maaf email atau password anda salah


Impunitas Berkedok Pangkat Kehormatan

Pemberian pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo Subianto memperpanjang rantai impunitas di Indonesia.

arsip tempo : 171456234895.

Ilustrasi: Tempo/Kuswoyo. tempo : 171456234895.

Jane Rosalina
Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras

Rabu pekan lalu, 28 Februari 2024, Presiden Joko Widodo memberikan kenaikan pangkat jenderal kehormatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) kepada Menteri Pertahanan sekaligus calon presiden dalam pilpres 2024, Prabowo Subianto. Pangkat kehormatan ini diberikan karena pemerintah menganggap dedikasi serta kontribusi Prabowo telah diakui dalam dunia militer. Kebijakan ini juga merupakan usulan Panglima TNI, mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. 

Pangkat istimewa serupa sebelumnya pernah disematkan kepada sejumlah purnawirawan TNI yang sempat masuk pemerintahan. Dari Susilo Bambang Yudhoyono, Luhut Binsar Pandjaitan, Agum Gumelar, A.M. Hendropriyono, hingga Sarwo Edhie Wibowo. Namun pemberian pangkat kehormatan jenderal (HOR) bintang empat untuk Prabowo menuai kritik dan kontroversi karena tidak sejalan dengan aturan terkait ataupun prinsip-prinsip hak asasi manusia. 

Ada beberapa alasan pemberian pangkat kehormatan ini kontroversial. Pertama, dalam tatanan militer, tidak dikenal istilah pangkat kehormatan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan ataupun aturan pelaksananya, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2010, hanya mengatur kenaikan pangkat secara istimewa.

Begitu pula dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia ataupun PP Nomor 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit Tentara Nasional Indonesia yang tidak mengenal istilah “pangkat kehormatan”. Kedua regulasi tersebut hanya mengatur “pangkat penghargaan”. 

Terlepas dari istilah-istilah tersebut, secara regulasi pemberian pangkat istimewa ataupun pangkat penghargaan hanya ditujukan kepada perwira aktif. Bukan purnawirawan atau pensiunan TNI yang dalam hal ini telah purnatugas, kecuali pangkat tituler yang diberikan sementara bagi warga negara yang diperlukan dan bersedia menjalankan tugas jabatan tertentu. 

Lebih lanjut, penjelasan Pasal 27 PP Administrasi Prajurit TNI menyatakan kenaikan pangkat yang diberikan kepada prajurit paling tinggi sampai perwira tinggi bintang dua adalah karena telah melaksanakan pengabdian secara sempurna dan tanpa terputus dengan dedikasi serta prestasi kerja yang tinggi, dengan pangkat efektif terakhir paling cepat tiga bulan dan paling lambat satu bulan sebelum pensiun.

Menodai Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat

Alasan kedua, penyematan pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo merupakan langkah keliru dan melukai perasaan korban kasus penculikan serta penghilangan orang secara paksa pada 1997-1998. Penyematan pangkat kehormatan jenderal bintang empat untuk Prabowo semakin mengaburkan akuntabilitas penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi pada rezim Orde Baru.

Seperti diketahui, Prabowo punya rekam jejak buruk dalam karier militer sekaligus memiliki keterlibatan atas penculikan dan penghilangan orang secara paksa pada periode 1997-1998. Sebelumnya, Prabowo menjabat Komandan Jenderal Kopassus pada 1995-1998 dan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat pada 1998. Namanya kemudian diidentikkan sebagai salah satu orang yang bertanggung jawab atas kasus pelanggaran HAM berat pada masa lalu, khususnya kasus penculikan dan penghilangan yang mengakibatkan 23 orang menjadi korban.

Sembilan orang yang diculik telah dikembalikan, satu orang ditemukan dalam keadaan meninggal, serta 13 orang lainnya masih dinyatakan hilang oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan belum diketahui keberadaannya. Pada 2006, Komnas HAM menetapkan kasus penghilangan paksa sebagai pelanggaran HAM berat dan merekomendasi kasus tersebut diadili pada pengadilan HAM ad hoc

Komnas HAM juga sempat memanggil Prabowo Subianto untuk dimintai keterangan, tapi ia tak pernah hadir. Apresiasi berupa pemberian kenaikan pangkat kehormatan ini bertentangan dengan janji Presiden Joko Widodo dalam Nawacita-nya untuk menuntaskan berbagai kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia, yang ia kampanyekan menjelang Pemilu 2014. 

Pemberian gelar kehormatan kepada Prabowo Subianto akan semakin memperpanjang rantai impunitas. Dengan pemberian gelar tersebut, tindakan kejahatan yang dilakukan atau melibatkan prajurit militer akan dianggap sebagai hal normal karena terduga pelakunya, alih-alih diproses hukum, malah diberi pangkat jenderal kehormatan.

Pengkhianatan Gerakan Reformasi 1998

Kebijakan ini juga merupakan bentuk pengkhianatan terhadap gerakan reformasi 1998. Kebebasan yang kita nikmati pada hari ini merupakan buah perjuangan para martir gerakan tersebut. Sangat aneh, mereka yang dulu ditumbangkan oleh gerakan tersebut malah diberikan penghargaan. Bahkan, Prabowo belum pernah diadili atas tuduhan kejahatan yang dia lakukan. Jadi, nama Prabowo masih masuk dalam daftar hitam terduga pelaku kejahatan kemanusiaan karena belum pernah diputihkan atau dibersihkan melalui sidang pengadilan HAM ad hoc

Penyematan pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo ini hanyalah fragmentaris dari kuatnya belenggu impunitas pada rezim Joko Widodo. Meskipun merupakan presiden masyarakat sipil, Jokowi tanpa rasa malu turut berkolusi dengan para jenderal Orde Baru yang memiliki catatan hitam. Pada pemerintahan Jokowi, para terduga penjahat HAM tidak hanya dibiarkan melenggang bebas tanpa hukuman, tapi juga mendapat apresiasi, promosi, hingga diberikan karpet merah untuk menempati jabatan strategis di pemerintahan. 

Serangkaian tindakan ini tentu turut memperkuat belenggu impunitas di bumi pertiwi. Hal ini kembali menunjukkan bahwa human rights vetting mechanism tidak pernah dijalankan secara serius dalam sistem politik dan pemerintahan di Indonesia, khususnya pada rezim saat ini. Padahal memeriksa latar belakang atau rekam jejak personel yang akan menduduki jabatan-jabatan publik merupakan elemen kunci reformasi sektor keamanan yang efektif. 

Dalam Prinsip 36 pada Rangkaian Prinsip yang Diperbarui untuk Perlindungan dan Promosi HAM Melalui Tindakan Memerangi Impunitas (Perserikatan Bangsa-Bangsa, 2005), disebutkan bahwa pejabat dan pegawai publik yang secara pribadi bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat, khususnya yang terlibat di bidang militer, keamanan, polisi, intelijen, serta peradilan, tidak boleh terus bertugas di lembaga negara.

Pemberian gelar tersebut akhirnya terlihat sebagai langkah politis transaksi elektoral Jokowi dengan menganulir keterlibatan Prabowo dalam pelanggaran HAM berat di masa lalu. Perlu diingat, berdasarkan Keputusan Dewan Kehormatan Perwira Nomor KEP/03/VIII/1998/DKP, Prabowo telah ditetapkan bersalah dan terbukti melakukan beberapa penyimpangan serta kesalahan, termasuk melakukan penculikan terhadap beberapa aktivis pro-demokrasi pada 1998. Berdasarkan surat keputusan itu, Prabowo dijatuhi hukuman berupa diberhentikan dari dinas keprajuritan.

Pemberian pangkat kehormatan terhadap seseorang yang telah dipecat secara tidak hormat sejatinya telah mencederai nilai-nilai profesionalisme dan patriotisme dalam tubuh TNI, serta merusak nama baik institusi militer tersebut. Presiden Jokowi telah memaksa TNI menjilat ludah mereka sendiri demi kepentingan politik keluarganya. Presiden tidak hanya sedang mempolitisasi TNI, tapi juga meruntuhkan maruah dan martabat TNI yang telah dibangun oleh banyak prajurit dengan darah serta air mata. 

PENGUMUMAN

Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebutkan lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: pendapat@tempo.co.id disertai dengan nomor kontak dan CV ringkas.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 1 Mei 2024

  • 30 April 2024

  • 29 April 2024

  • 28 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan