Di depan sebuah layar besar seluas papan tenis meja, dua perempuan diam melihat adegan yang muncul. Di layar tampak seorang gembel dengan topi rajut membungkus rambutnya yang kusut masai dan berewokan. Badan kurusnya terbungkus jaket hitam tebal dan celana lusuh. Ia berteriak-teriak di antara puing-puing bangunan yang terbengkalai.
Di layar lain, seorang perempuan yang berambut panjang dan mengenakan rok merah, berbicara sangat tertata dan sopan di depan sekelompok orang. Ia seperti sedang memberikan penjelasan yang detail dengan gerak tubuh sangat elegan. Ia mengakhiri penjelasannya dan mengajak orang-orang itu bersulang dengan segelas anggur putih.
Pada layar lain lagi, seorang perempuan tengah memimpin doa yang diamini tiga anak laki-lakinya. Suaminya menyusul di meja makan dan ikut berdoa. Doa itu cukup panjang. Si sulung terlihat mengantuk, dua anak lainnya tampak bosan menggerak-gerakkan kedua tangannya di meja. Sesekali mereka saling melirik dan tertawa kecil. Si ibu sempat menghentikan doanya dan melirik, mengingatkan mereka.
Wajah-wajah aktris berkebangsaan Australia, Cate Blanchett, itu dihadirkan Julian Rosefeldt, perupa asal Berlin, dalam pameran instalasi video berjudul "Manifesto" di Museum Macan, 28 Februari-31 Mei 2020. Rosefeldt menghadirkan instalasi film 13 kanal yang diciptakan pada 2015. Karya instalasi ini menyandingkan karakter-karakter dan skenario-skenario kontemporer, menghadirkan 13 kolase teks yang dikumpulkan Rosefeldt dari puluhan manifesto dalam 13 layar.
Manifesto perupa adalah pernyataan dari seorang atau sekelompok perupa yang menguraikan motivasi dan intensi yang mereka miliki. Blanchett didapuk menyampaikan pernyataan-pernyataan tersebut dalam bentuk monolog di video-video itu, yang masing-masing berdurasi 10 menit. Rosefeldt mengutip pernyataan-pernyataan yang merupakan hal umum dari setiap gerakan seni garda depan. "Karya ini didedikasikan untuk penghormatan kepada tradisi dan keindahan literasi dari manifesto-manifesto para perupa," ujar Rosefeldt dalam sebuah kuliah umum di Goethe Institut.
Perupa berlatar belakang arsitektur ini menyajikan karya filmnya itu dengan menelusuri sejarah manifesto mulai awal abad ke-20. Ia mengumpulkan manifesto dari para futuris, dadais, perupa fluxus, suprematif, situasionis, Dogme 95, dan gerakan seni rupa lain, hingga dari arsitek, penari, dan sineas. Prolognya adalah pernyataan Karl Marx yang dianggap sebagai Bapak Manifesto dari Partai Komunis (1848), disambung dengan kutipan dari Tristan Tzara (Manifesto Dada, 1918), dan kutipan Philippe Soupault (Sastra dan Sisanya, 1920).
Lalu Kutipan dari Lucio Fontana (Manifesto Putih, 1946), John Reed Club of New York (Manifesto Rancangan, 1932), dan para tokoh aliran situasionisme lain muncul ketika Blanchett berperan sebagai pria lusuh berewokan yang berteriak-teriak di gedung. Ada pula kutipan-kutipan dari tokoh vortisisme, penunggang biru, abstrak, dan ekspresionisme, seperti Franz Marc (Pengantar untuk Almanak Penunggang Biru, 1912), Barnett Newman (Yang Sublim Adalah Sekarang, 1948), dan Windham Lewis (Manifesto, 1914).
Manifesto-manifesto itu disampaikan Blanchett ketika berperan dalam berbagai karakter dan adegan, seperti seorang ibu, guru taman kanak-kanak, pekerja pabrik, laki-laki tunawisma, hingga seorang pembaca berita. Kutipan dari tokoh pop art Claes Oldenburg, misalnya, diucapkan Blanchett ketika ia berperan sebagai ibu tiga anak yang memimpin doa sebelum makan. Kutipan itu berbunyi "I am for an art".
Pernyataan tokoh arsitektur diungkapkan Blanchett ketika berperan sebagai perempuan pekerja yang setiap berangkat dan pulang kerja mengendarai sepeda listrik. Ia melewati gedung-gedung berarsitektur menarik sepanjang jalan. Kutipan dari penganut dadaisme diungkapkan Blanchett ketika berperan sebagai perempuan yang tengah berduka. Ia mengucapkan kalimat perpisahan dan ucapan duka di sebuah permakaman.
Rosefeldt mengakhiri kolase 13 layar ini bersamaan. Ucapan mereka pada menit terakhir sangat serempak. Di telinga pengunjung, mereka seperti mengucapkan sebuah kalimat yang sama, tapi sebenarnya ucapan mereka berbeda-beda. Sayangnya, tak ada terjemahan bahasa Indonesia dalam layar ini sehingga agak menyulitkan pengunjung memahaminya. DIAN YULIASTUTI