Aminuddin
Alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Politik dinasti dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020 berpotensi masih menguasai kursi-kursi kepemimpinan lokal. Nagara Institute mencatat sebanyak 124 calon kepala daerah memiliki hubungan kekerabatan yang maju. Mereka terdiri atas istri, anak, atau kerabat dekat dari kepala daerah yang sedang atau pernah menjabat. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibanding pada pilkada sepanjang 2015-2018 yang berjumlah 86 kandidat yang mempunyai hubungan kekerabatan.
Merujuk pada hasil penghitungan sementara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga Rabu petang pekan lalu, 9 Desember 2020, pemilihan pada tahun ini menghasilkan enam pemenang yang memiliki hubungan kekerabatan. Beberapa di antaranya adalah pasangan calon Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, dan wakilnya, Teguh Prakosa, serta pasangan calon Wali Kota Medan, Bobby Afif Nasution, dan wakilnya, Aulia Rachman. Kedua calon wali kota itu adalah anak dan menantu Presiden Joko Widodo.
Ada pula calon Wali Kota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie, dan wakilnya, Pilar Saga Ichsan. Pilar adalah putra calon Bupati Serang, Ratu Tatu Chasanah. Adapun Ratu Tatu adalah adik kandung bekas Gubernur Banten Atut Chosiyah sekaligus ipar Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany.
Di Jawa Timur juga ada calon Bupati Kediri, Hanindhito Himawan Pramana, dan wakilnya, Dewi Mariya Ulfa. Hanindhito adalah anak Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Ada juga calon Gubernur Kepulauan Riau, Ansar Ahmad, dan wakilnya, Marlin Agustina. Marlin merupakan istri dari Wali Kota Batam Muhammad Rudi. Calon Bupati Indragiri Hulu, Rezita Melyani, adalah istri Bupati Indragiri Hulu, Yopi Ariant.
Tampilnya sanak keluarga dari para pesohor inkumben, lingkaran menteri, wakil presiden, dan presiden ini tidak lepas dari berbagai keuntungan popularitas. Brownstein (1990) mengkonfirmasi bahwa keuntungan yang diperoleh dari sanak keluarga, antara lain, adalah nama besar keluarga, kekayaan keluarga, jaringan politik selama menjadi kepala daerah, dan rekonstruksi politik yang telah terbangun. Karena itu, popularitas politik yang dibangun oleh keluarganya akan menguntungkan sanak keluarga untuk bertarung dalam pemilihan kepala daerah selanjutnya.
Keuntungan lain yang akan diperoleh dari politik dinasti adalah terorganisasinya posisi-posisi kunci dalam birokrasi pemerintahan. Praktik ini akan terus berlangsung begitu lama sembari mendorong bibit-bibit keluarganya menduduki posisi strategis. Patron politik ini terus didorong untuk menguasai sistem ekonomi, politik, dan kekuasaan. Walhasil, terjadi kemunduran regenerasi pemerintah lokal akibat lahirnya tokoh-tokoh lokal yang instan akibat politik dinasti ini.
Terbangunnya dinasti politik merupakan cacat bawaan sejak lahir. Kepala daerah memang sudah menyiapkan diri untuk mengamankan politik dinastinya. Sementara itu, masyarakat juga mengalami cacat bawaan, baik dalam sistem ekonomi maupun politik. Rakyat didorong untuk memilih salah satu kontestan karena uang. Masyarakat yang masih konservatif cenderung memandang kerabat dari tokoh inkumben sebagai penyelamat kebudayaan, politik, dan pembangunan perekonomian.
Tampilnya tokoh-tokoh instan polesan politik dinasti juga tidak lepas dari gagalnya partai politik dalam menyeleksi para pemimpin. Sirkulasi kekuasaan yang ada hanya berpusat pada tokoh yang memiliki kekuatan kapital. Sedangkan regenerasi pemimpin potensial tidak muncul. Bisa jadi, calon alternatif ini memang disingkirkan oleh lawan politiknya demi melanggengkan dinasti politik. Maka, calon-calon alternatif tidak berdaya dalam menembus birokrasi, sehingga tidak punya kesempatan untuk memperbaiki negeri ini.
Kebijakan yang diambil oleh kepala daerah juga tidak lagi mengarah pada proses rasionalitas instrumental, melainkan didasarkan pada kepentingan-kepentingan tertentu untuk melanjutkan libido kekuasaan yang terkoneksi secara masif melalui dinasti tersebut. Hampir semua peralatan dan kekuatan pemerintah didorong untuk mengamankan politik dinastinya. Sedangkan keamanan publik menjadi terbengkalai. Di sinilah dominasi politik dinasti membajak dan mengebiri proses-proses demokrasi.
Akhirnya, wabah dinasti politik akan terus menjadi pemandangan akut dalam sirkulasi kepemimpinan lokal. Kekuasaan hanya tersentralisasi kepada kelompok yang memiliki jejaring kekerabatan. Karena itu, politik dinasti harus segera dicegah agar tidak terus membesar dan terjadi pengeroposan dalam pemerintahan daerah.