Gibran Rakabuming telah resmi maju sebagai bakal calon Wali Kota Surakarta dalam pemilihan kepala daerah tahun ini. Ia telah mendaftarkan pencalonannya lewat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan mengikuti fit and proper test bersama calon lain dari partai itu, yakni Achmad Purnomo dan Teguh Prakosa. Hasilnya akan diumumkan bulan depan.
Demi memuluskan pencalonannya, ia tidak hanya melepas sejumlah bisnis yang didirikan dan dikelolanya, tapi yang tak kalah penting, dia aktif terjun dan bertemu dengan berbagai kelompok masyarakat. Dalam satu hari, ia bisa mendatangi beberapa tempat. Ia pun tekun mencatat persoalan-persoalan yang disampaikan masyarakat di kota itu.
Anak sulung Presiden Joko Widodo itu menyebut telah menyiapkan dana untuk pencalonannya. Dana itu berasal dari hasil bisnisnya yang telah dirintis sejak lama. "Sebelum mencalonkan, saya sudah siap," kata Gibran dalam sebuah kesempatan. Namun, dia tidak bersedia menyebut nominalnya. "Secukupnya," katanya pendek.
Wartawan Tempo di Solo, Ahmad Rafiq, mengikuti Gibran dalam beberapa kesempatan, dari blusukan hingga menjamu tamunya di warung sate langganannya.
SELASA, 17 DESEMBER 2019
Hari beranjak siang. Suasana di Early Years Programs (EYP) Focus Independent School Solo tidak seperti biasanya yang ramai dengan aktivitas para siswa. Siang itu justru para orang tua yang disibukkan untuk mengambil rapor anak-anaknya.
Gibran dan istrinya, Selvi Ananda, juga melaksanakan tugas wajib tersebut. Mereka mengambil rapor anak sulungnya, Jan Ethes. Raut mukanya berseri-seri lantaran catatan dalam rapor cukup bagus. Bahkan, Jan Ethes memperoleh sertifikat penghargaan start student dan practical lif.
Setelah mengambil rapor, keduanya melayani wawancara dengan media. Bukan hanya soal nilai anaknya. Namun, beberapa pertanyaan mengenai rencananya untuk maju dalam pemilihan kepala daerah juga diladeninya.
Termasuk pertanyaan mengenai tanggapannya terhadap isu politik dinasti yang dilontarkan oleh sejumlah kalangan. Bak politikus berpengalaman, dia memberikan jawaban dengan logika-logika sederhana. "Ini kan pemilihan, bukan penunjukan," ujarnya. Jika dia berhasil merebut kursi wali kota, hal itu bukan lantaran ayahnya menjabat sebagai presiden. "Tapi memang dipilih rakyat," katanya melanjutkan.
Upayanya untuk merebut hati rakyat dilakukan dengan sungguh-sungguh. Setiap hari, dia berkeliling perkampungan untuk bertemu masyarakat. "Setiap hari blusukan." Dia mencoba merangkum persoalan-persoalan yang setiap hari dihadapi masyarakat dalam sebuah catataan.
Sehari, tiga hingga empat kampung disambangi. Dia bertemu dengan masyarakat dalam sebuah forum yang diinisiasi oleh masyarakat maupun para relawan. Terkadang hanya forum kecil yang dihadiri belasan orang. Di saat tertentu, forumnya cukup besar dan dihadiri puluhan orang.
Hasilnya cukup lumayan. Gibran meyakini elektabilitasnya sudah tinggi, cukup sebagai modal pencalonannya. "Saya memiliki tim yang melakukan survei eksternal," kata dia. Meski enggan menyebut hasil, Gibran mengatakan elektabilitasnya jauh lebih tinggi ketimbang hasil survei sebelumnya oleh lembaga lain.
Pada Juli lalu, Laboratorium Kebijakan Publik Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Solo membuat survei untuk mengukur elektabilitas, popularitas, dan akseptabilitas sejumlah tokoh dalam pilkada Surakarta. Dalam survei itu, popularitas Gibran bersaing ketat dengan tokoh lain, Achmad Purnomo. Dari sisi akseptabilitas, Achmad Purnomo menempati peringkat tertinggi dengan persentase 83 persen, diikuti Gibran 61 persen, dan Teguh 49 persen.
