Jejak Kontroversi Ketua KPU
Ketua KPU Hasyim Asy’ari dinyatakan melanggar kode etik. Bukan pertama kalinya.
Hendrik Yaputra
Selasa, 6 Februari 2024
JAKARTA — Addin Jauharuddin masih mengingat ucapan selamat yang disampaikan langsung Ketua KPU Hasyim Asy’ari. Addin mendapat ucapan itu karena sudah dipastikan dipilih sebagai Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor, badan otonom Nahdlatul Ulama bidang kepemudaan dan kemasyarakatan, meski belum masuk agenda pemilihan ketua baru.
“Hasyim mengucapkan selamat setelah pembukaan Kongres XVI GP Ansor sekitar pukul 09.30 WIB,” ujar Addin saat dihubungi, kemarin. Pembukaan Kongres XVI GP Ansor diadakan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat, 2 Februari lalu.
Addin sebelumnya menjabat Bendahara Umum GP Ansor. Dia resmi menggantikan Yaqut Cholil Qoumas. Setelah pembukaan kongres, semua kader melaksanakan agenda pemilihan ketua baru di atas KM Kelud yang berlayar dari Tanjung Priok menuju Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah. Malam harinya, Addin diumumkan dipilih secara aklamasi. Sebanyak 1.700 kader GP Ansor mendukung Addin menjadi ketua periode 2024-2029.
Addin mengatakan Hasyim diundang sebagai Ketua KPU. Hasyim sempat disinggung oleh Yaqut Cholil saat memberi sambutan pembukaan kongres. Yaqut menyebutkan Hasyim merupakan keluarga Barisan Serbaguna Nahdlatul Ulama alias Banser NU. Hasyim pernah menjadi pemimpin Banser Jawa Tengah.
Ketua KPU Hasyim Asy'ari menyampaikan keterangan kepada wartawan soal vonis pelanggaran etik dari DKPP terhadap dirinya, di kompleks parlemen, Jakarta, 5 Februari 2024. ANTARA/Aditya Pradana Putra
Hasyim memang keluarga NU dan menjadi sosok senior. Hasyim menjadi Wakil Ketua Pengurus Wilayah GP Ansor Jawa Tengah periode 2010-2014 dan Kepala Satuan Koordinasi Wilayah Banser Jawa Tengah periode 2014-2018. Sejak berkiprah di Komisi Pemilihan Umum pada 2022, Hasyim jarang terlibat karena ada larangan menjadi anggota ormas.
Pria kelahiran 3 Maret 1973 di Pati, Jawa Tengah, ini pernah mondok di Pesantren Al-Hidayah, Karangsuci, Purwokerto. Hasyim menempuh pendidikan tinggi di Jurusan Hukum Tata Negara Universitas Jenderal Soedirman dan lulus pada 1995. Dia melanjutkan pendidikan di Program Studi Magister Ilmu Politik di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dan lulus pada 1998.
Hasyim mengawali kariernya sebagai dosen hukum tata negara di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro pada 1998-2016. Hasyim juga pernah mengajar di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Diponegoro dan Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian.
Dalam dunia kepemiluan, Hasyim mengawali karier sebagai anggota KPU Provinsi Jawa Tengah pada 2003-2008. Hasyim juga pernah menjadi anggota KPU pada 2016. Pada akhirnya Hasyim dilantik sebagai Ketua KPU periode 2022-2027.
Terseret Tiga Kasus Dugaan Pelanggaran Etik
Pada Senin kemarin, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) menyatakan Hasyim melanggar kode etik sebagai Ketua KPU. Hasyim dan semua komisioner KPU melanggar etik karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden dan mengikuti tahapan Pemilu 2024.
Hasyim mendapat sanksi peringatan keras terakhir oleh DKPP. "Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari sejak keputusan ini dibacakan," ujar Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan, Senin, 5 Februari 2024.
Ketua KPU Hasyim Asy'ari (tengah) bersama anggota KPU lainnya menghadiri sidang dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) di ruang sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jakarta, 15 Januari 2024. ANTARA/Reno Esnir/nym.
Hasyim dan anggota KPU lainnya—Betty Epsilon Idroos, Mochammad Affifudin, Persadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz—diadukan oleh Demas Brian Wicaksono dengan perkara Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, Iman Munandar B. (Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), Petrus Hariyanto (Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023).
Hasyim dan komisioner KPU didalilkan telah menerima pendaftaran Gibran sebagai bakal calon wakil presiden pada 25 Oktober 2023. Pendaftaran Gibran oleh KPU itu dianggap tidak sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Sebab, KPU belum merevisi peraturan sehubungan dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan MK tersebut meloloskan Gibran maju sebagai calon wakil presiden meski belum berusia 40 tahun.
