maaf email atau password anda salah


Pentingnya Kurikulum Pendidikan Kebencanaan

Anak-anak dan remaja menjadi kelompok rentan bencana. Perlu ada kurikulum khusus pendidikan kebencanaan.

arsip tempo : 172922609419.

Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko. tempo : 172922609419.

ADA kisah menarik tentang Tilly saat bencana tsunami melanda wilayah Samudra Hindia pada akhir Desember 2004. Gadis kecil asal Inggris tersebut tengah berlibur dengan keluarganya di salah satu pantai di bagian barat Thailand.

Saat kejadian, Tilly berhasil menyelamatkan banyak turis dari terjangan gelombang tsunami di pantai itu. Hal itu dilakukan karena guru geografi di sekolahnya pernah mengajarkan tanda-tanda terjadinya tsunami dan cara menyelamatkan diri.

Kisah heroik Tilly ini sengaja penulis angkat kembali sebagai refleksi dalam rangka Hari Internasional Pengurangan Risiko Bencana atau International Day for Disaster Risk Reduction (IDDR), yang diperingati setiap 13 Oktober. Tahun ini, tema peringatannya adalah “Peran Pendidikan dalam Melindungi dan Memberdayakan Kaum Muda demi Masa Depan yang Bebas Bencana”.

Tema itu sangat relevan dengan kisah Tilly. Terlebih, anak-anak dan kaum muda merupakan kelompok paling rentan ketika bencana melanda suatu wilayah. Saat gempa dahsyat mengguncang Pakistan pada Oktober 2005, misalnya, setidaknya 16 ribu anak meninggal karena gedung sekolah mereka runtuh.

Tanah longsor yang terjadi di Leyte, Filipina, pada 2006 juga mengubur lebih dari 200 anak sekolah yang tengah belajar di dalam kelas. Beruntung gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah pada Mei 2006 terjadi pada pagi hari, sebelum jam pelajaran dimulai. Saat itu setidaknya ada 277 bangunan di Yogyakarta dan Jawa Tengah yang roboh.

Risiko bencana kian meningkat seiring dengan terjadinya perubahan iklim. Peningkatan risiko ini jelas mengancam kesejahteraan anak dan remaja di banyak negara. Menurut Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF), sekitar 1 miliar anak di seluruh dunia berada pada risiko yang sangat tinggi dari dampak bencana yang terkait dengan iklim. Di luar risiko kematian dan cedera, anak-anak rentan menghadapi gangguan dalam pendidikan, gizi, serta masalah perawatan kesehatan sesudah bencana.

Terintegrasi dengan Pendidikan

Majelis Umum PBB mengesahkan Risiko Bencana 2015-2030 yang merupakan instrumen penerus Kerangka Aksi Hyogo 2005-2015: Building the Resilience of Nations and Communities to Disasters. Kerangka Kerja Sendai menganjurkan pengurangan risiko bencana dan kerugian secara substansial dalam kehidupan, mata pencarian, kesehatan, juga dalam aset ekonomi, fisik, sosial, budaya, serta lingkungan dari individu, bisnis, komunitas, dan negara.

Negara memiliki peran utama mengurangi risiko bencana melalui pendidikan kebencanaan, tapi tanggung jawab itu harus dibagi, di antaranya, kepada pemerintah daerah, sektor swasta, dan pemangku kepentingan lain, seperti sekolah. Sekolah merupakan ruang penting bagi anak-anak mengembangkan pengetahuan mereka tentang risiko bencana. 

Kerangka Kerja Sendai juga menekankan, pengurangan risiko bencana harus terintegrasi ke semua fase pendidikan sekolah. Pengajaran tentang perubahan iklim pun harus mencakup bencana. Di banyak negara, topik mengenai perubahan iklim dan tantangan lingkungan menjadi bagian dari kurikulum sekolah.

Di New Jersey, Amerika Serikat, misalnya, sekolah diwajibkan memberikan pendidikan perubahan iklim di semua tingkat kelas dan di hampir semua mata pelajaran. Strategi untuk keberlanjutan dan pendidikan perubahan iklim juga dilakukan di Inggris. Sementara itu, pemerintah Italia memasukkan materi perubahan iklim sebagai topik yang diajarkan di semua tingkat kelas sebagai bagian dari pendidikan kewarganegaraan.

Siswa perlu memahami dampak langsung perubahan iklim yang terwujud melalui peristiwa cuaca ekstrem, seperti gelombang panas, banjir, badai, dan kebakaran hutan. Para pendidik perlu lebih memahami dalam mengajarkan bencana iklim serta memberikan kesempatan untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan ketahanan bencana di kalangan siswa.

Dengan memikirkan strategi respons terhadap bencana terbaru, siswa memperoleh wawasan tentang langkah-langkah mitigasi bencana dan adaptasi yang efektif. Siswa juga dapat mengembangkan empati kepada mereka yang terkena dampak. Generasi muda perlu diajak menyadari bahwa perubahan iklim mempengaruhi kita semua dan perlunya tindakan untuk mengurangi risiko bencana.

Pendidikan di sekolah juga berfungsi menyebarkan kesadaran untuk melindungi komunitasnya dari risiko yang terkait dengan iklim di masa datang. Sekolah merupakan tempat yang aman bagi siswa untuk berdiskusi serta belajar tentang bencana iklim bersama guru dan teman sebayanya.

Nilai penting yang juga perlu dikembangkan dalam kurikulum pendidikan kebencanaan adalah membangun empati para siswa. Ketika berbicara mengenai bencana yang baru terjadi, penting untuk mengajak siswa berbagi pengalaman tentang bencana tersebut.

Guru dapat menanyakan apa yang mereka ketahui tentang bencana itu, apa yang mereka alami, dan bagaimana perasaan mereka tentang bencana tersebut. Guru dari berbagai mata pelajaran dapat berkolaborasi untuk memfasilitasi pembelajaran siswa tentang bencana.

Kemudian, siswa dapat mempelajari pengalaman orang-orang yang terkena dampak langsung bencana, seperti mereka yang kehilangan orang tua atau rumah. Jika dilakukan dengan kepekaan dan rasa hormat, hal ini dapat membantu siswa mengembangkan kepedulian dan empati kepada mereka yang terkena dampak bencana.

Pengetahuan dan pendidikan kebencanaan yang memadai, seperti yang dimiliki gadis kecil Tilly, diharapkan mampu menurunkan secara signifikan jumlah korban jiwa, aset-aset sosial, ekonomi, dan lingkungan. Semua itu dapat dilakukan jika antisipasi datangnya bencana sudah menjadi bagian dari pola hidup masyarakat sehari-hari.

Kolom Hijau merupakan kolaborasi Tempo dengan sejumlah organisasi masyarakat sipil di bidang lingkungan. Kolom Hijau terbit setiap pekan.

Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebutkan lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: pendapat@tempo.co.id disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan CV ringkas.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 18 Oktober 2024

  • 17 Oktober 2024

  • 16 Oktober 2024

  • 15 Oktober 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan