JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman mengatakan penundaan pemilihan kepala daerah serentak membawa sejumlah konsekuensi terhadap penyelenggaraannya. Salah satunya adalah persoalan anggaran karena dana anggaran di tahun ini sudah ada yang dipakai. Ia menyatakan hal ini bisa menjadi kendala yang harus dihadapi KPU setelah pelaksanaan tahap pilkada serentak 2020 ditangguhkan.
Arief menuturkan masalah berikutnya adalah perihal sumber daya manusia. Ia menyebutkan penundaan akan mengakibatkan terjadinya perubahan komposisi sumber daya manusia, terutama di panitia ad hoc seperti Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang petugasnya sudah direkrut oleh sejumlah daerah. “Kalau mereka meninggal atau apa, mesti diganti lagi,” kata dia saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, kemarin.
Ihwal tahap yang sudah berjalan, Arief menjelaskan, ada sejumlah tahap yang sudah berjalan dan ada juga yang baru berjalan setengahnya. Misalnya, perekrutan petugas PPS yang diminta agar dihentikan dan tidak ada pelantikan. “Terdapat pula masalah verifikasi administrasi dukungan calon perseorangan, meski tahap verifikasi faktual belum dijalankan,” kata dia.
Pilkada serentak 2020 yang sedianya dilaksanakan pada 23 September ditunda pelaksanaannya sampai waktu yang belum ditentukan. Penundaan tahap pelaksanaan pilkada ini diputuskan oleh Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, Komisi Pemilihan Umum, dan Kementerian Dalam Negeri, dalam rapat tertutup kemarin. Penundaan dilakukan karena pandemi Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 yang makin meluas di Indonesia. Penundaan pilkada ini akan ditindaklanjuti dengan penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu).
Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia, mengatakan konsekuensi anggaran bisa diatasi dengan pengajuan anggaran baru pada akhir 2020 agar bisa dialokasikan dana anggarannya di tahun anggaran 2021 di daerah masing-masing. Namun, jika memang diputuskan masih akan berlangsung pada tahun ini dengan penundaan paling lambat Desember 2020, anggarannya harus disusulkan dalam perubahan anggaran 2020. “Ini tidak terprediksi. Kami berharap situasi segera pulih,” ucap dia saat ditemui di lokasi yang sama, kemarin.
Menurut Doli, DPR sudah mengingatkan pemerintah dan KPU untuk mengantisipasi sejumlah kendala yang akan muncul berkaitan dengan penundaan tahap pilkada ini. Misalnya, kata dia, siapa pelaksana tugas kepala daerah jika misalnya pilkada ditunda sampai melebihi masa akhir jabatan kepala daerah yang menjabat saat ini.
Bagi Doli, hal ini erat kaitannya dengan sejumlah pertimbangan politis. Menurut dia, ada dua opsi untuk mengatasi masalah ini. Opsi pertama adalah mempertimbangkan saran dan pembahasan di DPR terhadap penetapan pelaksana tugas kepala daerah. Opsi kedua adalah memperpanjang jabatan kepala daerah saat ini dengan mempelajari aturannya.
Doli mengimbuhkan, masalah ketiga adalah adanya perubahan dalam daftar pemilih tetap akibat penundaan ini. Konsekuensi ini, kata Doli, harus diantisipasi oleh KPU. “Soal DPT (daftar pemilih tetap), misalnya, kan ada orang yang meninggal, atau usianya bertambah menjadi 17 tahun,” ucap dia.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan penundaan pemilu melalui penerbitan perpu harus mengatur tahap yang bisa dilanjutkan dan yang harus diulang. Ia mengusulkan sejumlah petugas PPK dan PPS yang sudah direkrut agar dipertahankan posisinya selama masih memenuhi syarat.
Selain itu, Titi menilai sebaiknya perpu juga mengatur dana pilkada serentak yang ditunda ini bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, bukan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Persoalan seperti pelaksana tugas kepala daerah juga dinilai krusial untuk diatur dalam perpu. Ia menambahkan, proses pemutakhiran daftar pemilih sebaiknya tetap dapat dilakukan secara ulang. “DPT belum dimutakhirkan. Pemutakhiran harus dimulai kembali,” tutur dia.
DIKO OKTARA
Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman: Saya Minta Perekrutan Penyelenggara Pilkada Dihentikan
Komisi Pemilihan Umum akhirnya menyetujui penundaan pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak tahun ini karena bencana pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Bahkan KPU mengusulkan dua pasal dalam Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah diubah, satu di antaranya usul pengalihan kewenangan penundaan pilkada dari KPU daerah ke KPU pusat. Berikut ini wawancara Ketua KPU Arief Budiman oleh Diko Oktara dari Tempo di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, kemarin.
Kenapa KPU, pemerintah pusat, dan DPR bersepakat menunda pilkada dalam rapat?
Pertama, kami memang sepakat agar pilkada ditunda. Kedua, penetapan jadwal penundaan akan dibahas bersama antara KPU, pemerintah, dan DPR. Lalu, anggaran pilkada yang belum terpakai akan dialihkan untuk penanganan Covid-19. Terakhir, pemerintah akan membuat peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
Pasal apa saja yang diusulkan diubah lewat Perpu Pilkada itu?
Dalam rapat tadi, kami mengusulkan untuk mengubah dua hal, yaitu Pasal 122 dan Pasal 201. Pasal 122 itu mengatur tentang siapa yang berhak menunda pilkada. Sesuai dengan undang-undang saat ini, KPU provinsi dan kabupaten atau kota yang berhak menundanya. Tapi, karena ini bencana nasional, masalah itu belum diatur. Kami usulkan supaya KPU pusat yang diberi kewenangan menunda pilkada karena Covid-19 ini terjadi di beberapa provinsi.
Artinya, jadwal baru pilkada belum diputuskan?
Belum diputuskan kapan. Nanti lewat perpu diputuskan. Ini baru tunda sebagian.
Penundaan ini berdampak terhadap pelaksanaan pilkada?
Tentu anggaran. Apa yang sudah dikerjakan, sudah habis dipakai anggarannya. Ada juga konsekuensi sumber daya manusia. SDM yang ada sekarang, belum tentu nanti ada karena mungkin meninggal.
Bagaimana dengan tahap pilkada yang sudah berjalan?
Perekrutan petugas Panitia Pemilihan Kecamatan dan Penyelenggara Pemungutan Suara saya minta dihentikan dan jangan dilantik dulu. Verifikasi administrasi dukungan calon perseorangan, tapi belum verifikasi faktual. Ada lagi tahap yang baru berjalan setengah. Adapun penyusunan anggaran sudah selesai.