JENEWA – Pandemi Covid-19 menular semakin cepat ke seluruh dunia. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan jumlah kasus baru secara global melonjak pada pekan lalu hingga hampir 2 juta, bahkan ketika angka kematian baru menurun.
“Ini jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan dalam sepekan sejak awal epidemi,” demikian pernyataan lembaga kesehatan di Perserikatan Bangsa-Bangsa ini pada Senin malam lalu.
WHO melaporkan bahwa, selama sepekan terakhir, sebanyak 1.998.897 kasus baru infeksi virus SARS-CoV-2 terjadi di seluruh dunia. Menurut WHO, hal ini menandai peningkatan 6 persen jumlah kasus dibanding sepekan sebelumnya.
Sejak SARS-CoV-2 pertama kali muncul di Kota Wuhan, Cina, pada akhir tahun lalu, virus itu telah menginfeksi lebih dari 31,4 juta orang di seluruh dunia. Pandemi ini juga telah menewaskan lebih dari 966 ribu orang secara global hingga kemarin.
WHO menyebutkan hampir semua wilayah di dunia mengalami peningkatan jumlah kasus baru pada pekan lalu. Benua Eropa dan Amerika bahkan mengalami peningkatan jumlah kasus baru masing-masing 11 persen dan 10 persen.
Di Eropa, sejumlah negara, seperti Prancis, Rusia, Spanyol, dan Inggris, melaporkan jumlah kasus baru tertinggi dalam seminggu terakhir.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson kemarin meminta warga Inggris kembali bekerja dari rumah. Hal tersebut dilakukan menyusul memburuknya pandemi corona di Eropa dan berpotensi menjadi gelombang kedua Covid-19 tahun ini.
Johnson juga akan membatasi operasional bar, restoran, dan pub. Harapannya, hal itu bisa menekan pandemi di Inggris sebelum berkembang menjadi lebih parah.
“Kami tahu hal ini tidak akan mudah, tapi kami harus mengambil tindakan untuk mencegah kenaikan jumlah kasus dan melindungi petugas medis,” ujar Johnson, kemarin.
Inggris tercatat memiliki 398 ribu kasus dan 41 ribu korban meninggal akibat virus corona. Per harinya, jumlah kasus bisa bertambah di kisaran 3.000-4.000. Pada Senin lalu tercatat 4.368 kasus baru dalam 24 jam terakhir.
Sementara itu, Amerika Latin mencatatkan sekitar 8,7 juta kasus Covid-19 dan lebih dari 322 ribu kematian. Menurut Reuters, jumlah di kedua wilayah itu merupakan yang tertinggi dibanding wilayah mana pun.
Hanya Benua Afrika yang relatif tetap tidak terserang pandemi. Benua ini, menurut WHO, bahkan melaporkan penurunan 12 persen jumlah kasus baru dari pekan sebelumnya.
Kendati demikian, WHO melaporkan kabar baik. Meski kasus baru Covid-19 melonjak di sebagian besar wilayah di dunia, angka kematian baru menurun.
Pekan lalu, sekitar 37.700 kematian baru yang berkaitan dengan virus corona tercatat di seluruh dunia. Ini menandai penurunan 10 persen dibanding pada pekan sebelumnya.
Penurunan tersebut didorong oleh Benua Amerika, wilayah yang terkena dampak pandemi paling parah, yang mencatatkan angka kematian baru 22 persen lebih rendah dari minggu sebelumnya. Penurunan juga terjadi di Afrika, di mana angka kematian baru turun 16 persen.
Benua Amerika masih menyumbang setengah dari semua kasus Covid-19 yang dilaporkan dan 55 persen kematian di dunia. Penurunan angka kematian baru di Amerika terutama didorong oleh kondisi di Kolombia, Meksiko, Ekuador, dan Bolivia.
Amerika Serikat, negara yang terkena dampak paling parah di dunia oleh pandemi, dan Brasil, negara yang terpukul paling parah ketiga, terus melaporkan angka kematian tertinggi. Masing-masing melaporkan lebih dari 5.000 kematian baru dalam seminggu terakhir.
