Wabah corona membuat sejumlah pertunjukan tradisi batal digelar di berbagai daerah di Indonesia. Di Malang, misalnya, beberapa acara kesenian yang rencananya digelar dalam rangka HUT Kota Malang juga bubar jalan. Sebuah kelompok ludruk yang sedianya manggung di Taman Kriya Budaya, Malang, akhir bulan lalu pun harus gigit jari.
Yuyun Sulastri, anggota Koalisi Seni dan anggota Dewan Kesenian Kota Malang, mengatakan pandemi ini tak hanya mematikan penghidupan para seniman, tapi juga mereka yang bekerja di sektor seni budaya dan tradisi. Di Kota Malang, kesenian tradisional dan festival seni masih hidup serta menghidupi para seniman dan pekerja seni lainnya.
"Bukan hanya yang gagal mentas, tapi juga para pelatih karawitan dan tari. Karena sekolah libur, otomatis ya, enggak gajian. Ada pelatih tari, anaknya masih bayi, bingung beli susu. Pusing semua," ujar Yuyun ketika dihubungi Tempo melalui aplikasi pesan, kemarin.
Beruntung, Pemerintah Kota Malang dan DKM segera mendata para seniman, terutama para pekerja seni tradisi yang tak terakses teknologi. Perhatian ini, kata Yuyun, membuat para seniman senang dan termotivasi. Mereka juga memotivasi seniman lainnya agar tetap berkarya, tapi juga punya kegiatan lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Berdasarkan hasil pantauan Koalisi Seni Indonesia, setidaknya per 3 April lalu, terdapat 181 acara seni hiburan dan budaya yang batal atau ditunda. "Angkanya baru 181. Acara yang terjadwal pada Juni atau Juli pun ada kemungkinan ikut dibatalkan atau ditunda," ujar Hafez Gumay, Koordinator Advokasi Koalisi Seni, dalam urun rembuk virtual Menjaga Nyala Seni Semasa Pandemi, Senin lalu.
Menurut Hafez, angka itu belum mencerminkan keseluruhan guncangan ekosistem seni karena datanya minim. Misalnya, jumlah seniman yang terkena dampak dan nilai ekonominya. Pendataan cenderung berjalan lambat. "Pendataan sangat mungkin bisa lebih cepat. Sayangnya, di Indonesia belum banyak serikat seniman sehingga proses pendataan berlangsung secara parsial," kata dia.
Hafez mengatakan pendataan yang memadai merupakan langkah awal yang penting agar ekosistem seni dapat bertahan di tengah pandemi Covid-19. Sebab, data tersebut merupakan dasar bagi pembuatan kebijakan seni yang tepat. "Saat pandemi seperti ini, pembuatan kebijakan bagi sektor seni di Indonesia menjadi lama karena ini negara yang besar, dengan jumlah seniman yang banyak."
Ia memberi contoh kebijakan beberapa negara lain untuk menjaga ekosistem seni tetap menyala. Di Amerika Serikat, Cares Act akan menyalurkan dana US$ 75 juta untuk membantu organisasi seni. Netflix dan Grammy memiliki dana bantuan sebesar US$ 100 juta dan US$ 2 juta. Dewan Kesenian Inggris menyiapkan 60 juta pound sterling untuk organisasi seni, program, dan perorangan. Sementara itu, Jerman mengalokasikan bantuan sebesar 50 miliar euro bagi pekerja lepas dan usaha kecil, termasuk yang bergerak di bidang seni.
Koalisi Seni Indonesia mengusulkan beberapa kebijakan bantuan dana, program, dan kemudahan bagi para seniman dan pekerja seni yang terkena dampak pandemi ini agar bisa terus berkarya. "Misalnya dengan memastikan infrastruktur digital, memudahkan seniman mengakses ruang pertunjukan pemerintah untuk produksi, dan mengakses bahan baku produksi," tutur Hafez.
Direktur Biennale Jakarta Farah Wardani memberikan gambaran tentang industri seni di Singapura. Kementerian Komunitas dan Pemuda memberikan insentif dana sebesar Sin$ 55 juta untuk sektor industri seni. Dana itu didistribusikan kepada pelaku seni dan tenant. Ada pula skema bantuan untuk pengembangan kompetensi dan subsidi sebesar 30 persen untuk biaya penyelenggaraan kegiatan seni budaya.
Menanggapi usul dalam diskusi ini, Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid, mengatakan pemerintah sedang menyiapkan jaring pengaman untuk seniman, pekerja seni, budaya, dan hiburan. "Agar ekosistem kesenian ini tetap hidup dan bertahan di masa krisis ini," ujar Hilmar.
Pihaknya tengah mendata jumlah seniman, pekerja seni dan budaya, serta pekerja industri pariwisata berbasis kebudayaan (situs bersejarah, candi, monumen), termasuk pedagang, pemandu wisata, pengemudi, tenaga kesehatan, dan sebagainya. Pendataan dilakukan secara daring sejak Jumat pekan lalu. Berdasarkan data responden perlindungan pekerja seni yang masuk hingga kemarin, pukul 13.00 WIB, jumlahnya lebih dari 40 ribu orang.
Kriteria pertama, antara lain, berpenghasilan di bawah Rp 10 juta, tidak punya pekerjaan selain di bidang seni, sudah berkeluarga, dan belum mendapatkan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH). Kriteria kedua hampir sama, hanya berbeda untuk mereka yang masih lajang dan belum mendapatkan bantuan program Kartu Pra-Kerja. Berdasarkan data yang masuk, menurut Hilmar, yang memenuhi kriteria pertama berjumlah lebih dari 11 ribu orang (29,62 persen).
"Langkah perlindungannya, kami sedang berkoordinasi dengan Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan untuk kriteria 1 dan kriteria 2, serta berkoordinasi dengan Kemenko Perekonomian," ujar Hilmar. Langkah perlindungan lain, mereka akan menggunakan skema kerja sama dan koordinasi dengan pemerintah daerah.
Selain itu, Ditjen Kebudayaan menggelar sejumlah kerja sama agar seniman tetap bisa berkarya. Program itu dilakukan secara daring, termasuk menyiapkan pameran seni visual. "Kegiatan tetap diusahakan dipertahankan, tapi medianya berbeda," kata Hilmar dalam konferensi pers daring, kemarin. Pihaknya juga sedang menyiapkan sejumlah program melalui TVRI.
Seniman pun bergerak untuk membantu sesamanya. Di Surabaya, misalnya, koreografer Heri Lentho bersama para seniman lain menggalang dana untuk membantu seniman yang terkena dampak pandemi ini. "Kami juga mendorong mereka bikin karya dari rumah." DIAN YULIASTUTI