BRGM Perkenalkan Produk Ramah Mangrove, Peluang Usaha Sekaligus Lestarikan Lingkungan
BRGM memperkenalkan produk-produk ramah mangrove pada acara “Mangrove for Future”
Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) memperkenalkan produk-produk ramah mangrove pada acara “Mangrove for Future” di Grand Ballroom Kempinski, Sabtu, 27 Juli 2024. Produk-produk itu diperkenalkan dalam sebuah diskusi dengan tema “Peluang Pasar Produk Ramah Mangrove” yang menghadirkan pembicara antara lain dari Pokdakan Salo Sumbala Sejahtera, KTH Penghijauan Maju Bersama, Zie Batik, dan eFishery.
Salah satu produk yang cukup menarik perhatian adalah batik mangrove yang diproduksi Zie Batik Semarang. Produk ini dibuat dari hasil pewarnaan alami buah mangrove. “Buah mangrove kering ternyata mengandung warna maka kami ambil pewarnaan alami itu untuk dijadikan motif batik khas Semarang,” kata Sasi Syifaurohmi, co-owner sekaligus generasi kedua yang menjalankan Zie Batik Semarang.
Tak mudah untuk menjadikan limbah mangrove itu bahan pewarna, diperlukan riset dan penelitan hingga tahunan. “Dari sekitar 200 jenis mangrove, kami menemukan warna cokelat, cokelat muda, dan cokelat kehitaman,” kata dia.
Sasi menuturkan, memilih mangrove menjadi pewarna alami berawal dari keresahan keluarganya yang menjadi korban banjir bandang sewaktu tinggal di wilayah seputar Semarang Bawah, dekat pesisir. “Saat itu hampir desain batik yang kami miliki hanyut diterjang banjir.”
Kemudian mereka pun diajak oleh Dinas Perikanan untuk melihat kondisi pesisir. “Yang kami lihat adalah lautan sampah,” ucapnya. Mereka pun berpikir, apa yang bisa dilakukan untuk ikut berkontribusi menjaga lingkungan namun melalui batik. “Pekerjaan rumah (PR) saat itu adalah, belum banyak orang yang mengenal batik Semarang. Karena itu PR-nya adalah terkait lingkungan dan mengenalkan batik Semarang.”
Dialog publik bertema "Peluang Pasar Produk Ramah Mangrove" di acara yang bertajuk "Mangrove for Future". Jakarta (27/7)
Oleh karena itu, limbah buah mangrove menjadi pilihan mereka untuk tetap menjaga lingkungan. Mereka berkenalan dengan komunitass mangrove dan mempelajari berbagai macam jenis mangrove. Kini mereka pun memberdayakan warga pesisir untuk mengumpulkan limbah mangrove.
Zie Batik, kata Sasi, telah memiliki sertifikat SNI. Saat ini mereka sedang mengusahakan untuk mendapatkan Sertifikat Hijau. “Untuk Go Export,” ucapnya. Dia pun berjanji, Zie batik tidak hanya menjual produk, namun juga akan menularkan pengalaman dan pengetahuan ke Lokasi-lokasi di manapun yang membutuhkan. “Batik enggak cuma bicara seni dan budaya tetapi juga ada sisi lingkungan.”
Sementara itu, Ramlan, Ketua Kelompok Budidaya Ikan (Pokdakan) Salo Sumbala Sejahtera mengatakan, produk-produk yang dihasilkannya merupakan budidaya yang dihasilkan di tambak yang ditanami mangrove. “Hasilnya luar biasa. Ada rumput laut, udang, ikan, kepiting yang dibudidayakan di tambak.”
Bahkan, lanjut dia, ikan bandeng yang merupakan hama di tambak itu, berhasil mereka olah juga. “Kita bina ibu-ibu untuk membuat kerupuk amplang dan beberapa jenis makanan lainnya, termasuk bandeng tanpa duri,” kata dia.
Ramlan mengatakan, mereka juga membudidayakan ikan baronang. “Ini ikan termahal,” ujar dia. Selain itu budidaya udang bisa menghasilkan Rp150 ribu untuk 500 gram.
Menurut Ramlan, terdapat potensi 12 ribu hektar tambak produktif di wilayahnya. “Saya apresiasi BRGM karena membantu kami untuk penanaman mangrove.” Selain membantu memberikan bibit, BRGM juga memberikan insentif bagi kelompok yang menanam mangrove.
Agar ekosistem mangrove tetap terjaga, Kasto Wahyudi, Ketua KTH Penghijauan Maju Bersama, memiliki tim pantroli penjagaan kawasan hutan. “Di hutan kami, tidak boleh ada yang memetik buah mangrove tanpa seizin kami.”
Kelompok Wahyudi membuka ekowisata yang mengelola antara lain peran wanita untuk mengolah ikan menjadi kerupuk yang dijadikan oleh-oleh ekowisata, pemanfaatan perahu masyarakat sekitar untuk disewakan untuk wahana susur sungai dan pemancingan, penyewaan tenda untuk wisata jungle camp dan penanaman, serta pelibatan generasi muda untuk marketing dan tour guide pada wisata. “Di wisata ala mini, biotanya saja yang bisa diambil. Kami selalu mengedukasi terkait mangrove agar biotanya tetap terjaga.”
Sementara itu hadirnya eFishery, perusahaan teknologi akuakultur asal Indonesia, membuka lebih luas informasi dan pengetahuan kepada kelompok budidaya ikan dan petambak lainnya bahwa hasil tambak memiliki pasar yang cukup luas. “Tidak hanya dipasarkan secara lokal, hasil tambak dapat disalurkan dengan harga yang lebih tinggi dengan pasar yang lebih spesifik,” kata Trini Yuni Pratiwi, Sustainability Sr. Manager eFishery.
Perusahaan ini juga memiliki eFishery Foundation yang berkomitmen untuk terus mendukung pembudidaya dan komunitas pembudidaya melalui berbagai fokus area keberlanjutan yang akan mulai diterapkan secara menyeluruh di 2024 hingga sepuluh tahun ke depan sesuai dengan prinsip Environment, Sosial, Governance (ESG). Termasuk dengan pembudidaya ikan di mangrove.
Oleh karena itu eFishery juga rajin ikut merehabilitasi dengan menanam mangrove. Melalui kolaborasi bersama dengan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya, eFishery yakin dapat mendorong terwujudnya ekosistem mangrove yang lestari.
Sekretaris Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, Ayu Dewi Utari (baju merah) Asisten Potensi Dirgantara (Aspotdirga) TNI AU Andi Wijaya (tengah) sedang memoerhatikan kaain hasil eco print di acara Badan Restirasi Gambut dan Mangrove (BRGM) "Mangrove for Future", di Grand Ballroom Kempinski, Jakaeta, Sabtu 27 Juli 2024.TEMPO/Fifi
Asisten Potensi Dirgantara (Aspotdirga) Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Muda TNI, Andi Wijaya, mengaku semakin tertarik ketika mempelajari manfaat mangrove. Mangrove dipilih untuk menahan abrasi di pangkalan udara, sementara sebelumnya menggunakan tanggul yang selalu rusak. “Rupanya alam, dihadapi dengan alam lagi,” ucapnya.
Tidak hanya di sekitar pangkalan, TNI AU pun mulai terlibat dalam pemanfaatan mangrove baik yang ada di lingkungan maupun sekitarnya. “Anggota kita tidak hanya membawa pesawat udara dan membawa senjata tetapi juga bisa menanam bibit mangrove.”
BRGM, kata Andi, membantu TNI AU dengan memberikan penyuluhan dan bimbingan terkait mangrove. BRGM juga memberikan akses untuk melatih ibu-ibu Angkatan Udara, PIA Ardha Garini, membuat makanan olahan seperti kerupuk dan keripik. Sementara TNI AU membantu dalam hal teknologi drone, untuk melihat perkembangan mangrove. “Kita juga membina masyarakat di sekitar Lanud,” kata dia.
Sekretaris Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, Ayu Dewi Utari mengatakan upaya rehabilitasi mangrove yang dilakukan oleh BRGM dilakukan melalui strategi Memulihkan, Meningkatkan, dan Mempertahankan yang kemudian disebut dengan strategi 3M. Melalui strategi 3M, kegiatan rehabilitasi mangrove tidak hanya dilakukan melalui intervensi penanaman namun juga melalui intervensi pemberdayaan masyarakat, termasuk pada lokasi rehabilitasi mangrove yang akan dipertahankan.
Sementara itu, bagi masyarakat yang memberdayakan mangrove dengan ekowisata, dirinya juga tidak mempermasalahkan. Karena menurutnya, meskipun mangrove masih tahap pemulihan, masih ada yang dapat mengelolanya untuk dijadikan ekowisata.
“Mangrove di Angke, Jakarta misalnya, sudah menjadi ekowisata. Untuk menanam mangrove di sana dikenakan Rp100 ribu, dan itu sudah menjadi tempat edukasi untuk anak-anak.”
Sementara terkait pengembangan ekonomi produktif masyarakat, BRGM memberikan hibah bantuan usaha produktif yang disebut juga dengan program Matching Grants. Program tersebut tidak hanya meliputi pemberian modal usaha dan pembentukan produk saja, tetapi juga diharapkan sampai ke pemasaran produk agar terbentuk rantai usaha yang bersinergis.
Sampai saat ini, kendala utama usaha kelompok ialah pemasaran. Termasuk bagi para pengusaha yang memanfaatkan produk ramah mangrove. “Kami bantu sosialisasikan mereka bahwa masih ada produk ramah mangrove yang bisa disebarkan ke masyarakat sehingga masyarakatpun merasakan manfaatnya,” ujar dia.
BRGM menggelar rangkaian acara “Mangrove for Future” pada Jumat-Sabtu, 26-27 Juli 2024 di Jakarta. Kegiatan itu untuk mewujudkan rehabilitasi mangrove yang bersinergi dan berkelanjutan.
“Mangrove for Future” berisikan dialog antar lembaga dan pendapat para ahli terkait pelaksanaan rehabilitasi mangrove yang ada di Indonesia. Pada kesempatan ini, para ahli dari berbagai sektor membahas isu hangat terkait rehabilitasi mangrove yang kini berjalan di Indonesia, serta memberikan masukan agar rehabilitasi mangrove berjalan secara optimal.
Para ahli itu di antaranya dari KLHK, KKP, ATR/BPN, IPB University, BRIN. Terdapat juga dari kalangan usaha yaitu PT Indika Energy Tbk, PT Pertamina Hulu Rokan, PT Inalum, Dompet Dhuafa, dan Global Affair Canada (GAC). Sedangkan dari masyarakat dan pelaku UMKM terdapat eFishery, Zie Batik Semarang, KTH Penghijauan Maju Bersama, Pokdakan Salo Sumbala Sejahtera, Kelompok Perempuan Tani Hutan Mangrove Kawasan Pesisir Papua Barat, Pemuda Perintis Perbaikan Ekosistem Mangrove Kalimantan Barat, Nelayan dan Aktivis Mangrove di Bangka Belitung. Terdapat juga sesi yang diisi oleh para jurnalis yang membahas terkait isu-isu lingkungan.