JAKARTA – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) meminta pemerintah tidak mengerahkan pendengung untuk mensosialisasi Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Permintaan ini disampaikan setelah puluhan artis dan pemengaruh mengampanyekan RUU Cipta Kerja dan tanda pagar #IndonesiaButuhKerja di media sosial, pekan lalu.
Ketua YLBHI, Asfinawati, menyatakan pemerintah harus secara terbuka membuktikan tidak adanya uang negara yang mengalir dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada para pendengung atau relawan. "Begitu pula (dana) melalui perusahaan yang memberikan pesanan ke influencer dan buzzer," kata Asfina kepada Tempo, kemarin.
Mulai awal tahun ini, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat bekerja cepat menggodok RUU Cipta Kerja. Presiden Joko Widodo mewanti-wanti agar pembahasan RUU diselesaikan dalam waktu 100 hari. Pada pekan lalu, puluhan artis dan pemengaruh mengampanyekan tanda pagar #IndonesiaButuhKerja, yang merupakan dukungan terhadap pembahasan omnibus law.
Asfina menyoroti model kampanye RUU Cipta Kerja yang digunakan oleh para pendengung dan pemengaruh. Ia menyebutkan cara kampanye tersebut mirip dengan cara mempromosikan produk komersial. Padahal, kata dia, RUU Cipta Kerja merupakan produk undang-undang yang berfungsi mengatur kehidupan masyarakat. "Kok, membahas substansi RUU disamakan dengan mengiklankan produk make-up, panci, atau makanan. Itu bukan barang dagangan," ucap dia.
Penggagas Jaringan Bonus Demografi (JBD), Riswanda, memastikan organisasinya tidak dibayar pemerintah untuk mempromosikan RUU Cipta Kerja. Ia mengklaim lembaganya mengumpulkan dana dari para akademikus dan pengusaha muda untuk membayar artis supaya substansi RUU Cipta Kerja mudah dicerna publik. "Keuntungan bagi kami. Kalau dijurnalkan, bisa dijadikan riset tentang kebijakan publik, bahwa sosialisasi bisa dilakukan secara edukatif," ucapnya.
Staf Ahli Kementerian Koordinator Perekonomian Elen Setiadi memastikan kementeriannya tidak memiliki program dan anggaran untuk membayar artis dan pemengaruh. Menurut dia, selama ini pemerintah telah mengikuti prosedur dan mekanisme pembahasan undang-undang di Panitia Kerja Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat.
Meski begitu, Elen mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada masyarakat yang turut menyebarkan RUU Cipta Kerja. "Itu yang sangat kami perlukan dalam pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19 dan penciptaan lapangan kerja."
Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas juga memastikan lembaganya tidak pernah membayar pendengung atau pesohor untuk mengampanyekan omnibus law. "Pokoknya kalau tidak selaras dengan konstitusi, kami tidak akan setuju," ucap dia.
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Kartika menyatakan pembuat dan pendukung RUU Cipta Kerja telah melupakan cita-cita pendiri bangsa yang tidak akan membiarkan pemodal asing beroperasi permanen di Indonesia. Salah satunya dengan melarang kepemilikan hak atas tanah bagi orang asing. "RUU Cipta Kerja akan berdampak pada mata pencarian kelompok sosial, seperti petani dan masyarakat adat," ujarnya.
AVIT HIDAYAT | LARISSA HUDA | BUDIARTI UTAMI PUTRI
28