maaf email atau password anda salah


UGM

Kampus Merdeka: Transformasi Perguruan Tinggi Melalui Kebijakan Berbasis Bukti

Upaya untuk mengurangi “pengangguran terdidik” mulai membuahkan hasil dengan menurunnya angka tingkat pengangguran terbuka 

arsip tempo : 171460773223.

Rangga Almahendra, Ph.D. Pengelola Prodi S1 Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada. tempo : 171460773223.

Alam demokrasi yang semakin terbuka dan dinamis, memaksa siapapun yang masuk dalam kontestasi politik tidak bisa lagi menawarkan ide kebijakan publik hanya cukup berdasarkan opini maupun bias kepentingan. Apalagi untuk kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, pengambilan keputusan berdasar bukti dan transparansi informasi sudah saatnya menjadi normalitas baru.

Dalam sektor pendidikan tinggi, kita masih dihadapkan pada tantangan bagaimana meningkatkan relevansi kompetensi lulusan perguruan tinggi dengan kebutuhan dunia kerja dan kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka dalam Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020, menjadi terobosan pemerintah menjawab permasalahan dunia pendidikan tinggi saat ini.

Upaya untuk mengurangi “pengangguran terdidik” mulai membuahkan hasil dengan menurunnya angka tingkat pengangguran terbuka untuk kategori lulusan perguruan tinggi dari 7,35 persen pada 2020 menjadi 4,8 persen pada 2022 (sumber data BPS). Kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang memfasilitasi mahasiswa dalam pembelajar di luar kampus melalui berbagai bentuk kegiatan yang dapat dilakukan.

Maknanya, sesuai dengan spirit kemerdekaan MBKM, perguruan tinggi dan Prodi tetap berhak memilih dan menyesuaikan Bentuk Kegiatan Pembelajaran (BKP)-nya, dengan memperhatikan Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) maupun Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) yang relevan dengan tuntutan zaman.

Data program Magang atau Praktik Kerja yang disebut MSIB (Magang Studi Independen Bersertifikat) menujukkan 38 persen peserta berasal dari keluarga kurang mampu, bahkan 57,64 persen memiliki orang tua yang tidak pernah kuliah sebelumnya.

Anak yang hidup dari keluarga kurang mampu memiliki kecenderungan untuk mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan ketika lulus kuliah. Melalui program MSIB mahasiswa kurang mampu ini pertama kalinya mendapat kesempatan untuk melangkah masuk dunia perusahaan besar, sekaligus memberi kesempatan mobilitas vertikal untuk memperbaiki kehidupan keluarga mereka.

Pada program Asistensi Mengajar yang disebut Kampus Mengajar, jumlah mahasiswa kurang mampu bahkan mencapai 55 persen. Mereka adalah mahasiswa yang memiliki panggilan sosial untuk berbagi ilmu di sekolahsekolah terpelosok dan sekaligus membantu meningkatkan kapasitas pembelajaran guru pamong di daerah tersebut. Melalui analisis SROI (Social Return on Investment), terlihat bahwa program Kampus Mengajar memberikan nilai kebermanfaatan sebesar Rp 278 miliar.

Nilai ini dihitung melalui valuasi peningkatan kompetensi yang dirasakan guru pamong dengan adanya program ini. Dari hasil analisis tracer study yang melibatkan 3.127 responden alumni perguruan tinggi, terungkap bahwa alumni yang mengikuti program MBKM memiliki waktu tunggu untuk mendapatkan pekerjaan rata-rata 3,12 bulan lebih singkat dibandingkan dengan alumni yang tidak mengikuti program MBKM. Selain itu, terdapat perbedaan yang signifikan dalam ratarata gaji utama antara alumni program MBKM dan alumni non-MBKM jika dibandingkan dengan rata-rata nasional dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas).

Gaji utama rata-rata alumni program MBKM lebih tinggi hampir dua kali lipat (190,02 persen), sementara alumni program MBKM mandiri memiliki gaji utama 177,05 persen lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata nasional.

Dalam 3 tahun pelaksanaannya program MBKM telah diikuti hampir 1 juta mahasiswa baik yang dikelola Kemendikbudristek maupun secara mandiri oleh seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Keberhasilan program MBKM Mandiri tercermin dari terlaksananya lebih dari 11.500 Bentuk Kegiatan Pembelajaran (BKP) melalui magang di 13.535 mitra instansi dan perusahaan yang tersebar di berbagai daerah.

Tak hanya itu, melalui inisiatif proaktif mahasiswa, telah terwujud 4.387 proyek MBKM Mandiri, dimana 22,73 persen diantaranya adalah program untuk memberdayakan sektor prioritas daerah.

Torehan prestasi ini tidak hanya mencerminkan kesuksesan kebijakan, tetapi juga menandai kolaborasi yang semakin kuat antara lebih dari 64.195 dosen dari seluruh perguruan tinggi di tanah air. Inilah bukti kontribusi nyata MBKM dalam memberdayakan mahasiswa dengan meruntuhkan tembok pemisah antara dunia pendidikan dengan industri, serta memperkuat prioritas pengembangan daerah.

MBKM telah menjadi panggung kolaborasi lintas sektor untuk mendukung implementasi triple track kebijakan ekonomi yang lebih pro growth, pro jobs dan pro poor. Tantangan selanjutnya adalah fokus pengembangan implementasi kebijakan MBKM di wilayah 3T (Tertinggal, Terpencil, dan Terdepan), yang sampai saat ini masih memiliki keterbatasan akses fasilitas pendidikan. 

Dengan demikian di masa depan, MBKM bukan hanya sebuah program pendidikan untuk mahasiswa, melainkan juga kekuatan penggerak menuju pertumbuhan ekonomi inklusif yang lebih berkelanjutan.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 2 Mei 2024

  • 1 Mei 2024

  • 30 April 2024

  • 29 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan