JAKARTA - Setelah gempa bumi berkekuatan magnitudo 6,5 melanda Pulau Ambon dan sekitarnya pada 26 September lalu, aktivitas ekonomi di sebagian besar desa pesisir di Kecamatan Leihitu, Pulau Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, belum berjalan normal. Warga korban gempa mengalami kesulitan mendapatkan bahan pangan.
Berdasarkan pantauan kemarin, warga Leihitu yang waswas akan gempa susulan dan memilih tetap berada di lokasi pengungsian mulai kesulitan mendapatkan pasokan bahan pangan. Warga Desa Hitu Lama, Faisal Pelu, 23 tahun, mengatakan korban gempa kesulitan mendapatkan pasokan bahan pangan karena pasar tradisional di sekitar Pelabuhan Hitu masih tutup.
Selain itu, angkutan umum menuju Kota Ambon belum beroperasi sejak gempa melanda. "Kondisi kami memang tidak parah. Tak ada korban jiwa. Kerusakan bangunan fisik juga tidak terlalu parah. Tapi di pasar tak ada orang. Kios dan angkutan umum juga belum beroperasi," ucapnya, kemarin.
Ia mengatakan, selama hampir sepekan berada di lokasi pengungsian, sebagian korban gempa mulai terserang diare, demam, dan batuk. Penyakit ini diidap pengungsi lanjut usia dan anak-anak. Namun hingga kemarin belum ada posko kesehatan yang ditempatkan di sana. "Kemarin kami mengevakuasi seorang nenek lansia berusia 80-an tahun dari pengungsian. Beliau tidak bisa berjalan karena kakinya kedinginan hingga ke tulang," ucap Faisal.
Kesulitan yang sama juga disampaikan warga Desa Morela yang masih takut untuk pulang. Kondisi mereka di lokasi pengungsian cukup mengenaskan karena sebagian besar korban gempa tak memiliki tenda untuk berlindung.
Yhani Manilet, 24 tahun, warga Desa Morela, menuturkan, sejak gempa melanda, ia dan korban gempa lain kesulitan mendapatkan terpal. "Di kampung kami tidak ada yang jual tenda atau terpal. Warga bikin tenda seadanya yang bocor ketika terjadi hujan, padahal kami punya bayi," kata dia.
Gempa tektonik pada Kamis lalu menyebabkan 30 rumah di Desa Morela rusak. Gempa berkekuatan 6,8 magnitudo itu mengguncang Ambon dan sekitarnya pada Kamis pukul 08.46 WIT. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Pattimura Ambon mencatat pusat gempa berada di titik 40 kilometer ke arah timur laut Kota Ambon pada kedalaman 10 kilometer.
Bencana ini mengakibatkan 31 orang meninggal dan 179 orang luka. Gempa itu merusak sejumlah rumah warga, beberapa bangunan, dan infrastruktur, seperti gedung Universitas Pattimura, Pasar Apung Negeri Pelauw, Maluku Tengah, Maluku City Mall, kantor Badan Ketahanan Pangan, dan kantor Dinas Sosial Provinsi Maluku.
Kepedihan juga menimpa korban gempa di Desa Passo, Kecamatan Baguala, Kota Ambon. Mereka mengungsi ke sejumlah kawasan perbukitan. Hingga kemarin, warga korban gempa belum menerima bantuan tanggap darurat dari pemerintah. Warga RT 013 RW 003 Desa Passo, Jhon, mengatakan telah berkoordinasi dengan ketua RT setempat untuk melapor ke pemerintah desa agar bisa mendapatkan bantuan tanggap darurat.
Namun hingga kemarin bantuan tersebut belum masuk. "Apa bedanya kami yang mengungsi dari Desa Passo dengan mereka di Galunggung, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon yang dikunjungi Mensos Agus Gumiwang Kartasasmita?" kata Jhon.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Maluku, Farida Salampessy, mengatakan masa tanggap darurat bencana gempa Ambon akan berlangsung 14 hari, terhitung sejak Kamis pekan lalu. Ia mengatakan sebagian besar rumah korban gempa yang mengungsi masih layak ditempati.
Hanya, kata dia, mereka trauma dan takut terjadi gempa susulan. "Kebanyakan warga yang mengungsi akan kembali beraktivitas di rumah masing-masing pada pagi hingga sore. Saat malam, mereka kembali ke lokasi pengungsian," kata dia. ANT | YUSUF MANURUNG
Korban Gempa Ambon Kesulitan Bahan Pangan