Laporan ini muncul bersamaan dengan keputusan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) yang meralat pernyataannya bahwa virus SARS-CoV-2 dapat menyebar via udara atau airborne.
Sebelumnya, pada Jumat pekan lalu, CDC mengakui bahwa virus corona menyebar secara airborne, sehingga merupakan salah satu jenis virus paling menular dan mudah menyebar.
Namun, setelah pengakuan ini dirilis media, CDC secara tiba-tiba menarik pernyataan tersebut. CDC justru mengatakan draf rekomendasi itu diunggah secara keliru.
“CDC saat ini memperbarui rekomendasinya mengenai penularan SARS-CoV-2 melalui udara. Setelah proses ini selesai, bahasa pembaruan akan diunggah,” kata juru bicara CDC, Jason McDonald.
REUTERS | CHANNEL NEWSASIA | CNN | SITA PLANASARI AQUADINI
Pengkritik Presiden Xi Dihukum 18 Tahun
PENGADILAN Cina memvonis Ren Zhiqiang, mantan eksekutif properti, yang pernah menyebut Presiden Xi Jinping “seorang badut”, dengan pidana penjara 18 tahun karena korupsi. Sejumlah pengamat menilai vonis ini sangat keras di tengah adanya perbedaan pendapat terhadap pemerintah.
Menurut informasi yang dilansir situs web pengadilan Kota Beijing, Ren Zhiqiang, mantan Ketua Huayuan, grup real estate milik pemerintah, didakwa atas keuntungan ilegal sebesar 112 juta yuan (sekitar Rp 244 miliar). Ren, 69 tahun, yang dijuluki “Meriam Ren” karena pandangannya yang blak-blakan dan diunggah di media sosial, ditahan pada Maret lalu. Dia ditahan setelah menyebut Presiden Xi sebagai “badut yang ditelanjangi karena berkeras menjadi kaisar”. Ren mengkritik pidato Presiden Xi pada Februari lalu tentang upaya pemerintahan memerangi virus corona atau Covid-19.
Ren kemudian diselidiki karena diduga melanggar disiplin. Dia diusir dari Partai Komunis, partai yang berkuasa, dan didakwa di pengadilan distrik Beijing. Ren dituduh atas kejahatan ekonomi, seperti menggunakan dana negara untuk bermain golf. Dia juga dituduh menggunakan ruang kantor dan tempat tinggal yang disediakan secara gratis oleh para pengusaha.
Dalam putusannya, pengadilan mengatakan Ren telah membayar kembali uang yang diperoleh secara tidak sah. “Secara sukarela mengakui semua tuduhan, menerima hukuman, dan tidak akan mengajukan permohonan banding,” demikian putusan pengadilan pada 11 September lalu dan baru diumumkan kemarin. Selain divonis hukuman penjara, Ren didenda 4,2 juta yuan (sekitar Rp 9,1 miliar).
Zhang Ming, profesor ilmu politik di Universitas Renmin, mengecam hukuman itu sebagai sangat kasar. “Vonis ini hanya untuk menunjukkan bahwa siapa pun yang berani menentang rezim, akan dipukul,” kata Zhang kepada Reuters. Selama masa jabatan Xi, Cina telah menekan perbedaan pendapat dan melakukan kampanye agresif melawan korupsi.
Awal bulan ini, Geng Xiaonan, penerbit yang vokal seperti Ren, dan mantan profesor hukum, Xu Zhangrun, ditahan kepolisian Beijing pada Selasa lalu. “Mereka didakwa atas tuduhan operasi bisnis ilegal,” kata pengacaranya, Shang Baojun. Belum ada komentar dari pemerintah atas vonis ini. Polisi juga belum berkomentar ihwal dua kasus yang sedang mereka usut itu.
REUTERS | THE-SUN | SUKMA LOPPIES