maaf email atau password anda salah


Illegal Fishing Marak di Laut Natuna dan Arafura

IOJI menilai pelanggaran kapal asing berimplikasi konflik horizontal dan berdampak berkurangnya penghasilan nelayan. #Infotempo

arsip tempo : 171402644134.

CEO Indonesia Ocean Justice Initiative Mas Achamd Santosa, pada webinar Diskusi Keamanan Maritim, Kamis, 11 Agustus 2022.. tempo : 171402644134.

Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) mendeteksi dugaan kegiatan illegal fishing oleh kapal ikan asing (KIA) maupun kapal ikan Indonesia (KII) selama Maret-Juni 2022. Kegiatan pengambilan ikan illegal terjadi di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 711 (Laut Natuna Utara) dan Zona Ekonomi Eksklusif Papua New Guinea yang berbatasan langsung dengan WPP 718 (Laut Arafura).

Illegal fishing di Laut Natuna Utara paling banyak dilakukan KIA Vietnam selama Mei lalu sebanyak 60 kapal. Kapal-kapal ikan Vietnam paling sering beroperasi di Laut Natuna Utara ZEE Indonesia non-sengketa 1 pada koordinat 106.2 BT hingga 109.1 BT dan 5.3 LU hingga 6.2 LU.

Terdeteksi delapan KIA Vietnam sebelum periode Maret-Juni 2022 melakukan illegal fishing di ZEE Indonesia non-sengketa (repeated offenders). Berdasarkan pengamatan Citra Satelit, IOJI mengidentifikasi pola operasi kapal-kapal Vietnam dengan dua kapal berlayar ke arah yang sama secara beriringan dengan jarak antar kapal 300-400 meter.

Pola tersebut merupakan ciri khas kapal ikan dengan alat tangkap pair trawl.

Berdasarkan Pasal 56 UNCLOS, Indonesia memiliki hak berdaulat atas pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hayati maupun non-hayati di ZEE Indonesia. Negara lain tidak dapat ikut menikmati sumber daya tanpa izin Pemerintah Indonesia.

Indonesia berwenang dan memiliiki kewajiban utama (primary responsibility) untuk mengambil tindakan pelanggaran pemanfaatan sumber daya ikan di ZEE Indonesia. Salah satunya adalah tindakan penangkapan kapal dan penuntutan pidana.

Penggunaan pair trawl oleh KIA Vietnam berdampak pada kerusakan karang sebagai habitat ikan. Alat tangkap tersebut dikategorikan sebagai alat tangkap yang merusak sumber daya ikan dan dilarang penggunaannya di seluruh WPP NRI.

Dugaan pelanggaran KIA Vietnam diatas dapat dipidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 30 miliar. Pemerintah Indonesia seharusnya menindak dan menjatuhkan sanksi denda kepada kapal-kapal Vietnam sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selama Maret-Juni 2022, IOJI mendeteksi empat kapal patroli pengawas perikanan Vietnam yang berpatroli di sekitar garis batas Landas Kontinen RI-Vietnam, yaitu Kiem Ngu 216 (KN216), Kiem Ngu 220 (KN220), Kiem Ngu 268 (KN268), Kiem Ngu 204 (KN204).

Keempat kapal beberapa kali keluar masuk zona non-sengketa sejauh tujuh hingga 10 mil laut dari garis batas landas kontinen, tidak jauh dari pusat intrusi KIA Vietnam di ZEE Indonesia non-sengketa. Pola operasi ini tidak hanya terjadi selama Maret-Juni 2022, tetapi juga sepanjang tahun 2021.

Pada 19 Juni 2022, Kapal KN268 terdeteksi melakukan shadowing terhadap KRI STS-376 ketika melakukan upaya interdiksi kepada KIA Vietnam BV5119TS. Operasi kapal VRFS dinilai IOJI sebagai tindakan escorting/pengawalan dan perlindungan terhadap aktivitas illegal fishing KIA Vietnam di wilayah ZEE Indonesia non-sengketa.

Berdasarkan pertimbangan hukum dalam South China Sea Tribunal Award (2016), kegiatan illegal fishing KIA Vietnam BV5119TS dianggap sebagai tindakan resmi Pemerintah Vietnam dikarenakan tindakan escorting KN268. Dengan demikian, Vietnam dinilai telah melanggar kewajiban saling menghormati (due regard obligation) terhadap hak berdaulat Indonesia di ZEE Indonesia.

Selain dugaan illegal fishing dari KIA Vietnam, IOJI juga mendeteksi dugaan pelanggaran oleh KII berukuran lebih dari 30 GT dengan alat tangkap jaring tarik berkantung di Laut Natuna Utara. KII diduga kuat melanggar jalur penangkapan karena beroperasi area kurang dari 12 mil dari bibir pantai (jalur II) Pulau Subi di Natuna.

Berdasarkan Pasal 25 ayat (3) huruf c Permen KP 18/2021, kapal-kapal berukuran di atas 30 GT dengan alat tangkap jala tarik berkantong tidak diizinkan beroperasi di WPP NRI 711 di atas 30 mil laut laut dari bibir pantai. Dugaan pelanggaran kapal-kapal ini dapat berimplikasi terhadap konflik horizontal, apalagi mengingat masifnya operasi KIA Vietnam di LNU yang berdampak pada berkurangnya penghasilan nelayan lokal Natuna.

Berdasarkan Pasal 7 dan 100 Undang-Undang Perikanan jo. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pelanggaran jalur KII dengan alat tangkap jaring tarik berkantong dapat dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 250 juta. Pelanggaran ini juga dapat dikenai sanksi administratif berupa teguran (pelanggaran pertama), pembekuan izin (pelanggaran kedua), dan pencabutan izin (pelanggaran ketiga) berdasarkan Pasal 130 (2) Permen KP Nomor 58 Tahun 2020.

Dalam rangka mencegah potensi konflik horizontal, IOJI merekomendasikan agar Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan moratorium perizinan baru dan perpanjangan izin kapal-kapal jaring tarik berkantong. Di waktu yang sama, KKP perlu melaksanakan kajian mengenai dampak kapal-kapal jaring tarik berkantong, terutama pada (1) kesehatan laut, (2) pola kepemilikan, (3) potensi konflik horizontal.

Hasil kajian ini akan berperan sebagai dasar evaluasi kebijakan kapal-kapal jaring tarik berkantong. Instansi-instansi penegak hukum di laut perlu untuk mensiap- siagakan kapal patroli di perairan Pulau Subi dan sekitarnya untuk mencegah terjadinya pelanggaran jalur penangkapan ikan oleh kapal-kapal jaring tarik berkantong.

IOJI mendeteksi dugaan illegal fishing puluhan KII berukuran 30 GT ke atas dengan alat tangkap pancing cumi di ZEE Papua New Guinea. Tren intrusi kapal-kapal yang terdaftar di WPP 718 ini dideteksi IOJI sejak Februari 2022.

Konten Eksklusif Lainnya

  • 25 April 2024

  • 24 April 2024

  • 23 April 2024

  • 22 April 2024


Jurnalisme berkualitas memerlukan dukungan khalayak ramai. Dengan berlangganan Tempo, Anda berkontribusi pada upaya produksi informasi yang akurat, mendalam dan tepercaya. Sejak awal, Tempo berkomitmen pada jurnalisme yang independen dan mengabdi pada kepentingan orang banyak. Demi publik, untuk Republik.

Login Langganan