Dugaan dan putusan pelanggaran kode etik ini bukan pertama kali bagi Hasyim. Dikutip dari rilis DKPP dalam situs web resminya, Hasyim pernah diberi sanksi peringatan karena diduga bertemu dengan Hasnaeni, salah seorang peserta pemilu, dan berziarah ke Yogyakarta pada 18 Agustus 2022. Padahal, pada tanggal yang sama, Hasyim memiliki agenda meneken nota kesepahaman dengan tujuh perguruan tinggi di Yogyakarta. DKPP menyebutkan Hasyim melakukan hal yang tidak profesional dengan bertemu Hasnaeni. “Saat itu tiket perjalanan ditanggung Hasnaeni," kata Heddy saat membacakan putusan pada Senin, 3 April 2023.
Hasyim juga dikenai sanksi peringatan keras pada Rabu, 10 Oktober 2023. Dia dinyatakan melanggar kode etik sehubungan dengan Pasal 8 ayat 2 Peraturan KPU 10 Tahun 2023 mengenai pembulatan ke bawah dari 30 persen pencalonan perempuan dalam pemilu DPR/DPRD.
Perkara ini disebut-sebut akibat kesalahan KPU dalam menghitung kuota minimal 30 persen perempuan calon anggota DPR/DPRD. Sebelumnya, melalui putusan Mahkamah Agung, ketentuan kuota perempuan dinilai melanggar Undang-Undang 7 Nomor 2017 tentang Pemilu.
DKPP menilai Hasyim seharusnya memiliki pengetahuan dan pengalaman yang mumpuni di bidang kepemiluan. Sikap KPU ini menyebabkan ketidakpastian hukum yang berdampak bagi peserta pemilu.
Selain dugaan pelanggaran kode etik, Hasyim disebut pernah mengucapkan hal kontroversial. Dia pernah mengatakan ada kemungkinan diterapkan kembali sistem pemilu proporsional tertutup. Menurut DKPP, pernyataan Hasyim sebagai Ketua KPU itu berdampak luas terhadap proses penyelenggaraan pemilu. Hasyim semestinya paham bahwa permohonan uji materi sistem pemilu saat itu sedang berproses di Mahkamah Konstitusi serta belum ada putusan yang bersifat final dan mengikat.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Sumatera Barat, Charles Simabura menilai DKPP kurang tegas memberikan sanksi kepada Hasyim. Padahal Hasyim sudah beberapa kali melanggar kode etik. Bahkan, sebelum kasus ini, Hasyim diberi sanksi peringatan terakhir dalam kasus Hasnaeni atau wanita emas. “Seharusnya sanksi pencopotan,” kata Charles saat dihubungi pada Senin, 5 Februari 2024. Banyaknya pelanggaran menunjukkan bahwa KPU dinilai tidak profesional dan berintegritas. Charles lantas mendorong semua anggota KPU mengundurkan diri.
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership Indonesia Neni Nur Hayati mengatakan dugaan pelanggaran etik Hasyim mencederai proses pemilu dan dinilai merusak demokrasi. Banyaknya pelanggaran etik bisa membuat masyarakat tidak lagi percaya. Dampaknya bisa mendelegitimasi proses pemilu. "Jika tak bisa independen, tapi malah berpihak pada kepentingan politik tertentu, publik menjadi ragu terhadap penyelenggara pemilu," katanya.
Tempo belum mendapat konfirmasi dan komentar dari Hasyim perihal putusan DKPP. Tempo berupaya menghubungi Hasyim, tapi belum direspons.
Anggota KPU Idham Holik mengatakan KPU sudah menjalankan tugas konstitusionalnya. Hal itu, kata dia, juga sudah disebutkan dalam pertimbangan DKPP, yakni KPU menindaklanjuti putusan MK dengan konstitusi. “Putusan MK bersifat final,” katanya, kemarin.
Idham menilai putusan DKPP mengandung kalimat paradoksial. KPU dinyatakan telah melaksanakan tugas pencalonan sesuai dengan konstitusi. Tapi, di sisi lain, DKPP menilai KPU tidak menjalankan tata kelola administrasi tahapan pemilu. “Bawaslu sebagai pihak terkait, dalam persidangan DKPP, telah menegaskan bahwa KPU sudah sesuai dengan aturan melaksanakan penerimaan pendaftaran pasangan calon dalam pemilihan presiden,” tuturnya.
HENDRIK YAPUTRA