Tubrukan Warna Ida Bagus Indra
Hasil eksperimen cipratan cat perupa asal Bali, Ida Bagus Indra, menghasilkan karya liar dan dinamis.
Sekilas lukisan berjudul My Colourful Life tampak seperti karya abstrak. Perpaduan warna biru, hijau, merah, dan putih bertubrukan di atas kanvas berukuran 150 x 100 sentimeter di sudut dinding Galeri Zen1, Jakarta, Jumat lalu.
Perpaduan sapuan cat akrilik nan ciamik membentuk gambar cat berbagai warna yang saling ditumpahkan ke arah yang sama. Intensitas warna yang dipakai membuat lukisan tersebut seperti basah.
Namun, jika dilihat lebih saksama, pola abstrak yang masuk ke mata seketika terbantahkan. Tubrukan berbagai kelir cat akrilik itu membentuk tubuh perempuan langsing yang sedang menari. Tampak sekilas bagian perut, pinggul, dan kakinya membentuk pose tari nan estetik.
Karya berjudul My Colourful Life. TEMPO/Indra Wijaya
Ada pula lukisan berjudul Dance of the Dragon yang sekilas juga menampilkan karya abstrak. Bedanya, kali ini perpaduan warna hijau, kuning, dan putih yang memenuhi kanvas berukuran 100 x 150 cm.
Lagi-lagi mata pengunjung seperti tertipu dengan goresan cat akrilik dari lukisan tersebut. Di balik pertempuran kelir hijau dan putih, tergambar sesosok perempuan dengan kemban dan rambut tergulung sedang menari. Cipratan warna putih dan kuning di sekitarnya justru tampak seperti selendang.
Lukisan selanjutnya, berjudul Moment of ZEN, juga menyembunyikan sosok perempuan yang seperti difoto dari belakang. Perempuan tersebut tampak sedang menari eksotis dengan tangan kanan terjulur ke samping, sementara tangan kiri ke atas. Coretan berwarna hitam seperti rambut panjang yang terurai tertiup angin. Kembali lagi, goresan cat akrilik yang tebal dengan gradasi warna yang sempurna membuat lukisan tersebut tampak masih basah.
Karya berjudul Moment of ZEN. TEMPO/Indra Wijaya
Ada pula karya berjudul Twin Flame yang masih tampak seperti lukisan abstrak. Namun, jika dilihat saksama, akan tampak dua kepala dari sepasang kekasih yang sedang berciuman. Menariknya, goresan beragam warna yang membentuk dua kepala itu seakan-akan meredam gejolak tabu dan sensualitas dari lukisan berukuran 70 x 90 cm itu.
Lukisan-lukisan tersebut merupakan karya perupa asal Bali, Ida Bagus Indra, yang disajikan dalam pameran tunggal bertajuk "The Vibrant Expression". Pameran ini dihelat sejak 17 Desember 2023 hingga 17 Januari 2024.
Selain lukisan abstrak nan menipu mata, IBI—sapaan Ida Bagus Indra—menyuguhkan beberapa lukisan yang menampilkan pertempuran warna dari cat akrilik nan memukau. Berkat teknik terbarunya yang ia sebut liquid acrylic, Ida Bagus Indra menghadirkan warna-warna yang hidup. Sekilas, IBI seperti menunjukkan rekaman gambar dari cat beraneka warna yang dilempar dan bertubruk di udara.
Karya berjudul Twin Flame. TEMPO/Indra Wijaya
Misalnya, lukisan berjudul A Big Heart yang menampilkan sepasang kekasih berpakaian adat Bali sedang berpelukan mesra dan berciuman. Sepasang kekasih ini dilukis dengan kelir monokrom hitam dan abu-abu gelap. Sementara itu, di luar tubuh yang bercumbu itu, terpapar beragam warna yang seperti meledak ke seluruh penjuru.
Ida Bagus Indra mengatakan lukisan-lukisan yang dipamerkan kali ini sepenuhnya adalah karya dengan teknik liquid acrylic. Teknik ini ia temukan setelah mendapat tantangan dari pemilik Galeri Zen1 untuk membuat pameran tunggal di Jakarta. "Butuh 3-4 bulan untuk saya jalan-jalan mencari inspirasi baru," kata IBI ketika dihubungi, Sabtu lalu.
IBI mengatakan teknik tersebut ia temukan secara tidak sengaja. Saat itu ia merebahkan selembar kanvas di lantai. Ia lantas melempar dan memercikkan cat akrilik ke atas kanvas. "Kanvas harus ditidurkan. Jika tidak, catnya akan meleleh," tuturnya.
Dalam proses percobaan itu, IBI memakai 15 kanvas ukuran besar. Ia mengamati satu per satu kanvas yang telah kecipratan cat akrilik. Dari pengamatan itu, ia menemukan berbagai pola di dalamnya yang bisa menciptakan siluet beragam bentuk. Selanjutnya, ia perbaiki dan pertegas bentuknya menjadi perempuan, naga, kuda, dan macan.
Karya berjudul A Big Heart. TEMPO/Indra Wijaya
"Dari lemparan cat yang spontan itu, kita bisa lihat banyak wujud, apa pun itu sesuai dengan tangkapan logika kita," katanya.
Menurut IBI, teknik ini sangat menguras pikiran, tenaga, dan biaya. Sebagai contoh, dari 10 lembar kanvas yang ia pakai, hanya tiga yang bisa diubah menjadi lukisan sempurna. Belum lagi banyaknya cat akrilik yang ia tumpahkan ke kanvas. Termasuk kepekaan pikiran untuk menemukan pola bentuk dari teknik liquid acrylic.
"Saya pikir belum ada perupa lain yang pakai teknik ini. Tapi silakan saja ditiru," kata perupa yang karyanya dikoleksi mantan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, hingga Istana Buckingham, Inggris, ini.
Kurator pameran Yudha Bantono mengatakan teknik baru yang dipakai IBI tidak serta-merta membuat ia mengikuti ke mana arah pikirannya. Namun menjaga pada satu fokus yang diinginkannya. Menurut Yudha, Ida Bagus Indra yakin proses menjadi hal yang lebih penting dibanding sekadar hasil akhir.
"Ia telah memilih kesulitan dibanding kemudahan dari teknik yang selama ini ia kuasai," kata Yudha dalam catatannya.
Menurut Yudha, karya-karya IBI tampak seperti upaya seorang seniman menekan hasrat dan liarnya ruang berkarya. Seperti tarian Bali yang sesaat sang penari bisa diam tak bergerak, tapi pada sepersekian detik gerakannya cepat dan liar.
"Ia harus bisa mengatur emosinya karena kekacauan akan datang jika tak berkonsentrasi. Ini sangat melelahkan."