JAKARTA – Pemerintah berupaya menutup perlintasan kereta di Jakarta secara bertahap. Penutupan pintu kereta itu akan diprioritaskan pada jalan yang telah dilengkapi flyover (jalan layang) ataupun underpass (terowongan), sehingga masyarakat memiliki jalur alternatif.
Kepala Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Supandi, menuturkan Kementerian akan menutup perlintasan kereta yang membahayakan keselamatan pengoperasian kereta dan pengguna jalan. “Target penutupan perlintasan sebidang di lokasi yang telah terbangun flyover atau underpass menjadi prioritas utama,” katanya kepada Tempo, kemarin.
PT Kereta Api Indonesia mencatat, hingga 2017, terdapat 529 perlintasan sebidang di Daerah Operasi 1, yang meliputi wilayah Banten, Jakarta, Bogor, Sukabumi, hingga Cikampek. Dari jumlah tersebut, 144 perlintasan dijaga oleh PT KAI, 36 perlintasan dijaga pihak ketiga, 11 perlintasan dilengkapi underpass, 44 perlintasan dilengkapi flyover, dan 249 perlintasan tidak dijaga.
Sejak Desember 2015, Kementerian telah mengusulkan penutupan 19 perlintasan kereta yang telah dilengkapi flyover ataupun underpass kepada Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Namun, hingga kemarin, baru 14 pintu perlintasan yang ditutup.
Supandi menjelaskan, ada sejumlah kendala dalam menutup perlintasan kereta. Di antaranya adalah penolakan dari masyarakat sebagai pengguna jalan. Penolakan itu terjadi karena penutupan pintu kereta membuat masyarakat harus mengambil jalan memutar yang jaraknya cukup jauh.
Kepala Suku Dinas Perhubungan Jakarta Selatan, Budi Setiawan, mengatakan pemerintah perlu memperhatikan jalur alternatif sebelum menutup perlintasan kereta. Misalnya, pintu kereta di Pasar Minggu ditutup setelah pembangunan underpass di dekat stasiun kereta rampung. “Kalau (perlintasan kereta) ditutup tanpa ada jalan alternatif, kasihan masyarakat,” katanya.
Dengan rampungnya pembangunan flyover Tanjung Barat dan Lenteng Agung, jumlah perlintasan kereta di Jakarta Selatan yang ditutup secara permanen akan bertambah. Dinas Bina Marga DKI Jakarta tengah melakukan uji coba kedua jalan layang itu sejak Ahad lalu.
Budi menjelaskan, pintu kereta yang bakal ditutup selanjutnya terletak di dekat Universitas Pancasila, Srengseng Sawah, Jakarta Selatan. Dinas Bina Marga Jakarta bakal membangun jalan layang di depan kampus tersebut. Pembangunan flyover tersebut mendesak karena frekuensi kereta rel listrik (KRL) Jakarta-Bogor semakin tinggi. “Kereta kini bisa lewat tiap lima menit sekali,” ujarnya.
Uji coba jalan layang di kawasan Lenteng Agung, Jakarta, 31 Januari 2021. TEMPO/M Taufan Rengganis
Data PT Kereta Commuter Indonesia, operator KRL, menyebutkan jumlah perjalanan KRL di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi mencapai 964 perjalanan per hari. Dari jumlah itu, terdapat 220 jadwal KRL rute Bogor-Jakarta Kota dan 186 perjalanan KRL Bogor-Jatinegara.
Pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, menuturkan penutupan pintu perlintasan kereta secara permanen di Jakarta harus segera dilakukan. Sebab, masih sering ditemukan pengendara yang nekat menerobos pintu lintasan kereta. “Pengendara di Jakarta itu susah, dikasih ruang malah ngelunjak,” tuturnya.
Penutupan perlintasan kereta diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Dalam Pasal 91 regulasi itu disebutkan perpotongan jalur kereta api dengan jalan harus dibuat tidak sebidang.
Djoko menambahkan, di perlintasan kereta yang sejajar dengan jalan juga rentan terjadi kecelakaan. Ia mencontohkan kecelakaan yang terjadi di Bintaro, Jakarta Selatan, pada 9 Desember 2013. Saat itu truk tangki Pertamina menerobos pintu perlintasan dan mendadak mogok di jalur kereta. Pada saat yang sama, KRL relasi Serpong-Tanah Abang datang dengan kecepatan tinggi. Benturan keras tak bisa dihindari. Sebanyak 6 orang tewas dan 81 lainnya luka-luka.
GANGSAR PARIKESIT