Dari segi elektabilitas, Achmad Purnomo masih menempati urutan pertama dengan angka 38 persen, urutan kedua ada Gibran dengan 13 persen, dan berikutnya Teguh Prakosa dengan angka 11 persen. "Sekarang hasil survei saya sudah jauh berbeda dengan survei Unisri itu."
RABU, 5 FEBRUARI 2020
Gedung Asrama Pekerja Wanita, Kelurahan Kepatihan Wetan, Kecamatan Jebres, Solo, cukup ramai. Puluhan orang menghadiri sebuah pertemuan. Sebagian besar mengenakan seragam kaus bertuliskan Paguyuban Tri Manunggal Surakarta. Mereka adalah para pedagang kaki lima yang berjualan di sekitar Stadion Manahan.
Gibran menjadi tamu istimewa dalam pertemuan itu. Dia duduk di depan mendengarkan berbagai keluhan dari para pedagang. Tidak banyak bicara. Dia terlihat lebih sibuk menulis, mencatat keluhan para pedagang. "Aktivitas setiap hari ya seperti ini," kata Gibran.
Saat itu pertemuan digelar pada sore hari. Tidak jarang, dia harus mendatangi beberapa pertemuan dalam satu hari sekaligus, sejak pagi hingga malam. Ia tidak perlu persiapan khusus untuk menjalani aktivitas baru itu. Saat masih mengurusi bisnis, dia melakukan hal yang sama, mengelola bisnis-bisnisnya sejak pagi hingga malam. "Tidak perlu begadang juga. Kegiatan seperti ini paling selesai jam 22.00."
Aktivitas blusukan sebenarnya sudah lebih dulu dipopulerkan ayahnya, Jokowi, saat mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta. Saat itu, Jokowi sering memperlihatkan aktivitas minum jamu untuk mendukung kegiatan itu. Namun, Gibran berbeda. "Saya bukan peminum jamu," katanya sembari tersenyum.
AHAD, 9 FEBRUARI 2020
Halaman distro RownDVSN Manahan, Solo, dipenuhi sepeda motor. Modelnya tidak seperti yang terlihat di pasaran. Para pemiliknya adalah penggila sepeda motor modifikasi. Mereka akan menggelar acara touring berkeliling Kota Solo.
Dua sepeda motor menempati posisi terpisah dengan sepeda motor lainnya. Tampak sangat diistimewakan. Dua sepeda motor itu sama-sama keluaran pabrikan Royal Enfield dari Inggris, tapi memiliki model dan gaya modifikasi berbeda.
Sepeda motor yang pertama berwarna hijau army. Modelnya cukup besar, mengadopsi gaya modifikasi bobber. Itu adalah sepeda motor milik Gibran, yang memiliki kapasitas mesin 500 cc.
Di sebelahnya terdapat sepeda motor dengan merek yang sama. Modelnya ceking lantaran mengadopsi gaya modifikasi chopper. Sepeda motor yang dibalut warna emas itu milik Jokowi. Mesinnya lebih kecil, hanya 350 cc.
Saat touring dimulai, Gibran justru memilih mengendarai sepeda motor milik Jokowi. Sepeda motornya sendiri dipakai temannya. Beruntung, rute touring itu tidak terlalu jauh. "(Sepeda motor bapak) tidak enak untuk dipakai jarak jauh," katanya.
Bagian setang dari sepeda motor itu memang terlihat lebar. Di bagian belakang tidak terlihat adanya peranti peredam kejut alias rigid. "Mesinnya juga kecil," ujar Gibran. Tenaganya kalah jauh jika dibanding sepeda motor milik Gibran. Sedangkan adiknya, Kaesang Pangarep, tidak pernah memperlihatkan kegemarannya terhadap modifikasi sepeda motor. "Dunianya Kaesang lain," katanya.
Selama ini, Kaesang lebih memperlihatkan kegemarannya di dunia digital, termasuk bermain e-sport. Gibran bersama Kaesang beberapa kali menggelar kompetisi e-sport di berbagai kota. Terakhir, mereka menggelar kompetisi permainan Mobile Legend di The Park Mall, Solo Baru, pada awal Februari.
Di tempat itu, Gibran dan Kaesang mengaku sama-sama menggilai e-sport. Di saat senggang, mereka berdua bermain bersama. Namun, Kaesang mengaku lebih jago. "Mas Gibran belum pernah menang," katanya saat itu.
