JAKARTA - Koalisi Advokasi Kemerdekaan Beragama atau Berkeyakinan menemukan sejumlah delik agama yang bermasalah dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RKUHP. Delik-delik yang sebagian besar sangat multitafsir itu dianggap bakal berpotensi memicu konflik agama jika diterapkan.
Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Muhammad Rasyid Ridha, mengatakan ada beberapa risiko jika sejumlah pasal yang bermasalah di RKUHP itu tidak diperbaiki. Pertama, kata dia, bisa menimbulkan persekusi terhadap kelompok-kelompok minoritas umat beragama yang dianggap sesat.
"Kedua, berpotensi mengkriminalisasi ulama, akademisi, mahasiswa, ataupun tokoh agama dan tokoh organisasi masyarakat yang memiliki pandangan dan tafsir keagamaan yang berbeda dari tafsir kebanyakan," ucapnya dalam konferensi pers bersama Koalisi Advokasi Kemerdekaan Beragama atau Berkeyakinan di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta Pusat, kemarin.
Koalisi Advokasi Kemerdekaan Beragama atau Berkeyakinan terdiri atas LBH Jakarta, Institute Legal Resource Center, Paritas, Wahid Foundation, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama, Center for Religious and Cross-cultural Studies UGM, Pusat Studi Agama dan Demokrasi Paramadina, Gusdurian, Human Rights Working Group, dan Inklusif.
Koalisi ini menilai beberapa pasal dari RKUHP rawan menimbulkan konflik dalam persoalan agama karena banyak menggunakan diksi yang tidak tepat. "Ini juga berpotensi meningkatkan eskalasi kerusuhan dan sentimen negatif politik identitas antar-golongan beragama di masyarakat," ujar Rasyid.
Siti Aminah dari Institute Legal Resource Center mengatakan semestinya perumusan RKUHP mengedepankan semangat restorative justice atau keadilan restoratif. Namun landasan pemikiran serta argumentasi di balik perumusan delik agama dalam RKUHP justru lebih mengedepankan semangat penghukuman.
"Terlihat bahwa semangat membatasi daripada menjamin kemerdekaan beragama dan berkeyakinan menjadi pendekatan utama," ujarnya. Akibatnya, "Alih-alih menyelesaikan atau mencegah kejahatan serta konflik, delik agama itu justru berpotensi semakin membuka ruang memperkuat diskriminasi, konflik, dan melegitimasi tindakan intoleransi di tengah masyarakat."
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Panitia Kerja RKUHP, Nasir Djamil, mengatakan tim perumus sudah berupaya mengedepankan kemaslahatan bangsa dan negara dalam menyusun RKUHP. Ia mengklaim semua risiko yang disampaikan Koalisi Advokasi Kemerdekaan Beragama atau Berkeyakinan itu sudah didiskusikan oleh tim perumus di parlemen.
"Bisa dilihat dalam memori risalah sidang Panja RKUHP," ucap politikus Partai Keadilan Sejahtera itu saat dihubungi, kemarin.
REZKI