Hadapi Tantangan Hilirisasi Aluminium, Menperin Kukuhkan GALUNESIA
Komitmen hilirisasi industri berbasis pengolahan sumber daya mineral logam.#InfoTempo
Pemerintah Indonesia terus berupaya menjalankan kebijakan industrialisasi berbasis hilirisasi dalam rangka peningkatan nilai tambah bahan baku mineral di dalam negeri. Hal ini bertujuan menghasilkan produk-produk dengan nilai tambah yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ekspor produk mineral hasil pertambangan. Karenanya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen terus menggenjot hilirisasi industri berbasis pengolahan sumber daya mineral logam.
“Aluminium merupakan salah satu sumber daya mineral logam yang menjadi fokus kebijakan hilirisasi ini. Komoditas logam andalan Indonesia ini memiliki potensi pasar domestik yang mencapai satu juta ton,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat mengukuhkan Asosiasi Gabungan Industri Aluminium Indonesia (GALUNESIA) di Jakarta, Rabu (14/6).
Menperin menyampaikan, setidaknya terdapat lima tantangan yang harus diselesaikan dalam upaya pengembangan hilirisasi komoditas aluminium di dalam negeri. Pertama, ketersediaan infrastruktur dan energi baik itu berupa jalan, pelabuhan, dan listrik di luar Pulau Jawa, terutama untuk mendukung kegiatan smelter. Kedua, dari aspek sumber daya manusia (SDM) untuk mendukung kegiatan smelter. Ketiga, riset yang membutuhkan aspek teknologi dan modal. Keempat, tantangan dari sisi logistik. “Yang kelima, tantangan dari sisi eksternal dalam bentuk resistensi dari pihak luar negeri terhadap kebijakan hilirisasi,” jelas Menperin.
Kebutuhan domestik aluminium saat ini mencapai satu juta ton. Sementara itu, PT Inalum saat ini menyediakan sebesar 250 ribu ton. “Sehingga, masih terdapat room to grow yang sangat besar bagi investor untuk memenuhi kebutuhan aluminium nasional,” ungkap Menperin.
Salah satu langkah untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut adalah dengan melakukan sinergi dengan berbagai pihak terkait, termasuk dengan para pelaku industri yang tergabung dalam asosiasi. Karenanya, Menperin mengharapkan kehadiran GALUNESIA dapat menjadi energi baru untuk menjawab setiap tantangan hilirisasi nasional.
Pendirian GALUNESIA juga didorong dan diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin. Asosiasi tersebut akan menjadi bagian dari pemangku kepentingan yang dapat mewujudkan langkah untuk meneruskan kembali rantai industri aluminium nasional. “Kami mengharapkan GALUNESIA dapat meningkatkan komunikasi antara angggotanya dan antara anggota dengan pemerintah, serta memperkuat data yang saat ini menjadi kunci keberhasilan di sektor apapun. Semoga GALUNESIA dapat menjadi mitra pemerintah dengan memberi masukan yang mampu memperkuat kebijakan dalam hilirisasi berbasis bauksit, dalam hal ini aluminium,” kata Agus.
Ketua Umum GALUNESIA Oktavianus Tarigan menyampaikan, asosiasi sangat mendukung upaya pemerintah dalam memaksimalkan industri aluminium. Menurutnya, potensi value chain aluminium sangat besar, termasuk untuk mendukung pengembangan ekosistem electric vehicle (EV) yang dicanangkan oleh pemerintah. Begitu pula dengan penerapan green energy yang sangat membutuhkan aluminium ke depan. “Dari hulu ke hilir akan disenergikan bagi seluruh stakeholder,” ujar Oktavianus yang juga merupakan SEVP Pengembangan Bisnis PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero).