Kelompok masyarakat sipil menilai tak ada urgensinya pembentukan komcad di Ibu Kota Nusantara. Rawan terlibat konflik lahan.

Pro-Kontra Komcad di IKN

Kelompok masyarakat sipil mendesak pemerintah segera mengevaluasi pembentukan pasukan Komponen Cadangan. Dalih pentingnya pasukan cadangan untuk menghadapi ancaman perang dinilai semakin meragukan. Temuan BPK justru mengungkap penyimpangan pengadaan sehingga program ini berpotensi menjadi ladang buang-buang uang.

Sikap pemerintah melanjutkan program Komponen Cadangan dipersoalkan. Selain penganggarannya bermasalah, pembentukan pasukan cadangan ini dinilai tergesa-gesa, tanpa analisis mendalam ihwal ancaman negara, serta berpotensi dibelokkan untuk kepentingan non-perang.  

Alokasi anggaran program Komponen Cadangan angkatan ketiga pada 2023 sekitar 1 persen dari total Rp 134 triliun pagu anggaran Kementerian Pertahanan. Perekrutan paramiliter ini akan tetap berlanjut walau ada temuan BPK.

Antara putusan dan pertimbangan MK mengenai uji materi pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Komponen Cadangan dalam Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara dianggap tak konsisten. Meski uji materi ditolak, MK meminta adanya perubahan undang-undang.

Bukan hanya tak transparan, penggunaan anggaran kegiatan dan pengadaan alat Komponen Cadangan TNI juga menabrak prosedur. Berpotensi merugikan keuangan negara.

BPK menemukan pengadaan senilai ratusan miliar rupiah yang menyalahi peraturan perundang-undangan untuk program Komponen Cadangan pada Kementerian Pertahanan. Payung hukum Komcad dinilai memberi celah penyelewengan.

Di tengah pro dan kontra, pemerintah berkukuh melanjutkan program pembentukan Komponen Cadangan. Belum ada perang, sebagian prajurit Komcad diikutsertakan dalam kegiatan TNI di desa-desa.

Pembentukan Komponen Cadangan sejak dulu menuai pro dan kontra. Payung hukumnya dinilai bermasalah.