Deteksi Dini Mencegah Bunuh Diri

Angka bunuh diri di kalangan anak muda terus meningkat. Jangan abaikan depresi dan kesehatan mental. 

Tempo

Rabu, 16 Oktober 2024

PENINGKATAN jumlah kasus bunuh diri anak dan remaja belakangan ini selayaknya menjadi perhatian pemerintah serta para pemangku kepentingan yang menangani kesehatan jiwa. Kenaikan tren ini tak terlepas dari kasus depresi dan kesehatan mental di kalangan anak muda.

Jurnal Data Pusat Informasi Kriminal Nasional Bareskrim Polri mencatat jumlah kasus bunuh diri naik dalam tiga tahun terakhir, dari 618 kejadian pada 2020 menjadi 899 pada 2022 dan 1.350 pada 2023. Untuk tahun ini, jumlahnya sudah mencapai 849 kejadian hingga September.

Bunuh diri juga menjadi sorotan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Agustus 2024, yang mencatat lebih dari 720 ribu orang meninggal karena bunuh diri setiap tahun di seluruh dunia. Sebanyak 70 persen di antaranya terjadi di negara berpendapatan rendah dan sedang. Alasan bunuh diri beragam dan bisa jadi lebih dari satu—dari masalah ekonomi, psikologis, biologis, budaya, hingga lingkungan.

Bunuh diri bukanlah kejahatan, melainkan masalah kesehatan jiwa, tapi Indonesia masih memasukkannya ke kategori kejahatan. Ini tampak dari bagaimana data bunuh diri yang dipublikasikan kepolisian masuk dalam jenis "gangguan terhadap ketertiban dan keamanan masyarakat"—satu keranjang dengan penemuan mayat, orang hilang, kebakaran, serta kecelakaan lalu lintas.

Kriminalisasi semacam itu melestarikan rasa bersalah pada korban dan stigma masyarakat terhadap mereka. Hal itu akan menghalangi orang mencari pertolongan karena takut akan stigma. Memperlakukan upaya bunuh diri sebagai kejahatan juga mempersulit pengumpulan data yang akurat.

Sebagaimana disimpulkan Sandersan Onie dkk. dalam jurnal PsyArXiv pada 2022, data kejadian bunuh diri di Indonesia diperkirakan jauh lebih besar dari catatan resmi Polri karena keluarga atau orang terdekat enggan melaporkannya. Sudah saatnya masalah bunuh diri sepenuhnya menjadi urusan Kementerian Kesehatan dan dikeluarkan dari data kejahatan kepolisian. Tahun lalu, WHO juga menyerukan agar pemerintah di seluruh dunia menghapus bunuh diri dari daftar kejahatan.

Bunuh diri pada umumnya berhubungan dengan depresi. Survei Kesehatan Indonesia 2023 mencatat prevalensi depresi tertinggi terjadi pada kelompok umur 15-24 tahun dibanding kelompok usia lain. Sebanyak 61 persen anak muda yang depresi itu memiliki pikiran untuk mengakhiri hidupnya.

Dekriminalisasi bunuh diri akan membuka kesempatan bagi mereka yang mengalami depresi untuk mengakses pengobatan dan terapi yang dibutuhkan. Keluarga dan orang terdekat juga dapat membantu mereka tanpa rasa khawatir.

Bunuh diri juga 'menular'. Orang yang terpapar konten berita atau informasi mengenai bunuh diri dapat terpancing untuk melakukan hal yang sama. Upaya agar penularan tak terjadi dapat dilakukan dengan menegakkan kode etik pemberitaan tentang bunuh diri oleh para jurnalis dan media. Untuk media sosial, tugas pemerintah adalah memastikan pengelola platform mengendalikan penyebaran konten tentang bunuh diri secara ketat.

Bunuh diri dapat dicegah. Namun perlu keseriusan pemerintah dan pemangku kepentingan lain untuk menciptakan lingkungan yang mendorong pencegahan. Salah satunya menyediakan layanan konseling dan pengobatan yang memadai bagi mereka yang mengalami depresi.

Itu sebabnya, Kementerian Kesehatan selayaknya menyediakan layanan hotline yang tersedia setiap saat—fasilitas penting yang tampak sederhana tapi menjadi standar dalam pencegahan bunuh diri. 

Berita Lainnya