JAKARTA – Beberapa fraksi memberi catatan terhadap draf Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum yang sedang disiapkan Dewan Perwakilan Rakyat. Partai Golkar memberi sembilan catatan atas draf ini dan sudah diberikan sebagai pandangan fraksi kepada Komisi Pemerintahan DPR.
Politikus Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia, mengatakan isu pertama adalah sistem pemilihan umum yang terbaik bagi Indonesia. Doli menuturkan pihaknya tengah mengkaji sistem pemilu proporsional tertutup, proporsional terbuka, dan sistem campuran.
Kedua, Golkar juga mengusulkan peningkatan ambang batas parlemen agar bisa membentuk kondisi multipartai sederhana, yang dianggap lebih selaras dengan sistem presidensial. “Kami ingin undang-undang pemilu tidak diganti setiap lima tahun. Tidak trial and error terus,” kata dia saat dihubungi Tempo, kemarin.
Isu ketiga adalah district magnitude atau penentuan jumlah kursi untuk setiap daerah pemilihan. Golkar mengusulkan angkanya menjadi 3-8 kursi untuk nasional dan 3-10 kursi untuk provinsi/kabupaten/kota. Ia menambahkan, isu berikutnya ialah ambang batas pencalonan presiden yang diusulkan tetap 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional.
Isu lain yang diangkat Partai Golkar adalah bersatunya rezim pemilihan umum, yakni pemilihan presiden, pemilihan legislatif, dan pemilihan kepala daerah ke dalam satu aturan hukum. Mereka juga ingin saksi pemilihan disediakan partai politik, namun pendanaannya diberikan pemerintah melalui Badan Pengawas Pemilihan Umum.
Sementara itu, Fraksi Partai Gerindra menyatakan sikap resmi mengenai RUU Pemilihan Umum baru akan disampaikan dalam pembahasan dengan pemerintah. Politikus Gerindra, Sodik Mudjahid, mengatakan pihaknya masih mematangkan sikap. Ia menyatakan sebagian kader partainya ingin sistem pemilihan umum tetap dijalankan secara proporsional terbuka.
“Sejauh ini, berkembang suara dari banyak kader untuk pola terbuka,” kata dia saat dihubungi Tempo.
Ihwal ambang batas parlemen, Sodik menuturkan, pihaknya masih akan melihat perkembangan dari partai-partai lain sebelum menentukan sikap. “Jika sudah (ada) sikap resmi, maka para kader akan memperjuangkan dengan sungguh-sungguh,” ucap Sodik.
Komisi Pemerintahan DPR tengah menggodok RUU Pemilihan Umum. Sejumlah pasal yang diatur dalam draf bertanggal 6 Mei 2020 itu menuai berbagai komentar. Pasal-pasal itu di antaranya ambang batas parlemen 7 persen, sistem pemilihan proporsional tertutup untuk DPR dan DPRD, dan ambang batas pencalonan presiden berupa persyaratan perolehan kursi partai politik atau gabungan partai politik di DPR paling sedikit 20 persen atau 25 persen dari suara sah nasional pada pemilihan anggota DPR sebelumnya.
Politikus Partai NasDem, Saan Mustopa, menyampaikan pihaknya menginginkan ambang batas parlemen naik dari 4 persen saat ini menjadi 7 persen, dan berlaku secara nasional. Lalu, mereka mengusulkan district magnitude tetap di angka 3-10 kursi. “Kalau 3-8 kursi (district magnitude), daerah pemilihannya akan membengkak,” kata dia.
Menurut Saan, NasDem masih ingin mempertahankan sistem proporsional terbuka. Ia beralasan partainya hendak memberi kedaulatan kepada rakyat untuk memilih wakilnya. Adapun soal ambang batas pencalonan presiden, partainya memilih bertahan pada aturan yang ada, yakni minimal 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional.
“Kalau 20 persen, potensi calonnya bisa 3-4 orang. Kalau diturunkan, bisa ada 9 calon. Semua partai ikut mencalonkan. Korelasinya ke anggaran,” tutur dia.
Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, mengatakan ambang batas parlemen tak perlu dinaikkan. Ia menilai kenaikan ambang batas akan mengorbankan lebih banyak suara rakyat yang terbuang akibat partai pilihannya tak lolos ke parlemen.
Ia juga menilai ambang batas parlemen cukup diberlakukan secara nasional, tidak perlu untuk DPRD provinsi dan kabupaten/kota. “Soal usulan proporsional tertutup, kami setuju. Namun kami fleksibel. Jika terbuka pun kami siap,” ujar dia.
DIKO OKTARA
Pasal-pasal Krusial
Beberapa pasal dalam draf Rancangan Undang-Undang Pemilu yang disusun oleh Dewan Perwakilan Rakyat menjadi perdebatan fraksi-fraksi di Senayan. Pasal-pasal itu di antaranya usul ambang batas parlemen sebesar 7 persen dan sistem pemilu proporsional tertutup bagi anggota legislatif. Berikut ini pasal-pasal krusial dalam draf RUU Pemilu.
Pasal 1
Ayat 1: Pemilu nasional adalah pemilu presiden dan wakil presiden serta pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah.
Ayat 2: Pemilu daerah adalah pemilu gubernur dan wakil gubernur dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, serta bupati dan wakil bupati atau wali kota dan wakil wali kota dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten atau kota.
Pasal 206
Ayat 1: Pemilu untuk memilih anggota DPR dilaksanakan dengan sistem proporsional tertutup.
Pasal 217
Partai politik peserta pemilu anggota DPR harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 7 persen dari jumlah suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.
Pasal 198
Ayat 1: Partai politik atau gabungan partai dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi anggota DPR, atau memperoleh 25 persen dari suara sah dalam pemilu anggota DPR sesuai dengan hasil pemilu nasional sebelumnya.
Pasal 187
Ayat 1: Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR, atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
DIKO OKTARA