Puisi Raudal Tanjung Banua
Raudal Tanjung Banua menulis puisi, cerpen, dan catatan perjalanan. Ia berdomisili di Yogyakarta.
Raudal Tanjung Banua
Di Kedai Minum, Balige
Duduk melingkar di kedai minum
(Cuaca di luar mendukung, malu-malu mendung)
Mereka bernyanyi diiringi gitar berstiker Bob Marley
tanpa hasrat main reggae
Jemari stabil membawa selusin lebih
lagu Pance. Dua orang bertempur
di papan catur. Yang lain main kartu
cukup bertaruh kesenangan
hidup sehari-hari.
Bidak selalu jadi budak
bagi raja—benteng menolak melindunginya
"Skak!" celah benteng pun terbuka
Raja budug itu terpaku di tempatnya.
"Mati kau, balak tiga!" seiring kartu terbanting
dalam gelak tawa bidak jelata.
Meneguk sisa tuak terakhir, gitar membawa
mereka melipir sebentar lagi ke Gereja Tua
Mengenang masa remaja Panbers Bersaudara
dan segala yang menghilang
tak tahu apa dan siapa ada di mana.
Lalu sebelum sayonara mereka saling pandang
Menunggu yang mau maju ke meja kasir.
Cukup lama suasana hening
dan tenang (biasa, mereka para penyair
undangan festival, sesekali menyukai
keheningan). Sampai akhirnya
seseorang berkata, "Sialan, aku dipalak panitia!"
Yang lain menyusul timpa-bertimpa, "Sama!"
"Bah!" atau "Kenak kita!"
Lalu sambil berangsur-angsur meraba saku
Mereka pun bantingan seperti saat bahagia
Membanting kartu menyumbang suara
dalam lagu-lagu festival kedai minum
yang barusan usai dirayakan.
2023
Nataru
mula-mula adalah dentang lonceng tembaga
yang tak kelihatan tangan-tangan penggereknya
bahkan menara runcing tempatnya bergantung samar karena semua
berada di balik tirai kabut yang belum dibuka cahaya,
sehingga tak nampak satu pun yang bergerak kecuali desir angin
dan suara lonceng yang terus berdentang memecah keheningan.
sampai perlahan melambat, sisa gema merayap,
seolah penggerek kecapaian, tapi tidak,
itu ternyata semacam tindak segalanya akan dimulai:
cahaya perlahan datang dari celah gunung menyingkap tabir panggung
dan berkilaulah danau yang tenang, di tepinya, nun, tegak sebuah gereja
seperti kue tart di tubir meja ulang tahun dengan sepasang menara lilin
entah berupa angka berapa dan jalan setapak serupa pisau
memotong lewat di halamannya menuju danau.
sementara cahaya menggenang menyepuh batu-batu dan cemara gunung
ngungun di tepi-tepi kebun sawi dan kol, menunggu tepat pukul 00,
di mana danau akan meriap mengucapkan selamat tahun baru
wahai, Waktu, segalanya berakhir dan bermula
di batas sini—maka lonceng berdentang lagi sekali
mengayun siklus tapal batas: Usia terbagi antara Desember-Januari
tapi jalanan selalu macet menuju rumahMu.
/Toba-Yogya, 2023
Raudal Tanjung Banua mengelola Komunitas Rumahlebah dan Akar Indonesia di Yogyakarta. Buku mutakhirnya Kota-kota Kecil yang Diangan dan Kujumpai (2018) serta Cerita-cerita Kecil yang Sedih dan Menakjubkan (2020).