Perlu Kerja Sama Sukseskan Tatap Muka

Peran orang tua dan penegak hukum sangat penting memastikan keselamatan dan kesehatan siswa seusai mengikuti pelajaran di sekolah.

Tempo

Selasa, 7 September 2021

Kebijakan Pemerintah DKI Jakarta mensyaratkan orang tua siswa mengantar dan menjemput siswa selama pembelajaran tatap muka terbatas menuai kendala. Kepala Sekolah Sekolah Menengah Pertama Negeri 231, Jakarta Utara, Sriyono, mengatakan kesibukan orang tua bekerja penyebab tidak bisa mengantar anaknya. “Sekolah di kota besar, biasanya ayah dan ibu bekerja. Pasti sulit mewajibkan mereka menjemput anak saat pulang,” ujarnya, Rabu, 1 September 2021.

DKI Jakarta memberlakukan sekolah tatap muka mulai Senin, 30 Agustus 2021, di 610 sekolah. 5.431 sekolah di Ibu Kota diharapkan kembali membuka kelas pada semester dua tahun ajaran 2021/2022.

Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia DKI, Adi Dasmin, mengkhawatirkan keamanan dan keselamatan siswa pada saat pulang sekolah. Menurut dia siswa sekolah dasar bisa dijemput orang tua atau keluarga. “Tapi siswa SMP, SMA dan SMK akan sulit,” kata dia.

Menurut Adi pada usia remaja kecenderungan berkumpul bersama teman sebaya lebih tinggi. “Hal ini perlu menjadi catatan dan perhatian. Pastikan siswa langsung pulang,” ujarnya.

Adi mengatakan pemerintah jangan hanya fokus pada kesehatan anak saat di sekolah, tapi lalai pada saat pulang. “Saya yakin di sekolah anak aman dari penularan Covid-19, tapi bagaimana dengan di luar, apalagi waktu anak lebih banyak di rumah ketimbang di sekolah,” tuturnya.

Dalam pantauan Adi, sekolah memberlakukan pelajaran tatap muka dengan kuota 50 persen dan durasi belajar sekitar 2-3 jam. Beberapa sekolah memiliki kebijakan untuk siswa berangkat ke sekolah minimal 2 kali sepekan. Sisanya tetap diberlakukan pembelajaran jarak jauh. Ada pula orang tua yang tidak mengizinkan anaknya mengikuti belajar tatap muka karena alasan kesehatan.

Selama pembelajaran tatap muka terbatas, guru juga memberikan pelajaran secara daring kepada siswa di rumah. Kegiatan ini menambah beban pengajaran oleh tenaga pendidik. Adi menyarankan guru tidak dibebani tugas pengawasan pasca murid kembali ke rumah.

Satu langkah yang patut ditempuh Pemerintah DKI adalah melibatkan penegak hukum untuk mengontrol siswa saat jam-jam pulang sekolah. “Libatkan Satpol PP dan kepolisian. Mereka bisa patroli keliling, kalau melihat anak-anak sekolah bergerombol ya bubarkan, suruh pulang,” kata Adi.

Langkah berikutnya yakni melibatkan orang tua dan lingkungan. Sekolah yang menyelenggarakan tatap muka dapat menggencarkan sosialisasi kepada orang tua dan komite sekolah bersama mengawasi anak.

Dinas Pendidikan DKI telah menyediakan platform asesmen mandiri disebut corona likelihood metric (CLM), tersedia di dalam aplikasi Jakarta Kini (JAKI).

Beberapa sekolah telah menggunakan CLM untuk memantau kesehatan siswa. Mengutip Koran Tempo beberapa hari lalu, SMK 17 Agustus 1945 menerapkan CLM sebagai dasar pemberian izin orang tua terhadap anaknya untuk mengikuti sekolah tatap muka. Orang tua yang setuju akan diminta mengisi kondisi kesehatan anak dan orang di sekitar dari potensi terjangkit virus corona.

Adi mengapresiasi upaya Pemerintah DKI. Dia semakin yakin sangat kecil kemungkinan anak tertular Covid-19 di sekolah. Sebab itu, keterlibatan orang tua dan pemahaman mereka dalam mengawasi anak justru lebih penting. “Jadi jangan sampai nanti ada ledakan Covid lagi kemudian sekolah yang jadi kambing hitam,” ujarnya.

Berita Lainnya