Faiz Adittian
-1-
ke mana angin dan cuaca buruk
yang semalam kau simpan
dalam gelas wine yang telah kering?
semalam tuhan tidak datang
dan telah pergi dari hati orang-orang
menjelma ketakutan
diterpa gelombang besar
sepi tidakkah mencampakkan mereka
seperti seorang kehilangan pelita
di malam buta juga semua yang telah kalah
dicatatkan pada tahun ke tahun
menjadi cuaca buruk yang tiada habisnya
melihat lambung kapal yang pecah
seperti memasuki terowongan gelap
penuh keganasan yang ditinggalkan
oleh pembantaian dan juga cuaca buruk
tertinggal di dinding-dinding penuh darah
adakah seorang nabi yang bisa mengantarkan
para manusia ke daratan dengan kapal
beserta seisi dunia yang berjubel
lalu sampai di dermaga besar dengan selamat
lantaran tuhan datang di mata mereka
sebagai arah yang tidak menyesatkan
-2-
melihat kapal ini membayangkan imigran
di laut lepas menyembunyikan ribuan
butir peluru yang sewaktu-waktu
bisa mereka tembakkan ke kapal nelayan
pada jemari mereka bisa memercikkan api
yang panas juga dendam yang tidak pernah surut
menerangi bertahun-tahun perselisihan
meluapkan darah dan juga solar
membakar puluhan kapal
dan para perempuan menjadi janda
burung camar merayakan pesta
atas kematian banyak orang
seperti yang tertera di atas langit
tidak akan ada habisnya laut ini
menyembunyikan jazad atau sekawanan
nelayan yang ketakutan
-3-
melihat kapal, besar terdampar
di atas karang seperti kawanku
kehilangan kepercayaan pada kekasihnya
bukan tentang seorang nabi, atau imigran
yang sembunyi-sembunyi mematikan
namun percintaan yang napasnya padam
meluruhkan segala darah dan ketakutan
di pesisir yang sepi, kapal besar
terdampar penuh karat di dalam sejarah
seseorang duduk bertahun-tahun
membayangkan penjelajahan juga
pencurian yang ditinggalkan dalam cerita
pada tumpukan mayat sebagai jejak panjang
pelayaran yang telah karam
pasir putih, pangandaran, 2020
Ziarah, 2
Yuna Said Irfan
- Syekh Maqdum Wali
berkuda dari arah timur, sebagai utusan
menganggit ajaran di tanah ini.
ada jalan menikung, umpama kaligrafi
dirajah pada rebung batu.
tertidur di antara pasar, subuh dan senja
bagai keramaian yang dibangun menyerupai
sebongkah benteng-membulir sejarah merah
raja terakhir kota ini.
lampu selalu menyala, bising keramaian
lalu lintas doa dan pengharapan
yang ditunggangi luka dan derita
di rumah ini, akan ditemui
segala silsilah yang jatuh
berabad lalu.
2020
Faiz Adittian menulis puisi dan cerpen di berbagai media. Kini ia sibuk menjadi petani ikan di Purwokerto barat.
Yuna Said Irfan lahir dan besar di Purwokerto. Ia mengelola taman baca di Komunitas Kalatidha dan bekerja sebagai kreator video di Indonesian Mikrofon.