya. Mereka merangsek ke perkampungan untuk berburu hewan peliharaan warga karena makanan utama mereka, seperti babi hutan dan rusa, berkurang seiring dengan menyempitnya hutan. Konflik harimau dengan manusia pun tak terhindarkan. Manusia menganggap harimau sebagai hama yang harus dimusnahkan.

Selain deforestasi, perburuan ilegal mengancam keberlangsungan harimau Sumatera. Pemburu mengincar daging harimau yang harganya tinggi karena dianggap bisa menyembuhkan penyakit. Begitu juga dengan kulit, tulang, dan taringnya. Memang sesekali ada pemburu yang tertangkap dan diadili. Namun hukumannya sering kali sangat ringan. Vonis Pengadilan Negeri Simpang Tiga Redelong, Bener Meriah, Aceh, terhadap Ahmadi, contohnya. Dinyatakan bersalah memperjualbelikan kulit dan tulang harimau Sumatera, mantan Bupati Bener Meriah, Aceh, ini dihukum 1 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 100 juta. Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Aceh hanya menuntut dia 2 tahun 6 bulan penjara.

Hukuman yang teramat ringan—apalagi bagi pejabat publik yang semestinya melindungi hewan endemik Pulau Sumatera tersebut—menyebabkan hilangnya wibawa hukum terhadap pelaku perdagangan satwa langka. Efek jera tidak terjadi.

Berdasarkan data terakhir Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, populasi harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) hanya tinggal 603 ekor. Sebanyak 150-200 ekor di antaranya berada di Aceh. Dengan laju deforestasi yang masih tinggi dan perburuan yang terus marak, bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan harimau Sumatera akan hilang selamanya.

Dalam ekologi dikenal istilah trophic cascade, yang merujuk pada perubahan dramatik dalam ekosistem akibat bertambahnya, atau sebaliknya, hilangnya pemangsa puncak. Contoh yang sering dikemukakan adalah kepunahan serigala lokal di Taman Nasional Yellowstone, Amerika Serikat. Hal itu menyebabkan populasi rusa membengkak. Mereka kemudian mengakibatkan vegetasi sungai rusak, yang kemudian membuat burung dan berang-berang di sungai berkurang. Di sisi lain, tanpa serigala, predator yang lebih rendah, seperti coyote, merajalela. Mereka memangsa hingga mamalia yang paling kecil, yang sebelumnya terlindung dengan adanya serigala. Dampak berantai tersebut pada akhirnya menyebabkan seluruh ekosistem memburuk.

Kita tidak menginginkan hal itu terjadi di sini. Harimau Sumatera merupakan bagian penting dari keanekaragaman hayati yang mesti dijaga. Sebagai predator puncak, mereka tentu memiliki peran dalam menjaga keseimbangan ekosistem, yang pada akhirnya penting bagi keberlangsungan hidup manusia sendiri.

Untuk itu, deforestasi dan perburuan harimau Sumatera mesti dihentikan. Pemerintah dan DPR dapat mengupayakan itu dengan cara mempercepat pembahasan rancangan revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE). Dalam draf RUU KSDAHE yang tengah dibahas, bentuk pelanggaran diperluas serta sanksi penjara dan dendanya juga lebih tinggi. Selain itu, pelaku yang bisa dijerat bukan hanya perseorangan, tapi juga korporasi. Dengan adanya aturan baru yang lebih tegas, harimau Sumatera akan punya harapan untuk terus hidup.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 27 April 2024

  • 26 April 2024

  • 25 April 2024

  • 24 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan