maaf email atau password anda salah


Risiko Kisruh Hasil Pemilu

Keandalan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang digunakan KPU dalam Pemilu 2024 diragukan. Berisiko memunculkan kekisruhan.

arsip tempo : 171466077820.

Ilustrasi: Tempo/Kuswoyo. tempo : 171466077820.

Totok Siswantara
Pengkaji Transformasi Demokrasi dan Teknologi. Anggota IABIE

Selama masa tenang Pemilihan Umum 2024, selain isu dugaan kecurangan yang ramai diperbincangkan, topik lain yang menjadi kontroversi adalah keandalan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang digunakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menghitung dan merangkum hasil pemungutan suara. Keresahan publik dan celah kecurangan akibat penggunaan aplikasi Sirekap KPU perlu mendapat perhatian serius, meski pemungutan suara telah berjalan. 

Pada pemilu sebelumnya, Sirekap bernama Situng alias Sistem Informasi Penghitungan Suara. Namun hasilnya dianggap amburadul sehingga penggunaan Situng dihentikan. Adapun saat ini Sirekap disebut sebagai sekadar alat bantu penghitungan. Pada prinsipnya, Sirekap adalah aplikasi yang menampilkan hasil hitung secara nyata atau real count yang diharapkan mampu menyajikan data lebih baik daripada hitung cepat (quick count) oleh lembaga survei. Namun, jika tampilan tabulasi data hasil pemilu mengalami masalah serius, seperti angkanya yang sangat fluktuatif dan menunjukkan keanehan, kondisi tersebut bisa menyebabkan kekisruhan. 

Pengertian Sirekap Pemilu 2024, berdasarkan Keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024, adalah perangkat aplikasi berbasis teknologi informasi sebagai sarana publikasi hasil penghitungan suara dan proses rekapitulasi hasil penghitungan suara, serta alat bantu dalam pelaksanaan hasil penghitungan suara pemilu. Sirekap Pemilu 2024 terdiri atas dua jenis: versi mobile dan situs web. 

Sirekap mobile digunakan oleh anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) untuk melakukan penghitungan atau rekapitulasi hasil pemungutan suara di setiap TPS. Sedangkan versi situs webnya digunakan oleh panitia pemilihan kecamatan (PPK) dan anggota KPU di kota/kabupaten serta provinsi. Dari sisi fungsi, kedua jenis Sirekap ini memiliki perbedaan. Sirekap mobile berfungsi sebagai sumber data utama perolehan suara yang tertuang dalam Formulir C.Hasil-KWK. Sedangkan Sirekap situs web berfungsi menghimpun dan menjumlahkan data dari seluruh sumber utama.

Keraguan publik terhadap keandalan Sirekap mencuat, utamanya di media sosial X. Publik, termasuk para pakar dan pemerhati pemilu, menilai aplikasi tersebut berpeluang menjadi celah kecurangan. Mereka rata-rata mempertanyakan keamanan sistem ini. Karena itu, Sirekap sebaiknya difungsikan sebatas untuk mengumpulkan foto C1 plano secara apa adanya. Tidak perlu ada tabulasi data nasional karena ada risiko terjadinya bottleneck atau sumbatan aliran data ke pusat tabulasi data nasional.

Di lapangan pun, banyak keluhan dan temuan kelemahan aplikasi ini. Misalnya, dalam proses simulasi hitung cepat oleh petugas KPPS, terdapat menu “tambah suara” atau penyuntingan perolehan suara ketiga kandidat calon presiden. Anehnya, menu itu hanya dapat digunakan untuk mengubah perolehan suara pasangan calon nomor urut 01 dan 03. Patut diduga menu untuk mengubah perolehan suara paslon nomor urut 02 telah dikondisikan.

Selain keandalan sistem yang diragukan, risiko kecurangan muncul karena keamanan Sirekap tak meyakinkan. Bukan tidak mungkin ada pihak-pihak jahat yang menyedot data dan merekayasa data secara sistemis dari aplikasi tersebut. Kasus pada pemilu sebelumnya jangan sampai terulang. Saat itu terjadi kekacauan pada angka-angka real count KPU yang berupa tabulasi data nasional. Kekacauan tersebut jelas bakal meresahkan publik. 

Tabulasi data yang dimaksudkan untuk menyaingi hitung cepat atau quick count oleh lembaga survei itu juga masih terhambat oleh keandalan perangkat lunak dan keras dari mesin OCR/OMR (pemindai) yang dioperasikan di tingkat kecamatan. Meskipun sudah dilakukan bimbingan teknis, tetap terjadi kendala teknis dan kesalahan manusia (human error). Terlebih, konektivitas Internet di berbagai daerah masih bermasalah.

Sirekap juga sangat rentan terhadap serangan siber yang berpotensi mengancam keamanan data di dalamnya. Serangan itu bisa berupa DDoS (distributed denial of service) yang akan membebani server. Jika hal ini terjadi, peladen KPU dapat lumpuh dan tak bisa diakses anggota KPPS. Pembaruan hasil penghitungan suara pun terganggu.

Resistansi publik terhadap Sirekap, melihat aneka risiko itu, bisa dipahami. Sesuai dengan best practices pengembangan teknologi informasi pemilu, seharusnya ada proses audit dari lembaga independen dan kredibel, dengan menerapkan standar yang relevan, yakni control objectives for information and related technology (COBIT). Dengan audit, integritas dan keandalan sistem teknologi informasi bisa lebih dipertanggungjawabkan dan terjaga dengan baik.

Meski begitu, sayangnya proses audit itu belum dilakukan. Proses pembuatan Sirekap terkesan dadakan dan vendor pemasok perangkatnya pun tidak jelas. Dengan demikian, aplikasi ini bisa disebut belum aman dari berbagai risiko modus fraud. The Institute of Internal Auditor (IIA)—organisasi auditor ternama di Amerika Serikat—menyebut fraud atau kecurangan adalah sekumpulan tindakan yang tidak diizinkan dan melanggar hukum yang ditandai adanya unsur yang disengaja. Dalam konteks ini, penghindaran aneka risiko fraud harus menjadi prinsip utama dalam pengembangan sistem pemilu berbasis teknologi informasi. Sistem dan teknologi yang diterapkan semestinya bisa mencegah kecurangan sekecil apa pun. Penyelenggara pemilu pun harus memahami aneka modus atau aksioma fraud dalam proses demokrasi ini.

KPU memang telah mengeluarkan pernyataan bahwa pengembangan sistem Sirekap sudah berkoordinasi dengan berbagai lembaga, seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Badan Intelijen Negara (BIN), serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Namun publik ragu ketiga instansi tersebut bisa bersikap netral karena pimpinan instansi itu condong dan ada yang terang-terangan berpihak kepada pasangan capres-cawapres tertentu.

PENGUMUMAN

Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebutkan lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail: pendapat@tempo.co.id disertai dengan nomor kontak dan CV ringkas.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 2 Mei 2024

  • 1 Mei 2024

  • 30 April 2024

  • 29 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan