BEIJING - Pemerintah Cina kemarin menuduh ratusan demonstran yang merusak gedung parlemen Hong Kong sehari sebelumnya melakukan "tindakan ilegal serius" yang "menginjak-injak aturan hukum". Sekelompok aktivis menduduki gedung dewan legislatif (LegCo) selama beberapa jam setelah melepaskan diri dari protes damai.
Mereka memecahkan kaca gedung dengan tongkat besi dan kereta dorong (troli). Setelah itu, mereka memasuki gedung dan melakukan aksi perusakan. Polisi antihuru-hara kemudian berusaha mengeluarkan para demonstran dari gedung dengan memukuli mereka menggunakan tongkat kayu serta semprotan merica.
Belasan orang, termasuk polisi, mengalami luka-luka akibat kejadian tersebut. Beijing mendesak pemerintah Hong Kong menyelidiki "para pelanggar kekerasan". "Ini adalah tantangan besar bagi ‘satu negara, dua sistem’. Kami mengecam keras hal ini," demikian pernyataan Kantor Urusan Dewan Negara Hong Kong dan Makau.
Pemimpin Hong Kong, Carrie Lam, sebelumnya membuat pernyataan yang sama, mengecam "penggunaan kekerasan ekstrem" oleh para demonstran yang menyerbu LegCo. "Tidak ada yang lebih penting daripada supremasi hukum di Hong Kong," katanya dalam konferensi pers sebelum fajar kemarin, diapit oleh Komisaris Polisi Lo Wai-chung.
Kendati demikian, sejumlah pemerintah negara asing meminta agar semua pihak menahan diri. Uni Eropa, misalnya, menyerukan penyelenggaraan dialog untuk menyelesaikan krisis yang sedang melanda Hong Kong.
"Menyusul insiden terbaru ini, hal yang lebih penting adalah menahan diri, menghindari respons yang meningkat, dan terlibat dalam dialog serta konsultasi guna menemukan jalan ke depan," ujar perwakilan Uni Eropa dalam sebuah pernyataan.
Sebab, aksi yang dilakukan sejumlah demonstran dengan cara memasuki gedung dewan legislatif secara paksa tak mewakili massa yang lebih besar. Selain itu, mereka telah melakukan demonstrasi secara damai selama beberapa pekan terakhir.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga turut mengomentari aksi protes di Hong Kong. Kepada awak media di Gedung Putih, Trump mengatakan bahwa demonstrasi yang terjadi di Hong Kong merupakan keinginan dari massa dalam mencari demokrasi.
"Saya pikir sebagian besar orang menginginkan demokrasi. Sayangnya, ada pemerintah yang tidak menghendakinya," tutur Trump. "Ini makna seluruhnya. Ini adalah tentang demokrasi. Tidak ada hal yang lebih baik dari itu."
Selain Trump, Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat, John Bolton, menyatakan Washington berharap Cina, seperti negara lainnya, mematuhi kewajiban internasional berkaitan dengan Hong Kong. Pernyataan Bolton itu menuai respons dari Beijing. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Geng Shuang, dalam konferensi pers meminta agar negara lain tak ikut campur. "Masalah di Hong Kong merupakan urusan dalam negeri Cina. Tidak ada negara asing yang mempunyai hak untuk ikut-ikutan menanganinya," katanya seperti dilansir oleh Sky News.
Adapun Menteri Luar Negeri Taiwan Joseph Wu di akun Twitter-nya pada Senin malam lalu mengatakan bahwa warga Hong Kong marah dan frustrasi. "Jelas rezim ‘satu negara, dua sistem’ tidak lain hanyalah kebohongan," ujarnya.
Sejak Juni lalu, massa turun ke jalan memprotes usul Undang-Undang Ekstradisi yang dikhawatirkan menargetkan lawan politik untuk diekstradisi ke Beijing. Rasa frustrasi itu membuat massa penentang turun ke jalan dan menuntut agar Undang-Undang Ekstradisi dibatalkan, dan Lam mengundurkan diri.
Penyerbuan dan perusakan gedung dewan legislatif itu juga bertepatan dengan peringatan 22 tahun penyerahan Hong Kong ke Cina pada 1997. Puluhan ribu orang sebelumnya menggelar aksi damai dalam protes tahunan terpisah yang melewati kompleks tersebut.
Hong Kong, bekas koloni Inggris, merupakan bagian dari Cina, tapi dijalankan di bawah aturan "satu negara, dua sistem" yang menjamin otonomi warga. Penduduknya menikmati sejumlah hak dasar, seperti berunjuk rasa, yang tidak diperoleh warga Cina daratan.
SKY NEWS | REUTERS | GUARDIAN | CNA | SITA PLANASARI AQUADINI