Bagus Likurnianto
aku diarak ke sungai
agar gimbalku dijamasi
dengan air sedayu
dari kendi dan mantra
mengayik-ayik petaka
seorang gadis cilik
sembuh dari pesakitan
gema gamelan rancak
melengkapi puji terbaik
permohonan para tetua
aku menundukkan kepala
amat rendah sebelum
akhirnya segala pintaku
yang muskil ditangkal
niscaya kabul
di hadapan gentong
gerai rambutku dipotong
sungai dan air mata
mengalirkan doa dan kutukan
legenda dilarung padanya
(Parakancanggah, 2020)
Bianca
mawar putih berpilin gigil lupa mengurai hujan. sekujur batangnya yang kuyub bersandar di batas hutan menyesatkanku setelah menjadi dingin bagi kelopak rekahmu. hutan telah menggiring kami sebelum fajar merekah di pintu yang bertuliskan nama-nama kekasih. tak lama kemudian tak ada yang reda selain harum perpisahan kita.
semua berubah tak luput mayang yang membersamai datangnya kasih sayang. kau menuduhku sebagai penebar segala duka di hampar junjungan langit yang gelepar. kita perlu mengenang nasib bunga-bunga yang ditabur di belahan laut tengah: matahari yang selesai menyusui senja terbenam di dasar lambung leluhur para pemuja cinta.
"kau memang pandai memanggil ular," bisikku. tapi lidah bercabang itu meracuni sepasang dadamu yang renta. padahal tak ada desis yang mampu mengubah takdir mula. "hujan itu pias di punggung belakangmu yang lemas. di jalan yang satu kutuntun hatimu tanpa ragu dan tak akan ada waktu yang beku meski sekian lama membisu," bisikmu melilitku.
(Purwokerto, 2020)
Bagus Likurnianto lahir di Banjarnegara, 9 Januari 1999. Aktif menjadi mentor kelas kepenulisan puisi di Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban (SKSP) Purwokerto. Beberapa karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Bulgaria.