NAYPYIDAW – Militer Myanmar merebut kekuasaan negara itu setelah menahan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan sejumlah politikus Partai National League for Democracy atau Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), kemarin. "Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan para pemimpin NLD lainnya dibawa pada dinihari," ujar juru bicara Partai NLD, Myo Nyunt, kepada Reuters melalui sambungan telepon. Namun Reuters kemudian tidak dapat menghubunginya.
Tatmadaw, istilah lain militer Myanmar, menyatakan penahanan tersebut dilakukan sebagai tanggapan atas "kecurangan pemilu". Militer mengambil alih kekuasaan dan menyerahkannya kepada panglima militer Jenderal Min Aung Hlaing. Stasiun televisi militer mengumumkan keadaan darurat selama satu tahun.
Dilansir Irrawady, media lokal Myanmar, penjabat Presiden U Myint Swe menyatakan negara itu berada di bawah keadaan darurat nasional selama satu tahun berdasarkan Pasal 417 Konstitusi 2008. Dia mengatakan kekuasaan legislatif, administratif, dan yudikatif negara telah dialihkan ke panglima militer, sesuai dengan Pasal 418 konstitusi negara itu.
Kudeta militer Myanmar berawal dari sengketa hasil pemilihan umum pada November lalu. Pemilu dimenangi Partai NLD yang dipimpin Suu Kyi. NLD menang telak dengan meraup 83 persen kursi di parlemen dan bersiap melanjutkan pemerintahan demokrasi Myanmar. Partai Union Solidarity and Development Party (USDP), yang didukung militer, kalah. Mereka menuding pemilu tersebut curang.
Aung San Suu Kyi tiba untuk pemungutan suara lebih awal di Naypyitaw, Myanmar 29 Oktober 2020. REUTERS/Thar Byaw
Militer mengklaim menemukan lebih dari 10 juta penyimpangan surat suara dalam pemilu pada 8 November lalu. Militer juga menuding komisi pemilihan melakukan penipuan atas jumlah suara terdaftar. Militer bahkan menuding bahwa cara Partai NLD membentuk pemerintahan dan parlemen baru merupakan upaya paksa untuk merebut kekuasaan negara, sebagaimana Pasal 40 (c) dan Pasal 417 Konstitusi Myanmar.
Militer, dalam pertemuan junta, mengatakan Jenderal Min Aung Hlaing telah berjanji untuk mempraktikkan sistem demokrasi multipartai yang berkembang dengan disiplin murni. Militer juga menjanjikan pemilihan yang bebas dan adil serta penyerahan kekuasaan kepada partai pemenang.
Adapun Komisi Pemilihan Umum Myanmar atau UEC menolak semua klaim militer. Komisi juga membantah tudingan bahwa telah terjadi kecurangan pemilu, termasuk tuduhan malpraktik pemungutan suara dan orang-orang telah memilih lebih dari sekali dalam beberapa kasus.
Suu Kyi, melalui pernyataan yang diunggah di laman Facebook Partai NLD, mengatakan tindakan militer akan membuat Myanmar kembali berada di bawah kediktatoran. "Saya mendorong orang-orang tidak menerima ini dan menanggapi dengan sepenuh hati untuk memprotes kudeta oleh militer," katanya, seperti dikutip Reuters. Namun Reuters tidak dapat menghubungi pejabat NLD untuk mengkonfirmasi kebenaran pernyataan tersebut.
Warga mengibarkan bendera saat parade di Yangon, Myanmar, 1 Februari 2021. Reuters/Aye Min Thant
Para pendukung militer merayakan kudeta tersebut, dengan berparade melalui Yangon menggunakan truk pikap dan mengibarkan bendera nasional. "Hari ini adalah hari di mana orang-orang bahagia," kata seorang biksu nasionalis kepada kerumunan orang dalam sebuah video yang dipublikasikan di Facebook.
Namun sejumlah aktivis pro-demokrasi dan pemilih NLD marah terhadap kudeta militer. "Negara kami adalah burung yang baru belajar terbang. Sekarang tentara mematahkan sayap kami," kata aktivis Si Thu Tun. Seorang wanita, yang menolak disebutkan namanya karena suaminya bekerja untuk militer, mengatakan Partai NLD adalah pemerintah yang dia pilih. "Jika tidak senang dengan hasilnya, mereka dapat menggelar pemilihan lain. Kudeta tidak dapat diterima," ujar dia.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengecam kudeta tersebut. PBB menyerukan pembebasan tahanan dan pemulihan demokrasi dalam komentar, yang sebagian besar dicerminkan oleh Australia, Inggris, Uni Eropa, India, Jepang, dan Amerika Serikat. "Militer harus segera membatalkan tindakan ini," ujar Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken. Kedutaan Besar Amerika di Yangon mengeluarkan peringatan kepada warga Amerika tentang "potensi kerusuhan sipil dan politik".
Di Jepang, sejumlah lembaga donor dan pebisnis di Myanmar menyatakan pemerintah mungkin harus memikirkan kembali penguatan hubungan pertahanan dengan Myanmar, yang menjadi bagian dari upaya regional untuk mengimbangi Cina.
Adapun Cina meminta semua pihak di Myanmar menghormati konstitusi dan menegakkan stabilitas dalam sebuah pernyataan yang "mencatat" peristiwa di negara tersebut daripada secara tegas mengutuk mereka.
Bangladesh, yang menampung sekitar satu juta orang Rohingya yang melarikan diri dari kekerasan di Myanmar, menyerukan "perdamaian dan stabilitas" dan berharap proses untuk memulangkan para pengungsi dapat bergerak maju.
Indonesia sendiri menyatakan prihatin atas perkembangan politik terakhir di Myanmar. Indonesia mengimbau penggunaan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Piagam ASEAN, di antaranya komitmen pada hukum, kepemerintahan yang baik, prinsip-prinsip demokrasi, dan pemerintahan yang konstitusional. Indonesia juga menegaskan bahwa perselisihan-perselisihan perihal hasil pemilihan umum kiranya dapat diselesaikan dengan mekanisme hukum yang tersedia. "Indonesia mendesak semua pihak di Myanmar untuk menahan diri dan mengedepankan pendekatan dialog dalam mencari jalan keluar dari berbagai tantangan dan permasalahan yang ada, sehingga situasi tidak semakin memburuk," demikian keterangan Kementerian Luar Negeri Indonesia lewat situs resminya.
SUKMA LOPPIES | REUTERS | AL JAZEERA | CHANNEL NEWS ASIA