JAKARTA – Kementerian Kesehatan mengubah strategi guna menekan laju penularan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan lembaganya mengandalkan pelayanan primer yang dimulai dari puskesmas dan masyarakat di tingkat desa.
Menurut dia, strategi ini ditempuh dari kebijakan pendeteksian yang diperluas terhadap orang yang berstatus kontak erat. Selama ini, pemeriksaan hanya dilakukan terhadap suspect atau orang yang bergejala infeksi saluran pernapasan akut. Padahal, kata dia, sekitar 60 persen pengidap Covid-19 adalah orang yang tidak memiliki gejala ataupun bergejala ringan. Karena kebijakan tersebut, dia memperkirakan banyak pengidap virus yang tidak terdeteksi dan menjadi penular di tengah-tengah masyarakat. "Kalau bisa deteksi lebih dini di hulu, persoalan di hilir atau rumah sakit menjadi tidak terlalu berat," kata Nadia, kemarin.
Guna memperluas pemeriksaan, menurut dia, pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan metode real time polymerase chain reaction (RT-PCR). Sebab, di Tanah Air, hanya ada 620 fasilitas tersebut. Persebarannya pun tak merata. Mayoritas berada di pusat-pusat kota.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 8 Februari 2021. ANTARA/Hafidz Mubarak A
Solusi yang paling memungkinkan adalah menggunakan tes cepat berbasis antigen yang memiliki tingkat akurasi tinggi, yakni lebih dari 80 persen. Selain berbiaya murah, Nadia mengatakan, alat ini dapat mendeteksi virus dalam waktu kurang dari setengah jam dengan tingkat akurasi tinggi.
Kementerian Kesehatan lalu memutuskan untuk menggunakan tes antibodi sebagai sarana diagnosis Covid-19 di daerah yang belum memiliki fasilitas RT-PCR memadai. Selama ini, tes tersebut hanya digunakan untuk kebutuhan screening guna keperluan tertentu, seperti syarat perjalanan dan sejumlah acara pemerintahan.
Peralatan ini, kata Nadia, akan disebar di puskesmas di 98 kabupaten/kota yang menjadi sasaran pembatasan kegiatan masyarakat (PKM) di tingkat RT/RW. Pemerintah telah melatih petugas puskesmas untuk memastikan kualitas pemeriksaan sebanding dengan kuantitasnya. "Pelaksanaannya tinggal menunggu proses distribusi dari pusat sampai ke puskesmas. Distribusi membutuhkan waktu sekitar sepekan," ujar dia.
Aktifitas warga saat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro di Pasar Johar, Jakarta, 10 Februari 2021. TEMPO/Subekti
Rencana menggenjot pendeteksian Covid-19 sejatinya sudah diwacanakan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sejak bulan lalu. Dalam sebuah diskusi virtual, Budi mengemukakan, selama setahun belakangan, Indonesia menerapkan cara pemeriksaan yang salah. Kenaikan angka deteksi, kata dia, tidak berhasil menggenjot data penularan karena sebagian pemeriksaan masih ditujukan untuk memenuhi kepentingan prosedural, misalnya untuk syarat perjalanan. Budi mengklaim tes Covid-19 semestinya digunakan untuk kepentingan perawatan pasien ataupun surveilans.
Awal pekan lalu, Budi mengatakan Indonesia perlu mengadopsi kebijakan India yang dinilai mampu melandaikan kurva penularan wabah corona. Salah satu yang patut ditiru adalah penggunaan tes antigen untuk memperluas cakupan pemeriksaan ke daerah-daerah terpencil.
Dia mengklaim serius untuk menerapkan langkah ini. Budi juga mewanti-wanti publik bahwa penggunaan tes antigen akan membuat angka kasus melonjak. Namun Budi mengatakan masyarakat tak perlu panik karena bisa saja hal itu mencerminkan keadaan sebenarnya di lapangan. "Saya sudah mengingatkan kepada Presiden Joko Widodo, ini strategi di India. Nanti, yang akan terjadi, jumlah kasus akan naik karena lebih banyak yang terlihat," kata Budi saat rapat bersama Komisi IX DPR, Senin lalu.
Selain memperluas pemeriksaan, Kementerian merencanakan penguatan pelacakan kontak (tracing) yang dimulai dari puskesmas. Endang Budi Hastuti dari Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan mengatakan lembaganya akan melibatkan semua komunitas di tingkat desa untuk membantu menelusuri kontak erat dari setiap kasus positif.
Kebijakan ini dimulai dengan kemitraan Kementerian bersama TNI. Nantinya, Bintara Pembina Desa, Bintara Pembina Potensi Maritim, dan Bintara Pembina Potensi Dirgantara akan dilibatkan mencari kontak erat. Kelompok lain yang dilibatkan adalah kader kesehatan, relawan, dan anggota pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK). Kementerian Kesehatan menargetkan, dengan koordinasi tim surveilans puskesmas setempat, kebijakan ini mampu meningkatkan pelacakan kontak hingga 30 orang per satu kasus positif. "Tracer atau pelacak juga memantau data jumlah harian isolasi mandiri," kata Endang dalam sosialisasi tes antigen bersama pihak-pihak terkait di sektor kesehatan.
Petugas medis membawa sampel tes PCR pada Laboratorium Kontainer Covid-19 di RSKD Duren Sawit, Jakarta, 27 Juni 2020. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Pakar epidemiologi dari Centre for Environment and Population Health Universitas Griffith, Dicky Budiman, mengemukakan bahwa upaya mengadopsi strategi India sebagai langkah jitu semestinya dilakukan pemerintah Indonesia sejak tahun lalu. Menurut dia, India berhasil meredam penularan dengan melakukan 5,2 juta tes antigen dan PCR setiap pekan. Upaya itu disokong dengan sejuta tenaga tracer yang bertugas mendeteksi kontak erat dalam waktu kurang dari 72 jam. "Makanya kurva India sempat naik sangat tinggi, lalu belakangan ini melandai," ujar Dicky.
Meski begitu, Dicky mengingatkan bahwa pemerintah masih perlu menambah jumlah laboratorium PCR untuk meningkatkan akurasi data deteksi. India, kata Dicky, berhasil menambah laboratorium secara signifikan dari hanya 123 fasilitas menjadi lebih dari 2.000 fasilitas.
Dicky pun mengkritik sejauh ini Kementerian Kesehatan belum melakukan intervensi memadai dalam kebijakan isolasi. Hal itu disampaikannya karena banyaknya kasus penularan dari kluster keluarga lantaran proses swakarantina yang tidak dipantau dan kurang memadainya tempat isolasi. Lagi-lagi, kata Dicky, Indonesia bisa meniru India yang menggunakan sekolah negeri menjadi tempat isolasi di tingkat desa.
Selain intervensi pemerintah, Dicky mengatakan, kejujuran warga sangat penting dalam kelancaran pelacakan kontak. "Warga juga harus mengingat-ingat dan jangan malu untuk memberi tahu siapa saja yang sudah ditemui atau aktivitas yang sudah dilakukan kepada tracer," tutur dia.
ROBBY IRFANY