SELASA, 11 FEBRUARI 2020
Asap putih mengepul dari warung sate kambing Pak Dahlan, Solo. Aromanya yang menggoda menyebar hingga ke jalanan. Belasan pembeli duduk dengan sabar menunggu pesanan dihidangkan. Pramusaji hilir mudik membawakan makanan dan minuman, termasuk ke deretan kursi paling belakang. Di meja itu, anak sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming, tengah menikmati masakan bersama sejumlah tamunya.
Di mejanya telah tersaji sate kambing, sate buntel, tongseng, hingga gule. Dia mengajak tamunya berbagi. Diambilnya setusuk sate buntel, lantas menyodorkan kepada tamunya untuk ikut mengambil. Demikian pula saat dia mengambil tongseng. Dia hanya mengambil beberapa sendok dan dituangkan ke piringnya yang berisi nasi. Kemudian, piring berisi masakan yang masih mengepul itu ditawarkan kepada tamunya.
"Saya suka makan di sini, masakannya enak," kata Gibran. Itu bukan sembarang pujian. Sebab, pujian itu datang dari pengusaha yang sudah satu dasawarsa bergelut di bidang kuliner. Soal cita rasa masakan dia tentu sudah sangat berpengalaman.
Gibran merintis usaha kulinernya sekitar sepuluh tahun lalu. Dia memulainya dengan membuat perusahaan katering bernama Chilli Pari. Nama yang cukup unik menggabungkan dua bahasa sekaligus, Inggris dan Jawa. Gambar cabe dan padi berbentuk melingkar menjadi logo perusahaan katering itu. Bisnis itu dirintis setelah Gibran menyelesaikan sekolahnya selama beberapa tahun di luar negeri.
Lulus SMP, ia melanjutkan pendidikan di Orchid Park Secondary School, Singapura, pada 2002. Kemudian, ia kuliah di Management Development Institute of Singapore (MDIS) yang diselesaikannya pada 2007. Selanjutnya, ia meneruskan studi ke University of Technology Insearch, Sydney, Australia.
Ia lebih memilih merintis bisnis sendiri ketimbang mengurusi perusahaan milik ayahnya, Jokowi, yakni bisnis mebel. Kala itu, sebagai Wali Kota Surakarta, Jokowi tidak bisa lagi menangani perusahaannya. Beruntung, Jokowi memiliki beberapa adik maupun ipar yang bersedia mengurusi perusahaan yang memiliki pasar ekspor itu.
Perusahaan katering Gibran tumbuh dengan cukup pesat. Tidak sekadar katering, Chilli Pari berkembang menjadi sebuah bisnis wedding organizer. Kebetulan keluarganya memiliki sebuah gedung pertemuan yang cukup besar bernama Grha Saba. Kepiawaiannya dalam mengurusi pesta pernikahan terlihat jelas, bahkan saat dia menikah pada 2015.
Saat itu, dia menjadi orang yang paling sibuk memimpin para vendor untuk menyiapkan pesta yang dihadiri orang-orang penting di negeri ini. Demikian pula saat adiknya, Kahiyang Ayu, menikah dua tahun kemudian. Dua pesta pernikahan itu berjalan sukses.
Tapi Chilli Pari bukan satu-satunya perusahaan yang dimiliki Gibran. Ia kemudian membangun beberapa brand baru, seperti Markobar, Mangkokku, hingga Goola. Gera-gerai didirikan di beberapa kota, biasanya berada di dalam pusat belanja yang bergengsi.
Namun, di pengujung 2019, Gibran membuat keputusan yang mengagetkan. Dia akan menyerahkan bisnis-bisnisnya itu kepada adiknya, Kaesang Pangarep. Dia sendiri akan mencoba peruntungan di jalur politik dengan mencalonkan diri sebagai Wali Kota Surakarta dalam pemilihan kepada daerah yang akan berlangsung tahun ini.
Tabungan dari hasil bisnisnya akan digunakan sebagai biaya politik. "Sudah cukuplah," katanya. Meski tidak menyebutkan angka pasti, Gibran meyakini bahwa biaya politik dalam sebuah pilkada bisa menghabiskan duit hingga miliaran rupiah.