JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) sedang menyusun revisi Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2015 yang mengatur kenaikan gaji para pemimpin lembaga antirasuah. KPK bersama kementerian segera membuat kajian akademis tentang usul tersebut.
Pelaksana tugas juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Ali Fikri, mengatakan rapat terakhir KPK dengan Kemenkumham dan Kemenpan RB telah menyepakati beberapa hal, termasuk penyusunan kajian akademis. "Kajian akademis akan segera diserahkan kepada Kemenkumham agar bisa ditindaklanjuti dengan permintaan penilaian kepada Kemenpan RB," kata Ali.
Ali juga mengatakan selama ini pembahasan draf revisi PP Nomor 82 belum memiliki kajian akademis. Jadi, belum diketahui besaran jumlah gaji yang layak untuk pimpinan KPK. Dalam kajian akademis itu akan dimasukkan alasan menaikkan gaji para pemimpin KPK.
Sebelumnya, pada April lalu, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan pimpinan KPK periode sebelumnya telah mengusulkan kenaikan gaji. Usul itu terbit pada 15 Juli 2019. Usulan kenaikannya dari Rp 123 juta per bulan menjadi Rp 300 juta per bulan. Menurut Firli, lembaganya akan berfokus pada persoalan penanganan Covid-19 ketimbang kenaikan gaji. Namun, beberapa waktu kemudian, KPK tiba-tiba membahas usulan kenaikan gaji bersama sejumlah kementerian.
Menurut Ali Fikri, semula lembaganya diundang Kemenkumham untuk berdiskusi ihwal kenaikan gaji pimpinan KPK. Rapat digelar melalui video conference yang dihadiri oleh tim Sekretariat Jenderal KPK. "Untuk menghormati undangan itu, kami hadir dan menyampaikan arahan pimpinan bahwa pembahasan tersebut diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah, apakah akan dilanjutkan kembali penyusunannya," ucap dia.
Ali menyatakan lembaganya sama sekali tidak mengambil inisiatif untuk mengusulkan kenaikan gaji. Termasuk membahas perubahan PP Nomor 82 Tahun 2015 yang mengatur ihwal gaji pimpinan KPK. Ali mengatakan pembahasan dilakukan oleh Kemenkumham bersama Kemenpan RB.
Ketika dimintai konfirmasi oleh Tempo, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly belum merespons. Dia hanya membaca pesan yang dikirim ke nomor ponselnya mengenai pembahasan kenaikan gaji pimpinan KPK oleh kementeriannya. Hal yang sama juga dilakukan Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama Sekretariat Jenderal Kemenkumham, Bambang Wiyono.
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, mengatakan kenaikan gaji pimpinan KPK pada masa pandemi Covid-19 sama saja dengan bentuk pemborosan. Apalagi pembahasan kenaikan gaji antara pimpinan KPK dan Kemenkumham dilakukan secara tertutup dan memicu potensi konflik kepentingan. "Dalam situasi seperti itu, pimpinan KPK tidak akan dapat menghitung dan memutuskan secara obyektif berapa gaji yang layak mereka dapatkan," kata Kurnia.
Kurnia menyatakan Kemenkumham tengah membahas soal kenaikan gaji dengan pimpinan KPK secara intensif. Padahal, sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri sempat mengusulkan agar wacana kenaikan gaji ini dibatalkan. Kurnia menduga pembahasan kenaikan gaji terus berlanjut karena pimpinan KPK tidak tegas dalam mencegah terjadinya konflik kepentingan.
Kurnia juga menilai kenaikan gaji tak sepadan dengan kinerja KPK selama ini. Apalagi kepemimpinan Firli dianggap minim prestasi. Kurnia menganggap KPK justru kerap mempertontonkan serangkaian kontroversi penindakan kasus korupsi. Terutama kasus suap yang diduga menyangkut politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Harun Masiku.
ICW juga menganggap kenaikan gaji para pemimpin KPK bertolak belakang dengan wacana pola hidup sederhana yang tercantum dalam nilai integritas yang dibuat KPK. Apalagi selama ini gaji pimpinan KPK sudah lebih dari cukup. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2015 tentang Hak Keuangan Pimpinan KPK menyebutkan gaji Ketua KPK mencapai Rp 123 juta per bulan. Sedangkan gaji Wakil Ketua KPK sekitar Rp 112 juta. "Tentu menjadi tidak tepat jika pimpinan KPK terus mengemis untuk mendapatkan kenaikan gaji,” kata Kurnia.
AVIT HIDAYAT | ROSSENO AJI