Kolaborasi untuk Pembangunan Berkelanjutan
Presidensi G20 Indonesia mendorong tiga agenda utama pembahasan seputar kesehatan, transformasi ekonomi, dan transisi energi.
Presidensi G20 Indonesia 2022 merupakan ketiga yang diselenggarakan pada masa pandemi Covid-19 setelah Arab Saudi pada 2020 dan Italia pada 2021. Namun, Presidensi Indonesia dianggap sebagai periode yang sangat krusial bagi proses pemulihan ekonomi global di tengah ketidakpastian pandemic.
Mengangkat tema “Recover Together, Recover Stronger”, menurut Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso, Presidensi G20 Indonesia mendorong tiga agenda utama pada pembahasan Jalur Sherpa G20, yakni Arsitektur Kesehatan Global, Transformasi Ekonomi Berbasis Digital, dan Transisi Energi. Jalur pembahasan lain forum G20 adalah Jalur Keuangan (Finance Track) yang berfokus pada isu ekonomi.
Dia menjelaskan, agenda Arsitektur Kesehatan Global merupakan upaya Indonesia untuk memperkuat dan menyusun kembali tata kelola dan arsitektur kesehatan global pasca pandemi. Kemudian, agenda Transformasi Ekonomi Berbasis Digital merupakan langkah membangun kembali tata kelola dan arsitektur ekonomi global melalui digitalisasi.
Sedangkan agenda Transisi Energi digagas guna memperkuat komitmen Indonesia untuk memperluas akses terhadap teknologi yang terjangkau dan bersih demi mendorong pemulihan ekonomi yang berkelanjutan. “Ketiga agenda tersebut akan menjadi panduan bagi para pemimpin G20 dalam menelurkan kebijakan yang pro-rakyat dan konkret,” kata Susiwijono.
Dia mengatakan semua agenda pada Jalur Sherpa G20 berkaitan dengan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs). Salah satu materi pembahasan dalam Arsitektur Kesehatan Global adalah program vaksinasi Covid-19. “Masih banyak negara, terutama di Afrika, yang belum memenuhi target vaksinasi 70 persen (dari populasi),” kata dia.
Ilustrasi bisnis digital. Dok: Shutterstock
Susiwijono yang juga menjabat Ketua Sekretariat Gabungan Sherpa Track dan Finance Track pada Panitia Nasional Presidensi G20 Indonesia mengungkapkan, melalui agenda Arsitektur Kesehatan Global G20 ingin menata kembali arsitektur kesehatan global agar lebih inklusif dan tanggap terhadap krisis.
Dia mengatakan Deklarasi Konferensi Tingkat Tinggi G20 Roma 2021 telah menegaskan komitmen untuk menyediakan akses vaksin yang terbuka, aman, terjangkau, dan efektif bagi negara-negara berpendapatan rendah; serta transfer teknologi dan pendirian mRNA hub di Afrika Selatan, Brasil, dan Argentina untuk meningkatkan produksi dan distribusi vaksin.
“Tujuan dari komitmen-komitmen itu ialah mencapai target vaksinasi global sebanyak 40 persen populasi di semua negara pada akhir 2021, dan 70 persen pada pertengahan 2022,” ucapnya.
Indonesia per 25 Maret 2022 sudah berhasil mencapai cakupan vaksinasi dosis ke-1 sebanyak 195,49 juta jiwa atau 71,38 persen dari populasi; dosis ke-2 156,68 juta jiwa (57,21 persen), dan dosis penguat 16,64 juta jiwa (6,81 persen). Indonesia berupaya memenuhi target vaksinasi global pada tahun ini.
Sebagai upaya memulihkan kesehatan dunia, ujar dia, Presidensi G20 Indonesia berniat mengembalikan kolaborasi global dan mengusulkan pembuatan panduan guidance for flexible cooperation models of vaccine manufacturing yang mengesampingkan sementara hak paten dan lisensi vaksin.
Berikutnya adalah perluasan mRNA hub yang mencakup kawasan Asia, di mana Indonesia mendorong kerja sama teknologi vaksin multi-platform dan memberikan insentif usaha bagi pendirian pusat produksi vaksin berbasis mRNA di dalam negeri.
Susiwijono berkata, Indonesia telah berkomunikasi dengan negara-negara maju dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk membantu negara-negara yang minim vaksin. Wujudnya adalah pertemuan antar menteri keuangan dan menteri kesehatan G20 yang menyepakati peningkatan koordinasi respons Sistem Kesehatan Global.
Belajar dari krisis Covid-19, para menteri bersepakat meningkatkan investasi kapasitas kesehatan, membangun pertahanan terhadap guncangan kesehatan, dan menangani kebutuhan masyarakat dengan meningkatkan koordinasi antara pembuat kebijakan kesehatan dan keuangan, lembaga keuangan multilateral dan lembaga kesehatan global.
Kesepakatan berikutnya, kata dia, adalah pembentukan Gugus Tugas Kesehatan dan Keuangan Bersama (Joint Finance Health Task Force) G20 dengan tujuan meningkatkan dialog dan kerja sama global ihwal isu-isu yang berkaitan dengan pandemic prevention, preparedness, and response (pandemic PPR), serta pertukaran pengalaman.
Kesepakatan lainnya yakni mengembangkan koordinasi antara kementerian keuangan dan kementerian kesehatan dalam penanganan keadaan darurat kesehatan lintas batas. “Kemudian, mengembangkan pengelolaan sumber daya yang efektif untuk pandemic PPR dan mengadopsi pendekatan one health,” ujar Susiwijono.
Menurut dia, Joint Finance Health Task Force dipimpin bersama oleh Menteri Keuangan Indonesia dan Italia. Gugus tugas itu dibantu oleh Sekretariat di WHO dan didukung oleh Bank Dunia. Demi memastikan inklusivitas, keterwakilan, dan cakupan geografis, anggota gugus tugas terdiri dari negara-negara G20, non-G20, organisasi regional, dan organisasi internasional
“Diharapkan ada kesepakatan tentang pandemic PPR di bawah gugus tugas yang sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo agar Indonesia memperkuat dan menyusun kembali tata kelola dan arsitektur kesehatan global pasca pandemi,” Susiwijono menuturkan.
Selanjutnya, salah satu isu prioritas yang akan dibahas oleh Health Working Group G20 adalah membangun ketahanan sistem kesehatan dunia. Pada kelompok kerja itu bakal dibahas soal bagaimana G20 dapat berkontribusi terhadap mekanisme pooling resources, termasuk teknikal, finansial, dan keahlian yang dapat diakses oleh seluruh negara.
Indonesia akan mendorong langkah inovatif dalam penyediaan vaksin dan obat secara mandiri dengan melibatkan badan usaha milik negara (BUMN) dan perusahaan swasta dalam mewujudkan arsitektur kesehatan global yang lebih berketahanan dan inklusif. “Investasi dan pendanaan (sektor kesehatan) harus bisa dimobilisasi secara cepat untuk mencegah krisis selanjutnya,” ujar Susi.
Untuk menerapkan isu-isu di Jalur Sherpa yang meliputi isu energi, lingkungan, perubahan iklim, dan pembangunan berkelanjutan, Indonesia meminta G20 memberi teladan. “Indonesia akan mengubah mimbar narasi menjadi parade aksi,” kata Susiwijono.
Ia juga meminta negara maju menepati janji dukungan pendanaan dan teknologi ramah lingkungan bagi negara berkembang. pembiayaan bagi transformasi energi dan konservasi merupakan kebutuhan mutlak dalam menangani isu perubahan iklim.
Transisi energi memerlukan pembiayaan yang sangat besar dan akses terhadap teknologi hijau. Persoalannya, banyak negara berkembang yang justru kaya akan sumber energi berbasis fosil, seperti minyak bumi dan batu bara. “Oleh karena itu, untuk melaksanakan transisi energi pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Perlu kerja sama, baik di tingkat domestik maupun global,” tuturnya.
Dia mencontohkan, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan BUMN dan swasta untuk mendesain transisi energi yang adil dan terjangkau. Bukan hanya terjangkau dari sisi pelaku usaha, tetapi juga dari sisi konsumen. Sementara dari aspek keuangan negara, implikasi transisi energi terhadap subsidi dan penerimaan perpajakan harus diperhitungkan supaya tidak membebani APBN.
Jalur Sherpa akan membahas pula isu pertanian yang berkait dengan ketersediaan pangan. Isu ini penting lantaran pandemi telah memicu masyarakat untuk beradaptasi dalam melaksanakan berbagai aktivitas, termasuk aktivitas ekonomi melalui pemanfaatan layanan digital. Pertanian 4.0 atau smart farming termasuk di dalamnya.
Presidensi G20 Indonesia juga akan mengangkat agenda yang berkaitan dengan Pertanian 4.0, di antaranya membangun sistem pertanian dan pangan berkelanjutan dan tangguh (building a resilient and sustainable food system and agriculture), mempromosikan perdagangan produk pertanian yang transparan (promoting an open, predictable, and transparent agricultural trade to increase productivity), serta pertanian inovatif (innovative agri-preneurial through digital agriculture to improve livelihood of farmers in rural areas).
“Melalui percepatan realisasi program-program itu, Presidensi G20 Indonesia diharapkan bisa memberikan manfaat untuk pembangunan berkelanjutan, serta menjadi warisan Indonesia bagi G20,” ujar Susiwijono.